Mohon tunggu...
Fahmi Namakule
Fahmi Namakule Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Pengungsi di Negeri Sendiri

9 Agustus 2017   15:12 Diperbarui: 9 Agustus 2017   15:23 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ironisnya, semakin kita berhamburan di jalanan mengiyakan diri sebagai parlemen jalanan. Bahkan dengan lantang meminta keadilan dan kesejahteraan hingga Demokrasi politik diteriakan. Namun semakin gencarnya para petinggi Negeriku masi berlomba-lomba merebut kedudukan dengan menghalalkan segala cara, para pemimpin dengan rakus memperkaya pribadinya. Pemilihan umum sejak 2004 sampai sekarang, memang dipuji seantero jagat. Tetapi yang dihasikan hanyalah bertenggernya kekuatan-kekuatan rezim lama dan komperador kaum imperialis.

Ditambah juga dengan Struktur politik yang masih jauh dari demokrasi, hanya sebagai arena perebutan kuasa para elit. Hingga dengan kasar kusebut "kleptokrasi yang setia bermain mata dengan Si-Asing". Struktur Ekonomi kita hancur berantakan, Nilai-nilai yang mestinya dapat menuntun hidup, malah telah kabur dan dikaburkan. Negeriku ini telah dirampok, ditindas dan ditelantarkan oleh segelintir anak Negerinya yang rela menjadi Komperador Asing, sehingga mengorbankan rakyat kebanyakan yang berada di Negerinya sendiri. Mereka miskin, tak memiliki harapan hidup karena tak memiliki peluang kerja (Pengangguran), terlantar dan tak berorientasi.

Negeriku dewasa ini, dengan berusia layaknya seorang lansia pun tak luput mengalami krisis akut yang sangat kritis, indikasi-indikasinya sangat jelas. Selain yang ku pertegas di atas, kenaikan harga Sembako yang merupakan bahan pangan yang sangat penting untuk seluruh rakyat di Negeriku dan khususnya bagi masyarakat Murba Negeri ini, yakni Kaum Buruh, Tani dan Rakyat Jembel. Juga Kenaikan harga BBM secara beruntun menjadi akar utama dari peningkatan kelesuan ekonomi dan penderitaan rakyat.

Kini, pada era rezim penguasa saat ini jauh lebih parah lagi, beberapa kebijakan selalu mengakomodir kepentingan komunitas Kreditor dan pemodal-pemodal besar serta orang-orang yang berkuasa. Komitmen untuk berkolaborasi dengan Negeri-negeri Kreditor dengan alasan untuk mengejar dan menjaga pertumbuhan ekonomi Makro dengan menggalakan investasi dan menarik investor luar negeri. Sementara penggalakan investasi dalam Negeriku ini sungguh menjadi lemah dan dilemahkan.

Dalam suasana seperti itu, muncul hal yang lebih menjepit. Yakni, masalah Pengangguran Terdidik, ditambah dengan pengangguran non terdidik melambung jauh tak berhujung, hingga sangat memprihatinkan. Pengangguran terdidik adalah mereka yang memilik pengetahuan. Orang-orang yang selama hidupnya menghabiskan duit yang mereka dapatkan di pelabuhan, dengan cara narik becak, gerobak, kuli bangunan, berdagang asongan. Yang kesemuanya menguras tenaga dan mengeluarkan keringat hanya untuk melanjutkan pendidikanya.

Tapi ketika semua biaya telah terkuras habis, dan selembar kertas yang bernama Ijazah itu telah dimiliki, dengan segudang harapan "aku tidak ingin menjadi pengungsi di Negerinku". Namun semuanya berbalik arah, "dengan Ijazah aku menjadi pengungsi di Negeriku sendiri".

Tatap di sekeliling kita, dari Ibu Kota sampai ke pelataran Kotanya bermunculan Perguruan Tinggi Negeri juga Perguruan Tinggi Swasta bak jamur di musim hujan. Tiap tahunya dari perguruan ini laksana babrik raksasa yang memproduksi produknya tanpa mengamati kondisi pasar. Akhirnya, yang terjadi adalah membudaknya angka sarjana sementara tempat berlabuh mereka terbatas dan kalau pun ada semuanya telah diisi penuh oleh si-Asing. Entah apa yang diistimewakan dari orang-orang Asing itu? apakah karena kualitas mereka ? jika itu jawabanya, lalu kenapa tiap tahunya kita diberi gelar sarjana? Untuk apa kesarjanahanya? Apakah hanya sebagai pajangan yang menghiasi tiap dinding rumah semata?

Siapa yang patut memikul dosa ini, kita? Pihak lembaga tinggi? ataukah sistem Negeriku? Tapi bagiku, sistemlah yang sangat lemah hingga patut untuk bertanggung jawab. Sistemlah yang lemah dalam mendesain dan mengorbitkan tiap lulusanya. Maka, bila sistemlah yang perlu dipersalahkan. Maka kepada siapakah pelampiasan itu? Jawabanya tentu "kepada siapa yang mengkehendaki dan membuat sistem itu" yaa... mereka adalah pemerintah, pemangku kebijakan yang ada di Negeri ini. Mereka adalah orang-orang yang selama ini telah banyak berhutang dengan dalih mensejahterakan rakyat.

Jangan-jangan itu bukan bentuk hubungan kerja sama yang murni antar Negara, tapi kerja sama akibat ketergantungan hutang yang menggunung. Ya... berlahan mengikis hutang, Seperti Frifot yang mengikis habis perut bumi Negeriku. He...he...he... lucu.

Mari kita fokus pada tingginya tingkat pengangguran. Konklusinya, para pemimpin kita melahirkan regulasi pendidikan bak sarang laba-laba. Alhasil, stok pengangguran terdidik semakin memperpanjang barisan pengangguran. Para sarjana-sarjana mudah berbaris bak Angsa dibelakang saf perjuangan. Anterean panjang bermandi keringat membasahi seantero penjuru Negeri ini. Hanya dengan satu alasan "ingin mendapat pekerjaan". yaaa... hanya itu, sebagai satu bentuk takaran untuk menakar kelangsungan hidup di Negerinya sendiri. Agar mereka tak mau dijuluki sebagai orang-orang yang menjadi pengungsi di Negrinya.

Padahal, dengan berbagi jutaan ton potensi sumber daya Alam yang melimpah ruah di se-isi perut Negeriku. Sebenarnya merupakan satu kesempatan dan potensi yang timbul dari perut bumi, juga jatuh dari langit sebagai bentuk hadih dari Tuhan kepada Negeriku, dengan harapan "para pemangku tahta dapat  melakukan kewajiban yang luhur serta menjalankan pekerjaan yang suci murni" untuk meperdayakan tiap yang gelisah di pelataran Negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun