Mohon tunggu...
Mukhlisin
Mukhlisin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang pembelajar dari kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Masa Depan: Alternatif Bagi yang Cinta Belajar tetapi Benci Sekolah

12 Oktober 2017   05:22 Diperbarui: 12 Oktober 2017   05:39 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peralihan Sistem Pendidikan Era Industri Ke Era Teknologi

Masihkah anda ingat rumus luas lingkatan yang anda pelajari saat kelas 6 SD? Masihkah anda ingat zat apa yang menyebabkan warna hijau pada daun yang anda pelajari saat kelas 5 SD? Tentu kita semua telah melupakannya karena kita tidak pernah menggunakan pengetahuan tersebut seumur hidup kita. Tetapi hal-hal demikian kita pelajari sepanjang SD, SMP, dan SMA. 

Sesuatu yang tidak pernah kita butuhkan dalam hidup kita namun kita berusaha keras mengejar pengetahuan tersebut dan berharap pengetahuan tersebut dapat membawa kepada kesukesan. Menurut saya ini adalah hal yang ironis, kita mempelajari sesuatu yang tidak berguna kemudian berharap dengannya hidup akan lebih lancar.

Namun beginilah pendidikan era industri, manusia dipenjara oleh sistem dan mengubah setiap anak menjadi produk yang nantinya dapat "dijual" ke perusahaan yang mengambil sumber daya anak tersebut untuk kepentingan industri. Hal ini juga terlihat dari setiap individu orang yang memilih jurusan, pendidikan yang mengarahkannya agar dapat dipekerjakan oleh industri. Cita-cita gaji besar mewabah dan setiap guru mendoktin agar belajar dengan giat agar kelak bos perusahaan akan senang. Jika anda menganggap hal ini normal, saya turut prihatin dengan anda. Pendidikan harusnya menjadikan manusia unik, setiap orang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda yang perlu didukung. Namun sekolah hanya memandang keunikan sebagai keanehan. Nilai akademik yang rendah mencerminkan kebodohan yang mutlak dialami seorang anak yang dapat digunakan sebagai alat untuk meramal masa depan yang suram bagi anak tersebut.

Dunia berubah, cara berfikir juga harus berubah, disini saya menawarkan sistem pendidikan yang sama sekali baru yang dapat menjadi alternatif atau bahkan menggantikan sistem pendidikan yang telah ada sekarang. Sistem yang saya tawarkan ini menyadari bahwa setiap orang berbeda, memiliki cara belajar yang berbeda, materi ajar yang berbeda, dan yang pasti, kurikulum yang berbeda pada setiap orang karena setiap orang unik.

Dalam sistem ini, seseorang perlu menentukan terlebih dahulu apa tujuan mereka belajar. Setelah mereka belajar, apa yang ingin mereka dapatkan, dapat lakukan, dan dapat kembangkan. Setelah menentukan apa yang mereka perlu pelajari, mereka dapat menentukan apa yang akan mereka pelajari, merancang kurikulum, materi ajar, menentukan kapan belajar, dan bagaimana mereka belajar. 

Era teknologi adalah era informasi sehingga dunia ini saat ini dipenuhi informasi sehingga seseorang tidak perlu berangkat ke sekolah untuk belajar. Namun seseorang perlu pembimbing tempat ia bertanya jika seandainya ada hal-hal yang membingungkan. Disinilah peran komunitas belajar yang mana, senior dapat membimbing adik-adiknya yang masih bingung tentang suatu ilmu atau keterampilan.

Setelah seseorang memperoleh pengetahuan tertentu melalui proses belajarnya, orang tersebut perlu melalui tes untuk mengukur kompetensi atas belajar yang ia lakukan. bedanya sistem ini memisahkan sekolah menjadi 2 lembaga yang memiliki fungsi yang berbeda. Pertama adalah lembaga belajar yang fokus memberikan materi tertentu kepada seseorang (untuk tipe orang yang senang belajar dikelas). Yang kedua adalah lembaga uji kompetensi, yang fungsinya adalah menguji kompetensi pengetahuan yang diperolehnya melalui proses belajar. LUK (Lembaga Uji Kompetensi) tidak peduli bagaimana cara mereka mendapatkan pengetahuan, yang terpenting adalah apakah mereka memiliki kompetensi pengetahuan yang ia pelajari atau tidak. Jika mereka cukup memiliki ilmu pengetahuan yang mereka pelajari, mereka dapat lulus.

Mengapa harus dipisah? menurut pengalaman saya, terlalu banyak kecuruangan yang dilakukan murid, guru, sampai kepala sekolah dalam pengaturan nilai skor akademik. Jika soal yang diberikan banyak dan sulit, nilai siswa akan jelek dan akreditasi sekolah akan terancam. Sehingga guru mengasihani murid dengan memberikan nilai yang tinggi walaupun sebetulnya siswa tersebut tidak memahami materi yang diajarkan. Namun soal yang sangat mendasar dan sedikit tidak dapat mewakili pengetahuan yang diperolehnya. 

Ada 100 materi yang diajarkan dalam kelas, namun hanya 5-20 materi yang diuji. Sang murid dang guru tidak mengetahuai apakah 80 materi tersampaikan atau tidak. Akibatnya murid hanya menjadi bodoh karena mereka tidak menyadari kesalahan mereka.

Dengan dipisahkan lembaga belajar dengan lembaga uji, seorang murid yang sudah belajar di lembaga belajar harus menguji diri sendiri, menyadari kekurangan ilmu yang diproleh sebelum melakukan uji kompetensi di lembaga uij. Lembaga uji tidak boleh berbisnis, berlaku curang atau mengasihani kebodohan orang yang diuji karena hanya meluluskan orang orang yang tidak layak. Lembaga ini harus menetapkan hal-hal apa saja yang harus dimiliki seseorang agar seseorang tersebut layak dikatakan "berilmu" dan layak menggunakan ilmu tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun