Mohon tunggu...
Nailir Rahmah
Nailir Rahmah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekeping Catatan Hati Para Wali Santri di TPQ Nurul Huda

20 September 2017   03:29 Diperbarui: 20 September 2017   06:14 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dulu berdirilah sebuah mushollah waqof di jl. MT. Haryono, Gang 6 C, Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, kota Malang yang jama'ahnya masyarakat sekitar. nama dari mushollah tersebut adalah Nurul Huda. Di kampung ini tidak hanya mushollah akan tetapi juga ada masjid yang mana jama'ahnya lebih ramai dari pada mushollah. Nama dari masjid tersebut adalah Al Ishlah  yang jama'ahnya lebih banyak dari pada musholla Nurul Huda.

Dengan kesepian yang diderita oleh mushollah, maka ketua RT yaitu pak Umar bermusyawarah dengan masyarakat untuk memilih  mendirikan sebuah TPQ dengan beberapa tujuan, yang pertama, agar mushollah Nurul Huda tidak sepi lagi, yang kedua, memudahkan masyarakat untuk melatih anaknya mengaji, dan yang terakhir, agar mushollah ini tidak hanya ramai di waktu malam saja akan tetapi juga ramai di waktu senja. Ramai dengan anak kecil yang dengan semangatnya melafadhzkan iqra' dan Al Qur'an, pujian dan do'a selesai sholat.

Akhirnya, berdirilah sebuah TPQ yang dinisbatkan dari nama masjid yaitu "TPQ (Taman Pendidikan Al Qur'an) Nurul Huda". Pada saat itu pak Umar membuka Open Rekruitment untuk Mahasiswa yang berminat dan mempunyai waktu kosong di sore hari. Mahasiswa yang diterima menjadi ustadz ustadzah pasti sudah melalui tes dan pre-tes. Peserta didiknya dimulai dari jenjang PAUD, TK dan SD.

Wali murid dan tenaga kerja TPQ yang biasa disebut dengan pak guruuntuk yang laki-laki dan bu guruuntuk yang perempuan sudah seperti teman. Dalam artian teman curhat bagaimana pengembangan anak di TPQ dan dirumah. Wali murid menitipkan anaknya di TPQ dengan cara mendaftar terlebih dahulu dengan syarat dan ketentuan yang sudah ada diTPQ.

Kami, pak guru sama bu guru mencoba untuk welcome untuk wali santri. Bahkan dengan canggihnya zaman, wali santri meminta untuk dibuatkan grup WA yang tujuannya kita bisa sharing bersama meski belum mengenal satu sama lain. Juga antara orang tua dan guru tidak ada miskomunikasi tentang TPQ.

Di grup WA wali santri kami menemukan sebuah curahan hati  wali santri teruntuk pak guru dan bu guru.


Anak-anak kami adalah bagian dari jiwa kami

Kami mencuntai mereka, tapi cinta kami seringkali buta,

Tak sanggup melihat 'aib dan kurang mereka...

Kami menyayangi mereka, tapi kasih sayang kami

Terkadang tak cukup untuk menyelamatkan mereka dari api neraka

Menyadari ketidakberdayaan kami, dengan sepenuh kesadaran

Kami lepaskan anak-anak kami jauh dari rumah, tempat mereka dibesarkan...

Ada sesak yang kami tahan di dada

Ada air mata yang diam-diam kami tumpahkan

Ketika meleas kepergian mereka....

Hanya harapan yang sanggup membuat kami berpura-pura tersenyum

Harapan kiranya perpisahan ini menjadi jalan

Yang  akan mengantar mereka menuju ketakwaan...

Anak-anak kami, datang ke pondok ini dengan segenap kekurangan mereka

Maafkan.....

Jika mereka kurang santun dalam berperilaku

Kurang sopan dalam bertutur kata

Kurang sungguh-sungguh dalam belajar

Kurang taat pada peraturan

Dan sederet kekurangan lainnya....

Anak-anak kami,bukan sepotong kain yang kamikirim untuk dijahit menjadi baju dalam hitungan hari

Bukan adonan epung yang hanya butuh beberapa jam untuk mengolahnya menjadi roti....

Tapi, jiwa-jiwa yang punya ego dan perasaan, yang perlu proses untuk membentuk akhlak dan kepribadian mereka......

Mungkin, sesekali mereka akan membangkang,

Dan dengan keerbaasan ilmunya, justru menjerumuskan diri  ke dalam dosa....

Saat itulah, kami harapkan teguran penuh kelembutan dari usadz untuk anak-anak kami..

Atau, peringatan tegas, bahkan sedikit "kekerasan" dalam batas syari'at  sebagai pendidikan....

Betapapun kami menyayangin anak-anak kami

Betapapun kami ingin mereka hidup nyaman tanpa beban

Kami masih tega melihat mereka menanggung "kesusahan"hidup sebagai santri, demi mendidik mereka menjadi pribadi bertakwa...

Kami rela mereka menanggung beban dunia,

Api kami tak sanggup melihat anak-anak kami terjerumus dalma dosadan tersiksa dalam panasnya api neraka......

Karenanya,

Dengan segala kerendahan, kami (mengharapkan bantuan ustadz dalam membimbing mereka......

Anak-anak kami, pergi jauh meninggalkan orangtua dan sanak saudara,

Kami harap di pondok mereka menemukan gantinya...

Rengkuh mereka sebgai anak, atau adik yang disayangi setulus hati....

Kami, dengan sepenuh usaha kan belajar ikhlas melepas anak-anak kami....

Akan kami iringi kesabaran ustadz dengan ketabahan..

Akan kami imbangi kegigihan antum dengan do'a dalam sujud panjang...

Akan kami teladani keikhlasan dan kesungguhan antum, sebab kami sadar, kamilah yang pertama bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak kami....

Biidznillahh, insya Allah.........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun