Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antisipasi Kita terhadap Dampak Buruk "Melawan" Negara Adidaya

8 Januari 2020   20:01 Diperbarui: 8 Januari 2020   20:17 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Liputan6.com

Presiden Jokowi sudah mendarat ke Natuna sebagai simbol negara bahwa Natuna adalah milik Indonesia. Ide mengerahkan 120 sampai 470 nelayan pantura ke Laut Natuna Utara untuk mengambil sumber daya alam milik kita sendiri, dinyatakan oleh Mahfud MD. Cara pengerahannya bagaimana, "Gampang lah.", kata beliau. 

Hmm.. saya kurang paham sih ide seperti itu, tapi siapa tahu memang efektif, dan semoga tidak menimbulkan korban jiwa. 

Hanya saja tindakan tegas pemerintah saat ini cukup membuat deg-degan juga. Apa kelanjutannya yah? Dampaknya untuk masa depan nanti akan bagaimana, ya?

Apalagi berdasarkan kasus-kasus sebelumnya yang beredar di media massa yang ada, terlihat bila China menginginkan atau mempertahankan sesuatu, apapun akan dilakukan demi kedaulatan negaranya. Seperti kasus di Tibet, Taiwan ataupun Hongkong. China tidak pernah takut dimusuhi oleh negara manapun, apalagi sekarang China merupakan salah satu negara adidaya, dimana bisa dikatakan kekuatan ekonomi China didunia semakin menguat. 

Amerika Serikat (AS) diprediksi akan mengalami resesi, bahkan beberapa negara saja sudah membuang mata uang Dollar US, seperti India, Rusia, Iran, dan Turki dikarenakan AS seringkali menggunakan mata uangnya itu untuk "menghukum" negara atau individu yang melanggar undang-undang AS. Bisa diprediksikan kedepannya, negara mana yang memiliki kekuatan lebih banyak. 

Jadi, permasalahannya yang dikhawatirkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Panjaitan dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, bukan hanya kepada investasinya, akan tetapi bisa jadi dikhawatirkan dampak kedepannya untuk perekonomian negara kita yang bisa menghancurkan kehidupan masyarakat. Pasalnya negara kita, Indonesia, belum memiliki kekuatan ekonomi yang stabil, walaupun seringkali di media menyebutkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia itu bagus. 

Saya bisa pahami, namun saya juga setuju pada cuitan Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti di Twitternya, bahwa kita harus bisa membedakan sahabat, pencuri dan investor, walaupun hal tersebut dilakukan oleh negara yang sama. 

Kebetulan hampir semua lapisan masyarakat rasanya sudah satu suara untuk melakukan tindakan tegas terhadap China, supaya jangan mentang-mentang punya power, jadi bisa menggunakan aturan Nine Dash Line yang diatur sekitar tahun 1950-an, padahal sudah ada aturan hukum internasional terbaru, UNCLOS tahun 1982, sudah ditandatangani pula lagi oleh China. Hmm.. berkasnya hilang mungkin?

Bahkan sekarang Luhut Pandjaitan dan Prabowo Subianto pun ikut satu suara, yakni harus menjaga kedaulatan negara. Jadi, kita dari seluruh lapisan masyarakat sampai ke pemerintah sudah satu suara nih. 

Akan tetapi, namanya juga "melawan" negara adidaya, yang memiliki power besar untuk dunia, tentu akan ada dampak-dampak negatif yang bisa jadi akan mempengaruhi perputaran perekonomian kita, saya rasa kita harus bersiap-siap dari sekarang. Kalau tidak terjadi apa-apa dan malah kembali damai, ya bagus, kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan seperti misalkan China bersikeras atau malah (amit-amit) melakukan gencatan senjata, kita harus sudah siap terhadap apapun yang akan terjadi. Kita bersama mendukung pemerintah. 

Berdasarkan dari bacaan tentang strategi pertahanan yang pernah saya baca nih, caranya sederhana, tapi katanya sih efektif. 

# Jalur Diplomasi dengan Negara Sahabat, Bukan Negara Terkuat

Kalau yang saya baca berdasarkan sejarah, tahun 1947, Indonesia mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari negara lain, bukan dari negara terkuat, akan tetapi dari negara tetangga, seperti India, Singapura dan Bangkok. Saat itu ketiga negara ini bisa dikatakan belum menjadi negara yang kuat. Karena dukungannya ini lah, maka pihak Dewan Keamanan PBB, melalui Komisi Tiga Negara, berperan sebagai penengah sengketa Indonesia-Belanda.

Kemudian ada Bangkok (Thailand) juga yang saat itu turut membantu persengketaan antara Malaysia dengan Indonesia tahun 1966 saat masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Dari sini, kita bisa lihat hubungan diplomasi dengan negara tetangga, sebenarnya lebih baik, daripada berhubungan dengan negara terkuat. Misalkan seperti sekarang, kita bersitegang dengan China, eh terus mendekatkan diri dengan AS. Hmm, itu bagai keluar dari kandang macan, masuk ke kandang singa.

Tidak menutup kemungkinan bila kita mengandalkan negara terkuat dunia, kita akan kembali "dijajah", sebagai balas jasa sudah membantu. Kan kurang baik juga untuk perekonomian kita. Nanti lah dampaknya sumber daya alam kita diambil, urusan dalam negeri malah diikut campuri, dan sebagainya. 

Langkah jalur diplomasi dengan negara sahabat sepertinya bisa efektif, India saja sekarang sudah diprediksi sebagai "raksasa" dunia.

# Tidak perlu lagi berdemonstrasi ke jalan kalau keberatan, pakai karya kreatif kita.

Sebenarnya sah saja kalau kita turun ke jalan untuk berdemo menunjukkan keberatan kita, apalagi terkadang "suara" kita tidak terdengar kalau pakai cara halus, seperti kasus penolakan RUU KUHP dan pasal kontroversi lainnya. Perlu ke jalan supaya para wakil rakyat dan pemerintah ngeh aspirasi kita. Tapi kan sayangnya, karena banyak penyusup, jadinya aspirasi mahasiswa dan masyarakat terlihat anarkis dan tidak elegan. 

Pemberitaan diberbagai media pun seperti memojokkan bentuk aspirasi tersebut, karena merusak fasilitas publik, mengganggu jalan dan sebagainya.

Seperti masa kerusuhan tahun 1998 dimana terjadi krisis moneter, dan nilai Rupiah terhadap Dollar AS pun semakin meninggi akibat kerusuhan. Atau kita bisa lihat lah resesi yang sekarang dialami Hongkong karena demonstrasi yang tidak kunjung selesai. Tidak ada keuntungan sama sekali kan buat kita, bahkan tindakan pemberontakan tersebut malah melayangkan banyak nyawa, istilahnya sia-sia saja, karena China tidak akan menyerah.

Oleh karena itu, kita ganti cara yang lebih baik, buat meme yang humoris tapi menyelekit, buat video pantomin yang menunjukkan ketidaksetujuan secara terdidik, buat tulisan sebagai kritik ketidaksukaan, atau hack misalnya, seperti yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh seorang warga yang meng-hack website Telkomsel mengenai paket data, dan banyak hal kreatif lainnya. 

Dengan hal seperti ini menunjukkan kelas negara kita, walaupun secara ekonomi tidak cukup kuat, akan tetapi bangsa kita bukan bangsa bar-bar. Kita kreatif dan intelek dalam menyerukan keberatan-keberatan kita. Belum lagi kerugian-kerugian yang akan dialami karena berdemonstrasi bisa terhindari, kita pun akan didukung oleh seluruh pihak. Media asing yang meliput kita pun, juga akan memberikan kesan yang positif, dan bisa jadi mungkin segala bentuk keberatan kita yang kreatif bisa didukung oleh banyak negara. 

# Perkuat devisa wisata negara dengan menjaga kebersihan lingkungan kita, dan utamakan sikap santun kita terhadap wisatawan.

Seperti negara Jepang, dimana para wisatawan mancanegara senang sekali bolak-balik ke negara tersebut. Devisa ga tuh untuk negaranya? Nah, apalagi kita yang memiliki banyak tempat wisata yang sangat bagus dan indah, yang kalau bisa saya banggakan, tidak ada bandingannya, cuy, dengan negara mana pun.

Tapi yang perlu kita perhatikan dalam menggaet wisatawan supaya betah, perhatikan lingkungan sekitar tempat wisata supaya tetap bersih. Macam wanita cantik atau pria ganteng, kalau bau badan ataupun berantakan kan ogah juga lihatnya. Sama seperti tempat wisata kita, mari berpartisipasi untuk menjaga kebersihannya dan arsitekturnya pun dirawat. Kalau arsitekturnya terawat kan, wisatawan senang, terus upload di sosial media, dan tersebar deh kalau Indonesia itu memiliki banyak tempat pariwisata yang bagus, bukan hanya Bali saja. 

Hal tersebut menambah devisa negara dan membangun perekonomian negara kita. Dan yang pasti, negara lain pun bisa jadi lebih mudah diajak untuk berinvestasi melihat kemajuan kita, karena ada potensi memberikan laba. 

# Influencer dan Publik Figur sudah harus menyajikan konten yang mengangkat derajat bangsa Indonesia, tidak lagi melakukan drama settingan ataupun pansos. 

Para influencer dan publik figur kita, saya rasa sebenarnya sangat pintar dan mengetahui celah supaya orang tertarik dan membuat dirinya sebagai panutan, oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama para influencer dan publik figur untuk mencerahkan pikiran publik, seperti tidak melulu berkiblat pada luar negeri untuk trendsetter, melainkan memiliki keunikan sendiri yang menunjukkan ciri khas Indonesia yang modern, seperti Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Hanung Bramantyo, Farida Nurhan, Gita Savitri, Tasya Farasya (walaupun Tasya itu keturunan Arab, tapi benar-benar menunjukkan dia Indonesia banget), dan masih banyak lagi. 

Dengan begitu akan banyak orang yang akan terbawa untuk lebih mencintai negara sendiri, dan membanggakan kelebihan negara kita, dengan begitu akan banyak negara yang melirik untuk menghormati negara kita, bukan berkeinginan untuk menguasai negara kita, karena kita sendiri saja tidak tahu potensi negara kita itu apa. 

# Hindari konflik SARA, utamakan toleransi demi perdamaian bangsa, dan bersama memperkuat perekonomian negara.

Kita harus menyadari bahwa negara kita terdiri atas beraneka ragam budaya, suku bangsa dan agama. Masing-masing memiliki kelebihan dan keunikan, yang tidak perlu banyak diperdebatkan. Lebih baik berdebat yang sehat, seperti adu gagasan mengenai ilmu pengetahuan, jadi kan kita sama-sama berkembang dan tingkat wawasan kita bertambah, tidak stuck ditengah jalan. 

Ingat dulu kenapa nenek moyang kita bisa terjajah? Karena kurangnya ilmu pengetahuan, maka itu belajar dari kesalahan nenek moyang kita untuk membekali diri kita dengan banyak pengetahuan. Oleh karena itu, kita bisa fokus memanfaatkan sumber daya alam kita secara wajar tanpa harus menunggu negara lain yang melihat potensi sumber daya alam kita.

Kita bisa membentuk sumber daya tersebut menjadi suatu olahan yang bisa menghasilkan pendapatan negara lebih banyak. Lebih baik begitu, kan ya?

Ilustrasinya bisa kita baca dari "pertarungan" ekspor Lobster antara Susi Pudjiastuti dan Edhy Prabowo waktu lalu.

# Untuk pejabat yang gemar korupsi, tahan diri, kalau mau keuntungan lebih, lebih baik usaha lain saja tanpa memakai uang negara. 

Mungkin pejabat ataupun mantan pejabat sekarang geleng-geleng kepala doang, melihat kapal China bisa masuk ke wilayah ZEE Indonesia. Tapi intropeksi diri kah, karena ulah para pejabat ini korupsi uang negara, maka pengamanan terhadap wilayah batas kita malah lemah, coba kalau uang negara bisa masuk ke pos-pos keuangan yang seharusnya tanpa pengurangan anggaran, negara kita bisa jadi masih lah negara maritim yang kuat. 

Tidak terpikir kah pejabat apabila Indonesia hancur, para pejabat ini mau pindah kemana saja juga pasti membawa malu dan yang pasti sih akan diremehkan oleh negara lain, karena telah berkhianat dan membuat negara hancur. Jadi lebih baik, kurangi nafsu korupsi, toh ketika kita meninggal juga tidak mungkin membawa banyak harta. 

Ini hanya lah tulisan sebagai langkah antisipasi kemungkinan terburuk apabila China melakukan gencatan senjata karena merasa ditantang. Pasalnya, kita sudah menyadari pastinya bahwa negara kita belum memiliki kekuatan ekonomi yang baik. Jangan sampai nantinya karena "perang", hidup kita kembali ke masa penjajahan, karena mengandalkan kekuatan bantuan dari negara kuat lainnya, yang bisa jadi mengharapkan imbalan dari bantuan yang diberikan. 

Kita harus bekerja sama menjaga kedaulatan negara kita dengan pemerintah. Jangan biarkan pemerintah bekerja keras sendirian. Lupakan siapa dukung pemerintahan siapa, hal tersebut sudah berlalu. Sudah waktunya kita bersatu mempertahankan kedaulatan negara.

NKRI Harga Mati :)

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun