Mohon tunggu...
Hety A. Nurcahyarini
Hety A. Nurcahyarini Mohon Tunggu... Relawan - www.kompasiana.com/mynameishety

NGO officer who loves weekend and vegetables

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yenny, Sang Internona

20 Mei 2015   19:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat mencari sosok inspiratif untuk diceritakan, pikiran ini berkeliling, menjelajahi kembali hubungan pertemanan, kekerabatan, sampai ke hubungan profesional yang selama ini telah terjalin. Hmm, tidak mudah memang karena bagi saya, setiap perempuan terlahir dengan kebisaannya masing-masing. Unik dan tidak bisa disamakan satu sama lain.

Tiba-tiba, pikiran saya mengarah pada satu nama yang sudah tidak asing lagi bagi saya, “Mbak Yen!” Ya, Mbak Yen. Entah mengapa, pikiran ini justru sibuk mencari yang jauh, padahal yang di dekat saja, ada sosok yang sangat menginspirasi dan cukup antimainstream di kalangan keluarga.

[caption id="attachment_384637" align="aligncenter" width="607" caption="Perkenalkan, kakak saya, Yenny - Sang Internona. Foto ini saya ambil dari akun Facebook pribadinya."][/caption]

Perkenalkan, namanya Yeni Nur Sulistyowati. Lahir di Bantul, Yogyakarta, 30 tahun yang lalu. Dengan nama yang cukup panjang itu, saya cukup memanggilnya, ‘Mbak Yen. Sederhana, tidak ribet, dan panggilan kesayangan sekeluarga besar. Dalam bahasa Jawa, ‘mbakatau ‘mbakyu’ adalah kata sapaan untuk perempuan yang usianya lebih tua. Saya dan Mbak Yen adalah kakak beradik. Tahun kelahiran kami hanya berbeda empat tahun. Mbak Yeni terlahir tahun 1984, sedangkan saya tahun 1988.

Menurut cerita orang tua kami, sejak dalam kandungan, Mbak Yeni diduga akan terlahir sebagai seorang laki-laki. Mobil-mobilan, helikopter, dan pesawat baling-baling sudah dipersiapkan untuk menyambut kelahirannya.Nyatanya, takdir berkata lain. Mbak Yen terlahir sebagai perempuan. Walaupun demikian, uniknya, Mbak Yenkecil justru cepat akrab dengan mainan seperti mobil-mobilan, helikopter, dan pesawat baling-baling daripada boneka. Sebaliknya, saya, si adik, justru tidak terpisahkan dengan boneka dan satu set permainan ‘masak-masakan’.

Seiring tumbuh dewasa, kami benar-benar menjadi dua anak perempuan yang mempunyai sifat yang berbeda. Mbak Yen adalah anak pertama yang berani, cuek, dan tomboi. Sedangkan saya, adiknya, adalah si bungsu yang manja, pemalu, dan ‘girly’. Dengan kontrasnya pembawaan kami, nyatanya, kami justru saling melengkapi dan akrab satu sama lain.

Masa SMA, Mbak Yen yang tomboi punya hobi baru. Dalam seminggu, ia akan menyisihkan uang sakunya untuk membeli tabloid olahraga tentang sepak bola. Saat itu, tayangan tentang sepak bola memang sedang gencar-gencarnya. Setiap akhir pekan, hampir semua stasiun televisi mempunyai program acara ‘sport’ yang membahas sepak bola. Mbak Yen pun tidak pernah absen untuk menontonnya.

Sebagai adik, mulanya saya biasa saja. Mungkin, Mbak Yen memang sedang ikut larut dalam tren di antara teman-temannya. Sesekali, saya pun ‘curi-curi’ membaca tabloid sepak bola yang dibelinya dan menemaninya menonton acara ‘sport’ di televisi.  Pelan-pelan, akhirnya, saya pun ketularan juga. Jika mbak Yen adalah fans Inter Milan di Liga Italia, saya adalah fans Manchester United di Liga Inggris. Jika Mbak Yen mengidolakan Ronaldo dan Javier Zanetti, saya mengidolakan David Beckham.

Tidak sampai di situ saja, Mbak Yen pun ikut dalam sayembara (kuis) yang diadakan oleh Si Tabloid. Caranya, kita cukup membuat Tim Impian (The Dream Team) dengan nama klub yang boleh kita karang sendiri. Setiap klub, terdiri dari kiper, bek, gelandang, dan penyerang layaknya klub sepak bola sungguhan. Klub sepak bola kita akan mendapatkan poin berdasarkan apa yang dihasilkan di pertandingan yang nyata. Misalnya, ada pertandingan antara Inter Milan dan Juventus. Jika Ronaldo adalah penyerang dalam ‘The Dream Team’ kita dan di pertandingan itu, Ronaldo berhasil membuat gol, maka kita akan mendapatkan poin. Begitu seterusnya. Saya geleng-geleng kepala saja. Mbak Yen cukup ‘khusuk’ saat menyusun ‘The Dream Team’ versinya dan fasih untuk memilih pemain yang diprediksi bisa bermain bagus agar ia cepat mendapatkan poin.

Dari situ, Mbak Yen memulai kebiasaan begadangnya. Selain tayang di malam hari, ada pertandingan sepak bola yang ditayangkan pada dini hari oleh stasiun televisi. Menurutnya, untuk mendapatkan pemain yang bagus, ternyata tidak hanya membaca dan mengikuti beritanya. Ia harus menonton langsung pertandingannya, terlebih pertandingan tim kesayangannya, Inter Milan.

Kamar tidur Mbak Yen yang semula polos dan hanya berhias beberapa poster Britney Spears, lambat laut berganti menjadi poster skuad Inter Milan. Ada pula poster besar yang menampilkan jadwal pertandingan Liga Italia pada musim itu, plus tulisan pulpen skor pertandingan oleh Mbak Yen. Barang-barang di kamar menjadi berwarna hitam biru, mulai dari sprei, jam, syal, kaos, dan lain-lain. Pokoknya, semua serba Inter Milan!

Walaupun kuliah di jurusan Keperawatan UGM, tidak menyurutkan kecintaannya pada bola. Mbak Yen justru berbeda dengan kebanyakan orang. Ia pun mulai membuat forum dan bertemu dengan beberapa orang sesama pecinta Inter Milan (Interisti) yang semuanya laki-laki. Mama sempat khawatir karena Mbak Yen menjadi satu-satunya perempuan dalam forum itu. Tak jarang, mama meminta saya untuk menemani Mbak Yen saat bertemu dengan para Interisti itu.

Siapa sangka, dalam beberapa pertemuan Interisti itu, lahirlah komunitas Interisti Yogyakarta. Oleh orang-orang, Mbak Yen dianggap sebagai salah satu inisiatornya. Saya pun yang dulu hanya ikut menemaninya ikut bangga. Tidak sampai di situ saja, Mbak Yen terus berinovasi dan membuat komunitas pecinta Inter Milan yang hanya ditujukan untuk perempuan. Internona, namanya.

Internona? Ya, Internona. Saya sempat tertawa saat Mbak Yen menceritakan idenya. Dulu, saya dan Mbak Yen sempat mendapatkan tiket menonton pertandingan klub PSS Sleman di stadion Mandala Krida selama satu musim, gratis. Di antara para pendukung PSS Sleman, ada beberapa perempuan yang membawa spanduk bertuliskan 'Slemanona'. Dari situlah, Mbak Yen, terinspirasi dan membuat komunitas Internona.

[caption id="attachment_384638" align="aligncenter" width="640" caption="Bersama teman-teman Internona Jakarta, saya pun ikut berfoto. Foto ini dimuat dalam salah satu tabloid olah raga ibu kota."]

1432125947177653630
1432125947177653630
[/caption]

Pelan-pelan, Internona mulai dikenal banyak orang. Di mana ada interisti, di situ pasti ada Internona. Digathering nasional, nonton bareng (nobar), pertandingan futsal, pokoknya semua ada. Terlebih, saat Mbak Yen bekerja dan tinggal di Jakarta. Internona mulai tumbuh di setiap daerah. Mbak Yen diangkat sebagai koordinator Internona Indonesia dan berhasil mengikutsertakan Internona dalam kepanitiaan acara ‘Inter Milan Tour Indonesia’ tahun 2012.

Selain itu, cara unik Mbak Yen dengan mempopulerkan istilah ‘Sang Internona’ sebagai nama  akun email atausocial media, membuat Internona cepat dikenal banyak orang. Banyak perempuan penggemar Inter Milan yang juga menggunakan kata ‘Internona’. Seperti virus, kata 'Internona' menular cepat.  Tengok saja akun email Mbak Yen. Selain sesuai identitas profesinya, ners_yenny@xxx.com, Mbak Yen juga mempunyai email yenny.internona@xxx.com.

Perempuan, berprofesi sebagai perawat anestesi, menyukai sepak bola, dan aktif dalam kepengurusan Interisti dan Internona  justru menjadikan Mbak Yen sebagai sosok yang berani tampil beda. Dunia sepak bola yang identik dengan laki-laki, ternyata tidak melulu didominasi laki-laki. Sebagai perempuan, Mbak Yen bisa kreatif melihat peluang dan mengajak perempuan lain untuk tidak malu-malu lagi mengakui jika menyukai bola. Mbak Yen benar-benar menginspirasi perempuan Indonesia.

Jadi, kenalkan, kakak saya tercinta, Yenny, Sang Internona! Sapa dia di twitter @yenny_internona

Buon lavoro, Mbak Yen!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun