Dirgahayu Republik Indonesia.Â
Milad ke-72telah tunai terlaksana. Upacara pengibaran bendera, penurunan, lomba-lomba nan meriah pun karnaval seru di berbagai daerah sebagian juga usai. Apalagi yang harus dirayakan? Kemeriahan serupa apa yang masih harus diburu?
Usia negara makin mendekati seperempat abad menuju genap seratus tahun berkenegaraan.Â
Saya patut merasa bangga. Hidup di era pemerintahan dengan pergantian pucuk tertinggi di negara terjadi dengan enam karakter pemimpin berbeda. Masa-masa penuh hiburan di era 80-an sampai 90-an akhir. Masa-masa pergantian abad millenial yang diwarnai perkembangan teknologi, pun sampai pergeseran karakter generasi asbab perubahan teknologi tersebut.
Apa yang bisa saya perbuat? Terus-terusan berbangga diri, merasa menjadi bagian dari generasi terbaik bangsa?
Semoga tidak. Jangan sampai.
Yang bisa saya lakukan kemudian, mengawal kemerdekaan yang telah diperoleh para pejuang di masa-masa awal perebutan, pertahankan dan pelestarian kemerdekaan dahulu. Tak muluk-muluk. Cara-cara yang saya lakukan dengan pengetahuan yang saya miliki.
Yang tertua, Loenpia.Net. Keluarga ini mengajarkan saya sisi-sisi teknis satu blog, yang kemudian bisa saya pahami dalam cara yang lebih sederhana untuk kemudian yang terapkan di blog-blog saya. Memasang koleksi foto pribadi di header blog, misalnya. Atau tambahkan widget ini-itu, sambungkan akun-akun sosmed ini itu di sidebar blog.
Keluarga besar berikutnya, Sasak.Org. Komunitas Sasak (suku terbesar di pulau Lombok, tanah kelahiran saya) diaspora yang berembuk sewaktu-waktu melalui milis dan juga web. Mengajarkan saya banyak bidang kepenulisan sesuai profesi masing-masing anggotanya yang beragam.
Dua keluarga besar saya ini, kebetulan sama-sama berulang tahun di bulan Oktober.
Berikutnya, semakin spesifik dan lebih homogen, komunitas Ibu-Ibu Doyan Menulis (IIDN) dan Blogger Perempuan Semarang Gandjel Rel. Keluarga besar baru yang terjaga sampai tulisan ini lahir. Keluarga besar yang menyatukan sebagian besar anggotanya dengan 'nyawa' sama. Para ibu dengan kompleksitas peran domestiknya, namun tetap tuliskan banyak hal.
Berbarengan dengan keluarga Blogger Gandjel Rel, saya juga merasa sangat bersyukur menjadi bagian dari komunitas penulis di kanal jurnalis warga, Kompasiana. Saya blogger dus kompasianer.Dua nama dengan satu nyawa, menulis.
Luangkan sebagian waktu dari keseharian dengan menulis. Mengolah diksi di berbagai bentuk. Berita, review, merangkai diksi menjadi fiksi, atau sekedar melancarkan keran berpikir otak tentang segala hal.
Paling sederhana, saya sedang memenuhi ketentuan paling dasar dari maksud tulisan saya ini. Saya menulis. Menuliskan mengapa saya boleh mengaku-aku blogger.
Jiwa kepenulisan inilah yang saya gunakan di setiap euforia perayaan kemerdekaan. Bagaimana saya memaknai setiap event, mengemasnya berbekal apa yang saya ketahui, meneruskan di berbagai bentuk tulisan. Semata dan demi tunjukkan, inilah Indonesia di mata saya. Inilah kemerdekaan yang dirayakan di banyak tempat.
17 Agustus, setiap tahun, terlewat di angka 72. Masih setengah jalan dari usia yang telah saya lakoni. Namun keyakinan saya masih mengental satu, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah tentang 34 atau 35 Provinsi. Terujung di Aceh dengan Sabang, dan Papua di timur dengan Merauke. Ratusan suku bangsa, ribuan bahasa (dialek, aksen plus berjuta kosa kata daerah), jutaan pulau besar dan kecil, lautan luas dengan kekayaan bahari yang masih saja jadi magnet nelayan luar.
Terasa banyak, namun masih saja belum selesai terjelajahi, trip-trip saya ke berbagai spot di Lombok. Minimal kota kelahiran saya, Selong, satu kota kabupaten dari empat kabupaten serta satu kotamadya di pulau seribu masjid. Kabupaten Lombok Timur. Satu nama dari hampir ratusan nama kabupaten se-Indonesia yang belakangan mulai saya akrabi sejak tergabung di Generasi Pesona Indonesia (GENPI). Relawan digital berlatar profesi yang berbeda-beda, namun optimalkan kanal-kanal sosial media mereka sebagai corong terdepan event pun spot pariwisata di daerah mereka masing-masing.
Bagi saya, hanya dengan menulis saja, kesibukan harian saya terasa padat. Hampir tak ada celah jenakkan diri.
Begitu pun, saya merasa kecil di hitungan 261 juta-an penduduk Indonesia. Hanya ibu rumah tangga biasa dengan sedikit kemampuan menulis, berada di salah satu sudut Lombok, berharap bisa konsisten di barisan terdepan generasi digital penebar segala hal serba positif. Ikhtiar dan konsistensi yang juga sama saya harapkan dilakukan banyak pihak lain, senaif apa pun harapan tersebut, agar sama berujung di generasi Indonesia terbaik.
Bohong jika saya mengaku tak berharap Indonesia di barisan negara maju dunia. Selisih tiga tahun dan seperempat abad lagi, mari bekerja bersama, membangun banyak hal positif sebagai latar dan dasar Indonesia maju.
Kemudian akan ada satu hari,17 Agustus 2045, banyak generasi muda tegakkan dagu. Bernyanyi lantang, 'Maju Tak Gentar, Membela Yang Benar..'Maju Serentak, Tentu Kita Menang' , karena Indonesia telah benar maju. Pendidikan terbaik bagi anak negeri, kesehatan terjaga bagi segenap lapisan masyarakat dan kehidupan sejahtera yang bukan sekadar impian pun di barisan angka-angka janji-janji politis.
Semoga. Amin.