Mohon tunggu...
Mujib AlMarkazy
Mujib AlMarkazy Mohon Tunggu... Guru - Hidup mulia atau mati dalam perjuangan mencari ridho Allah

Guru Ngaji di Pedesaan, yang penting Allah ridho untuk bekal akhirat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Poligami Antara Ilmu dan Kemauan

20 Mei 2019   06:55 Diperbarui: 20 Mei 2019   07:13 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: twitter.com/detikcom

Hubungan dengan orang tua pasca menikah dan hubungan dengan mertua mesti menjadi pertimbangan evaluasi kemampuan seseorang dalam berilmu tentang institusi rumah tangga. 

Belum lagi tanggung jawab dari seorang lelaki kepada saudara perempuannya yang belum menikah jika orang tuanya sudah berusia lanjut. Inipun masih dalam kontrol dan tanggung jawab dari seorang saudara lelaki. 

Hari ini begitu banyak rumor dan keadaan yang carut marut. Bagaimana mengakurkan antara istri dengan mertuanya alias orang tua suami, begitu sulit. Tidak sedikit hanya karena menuruti keinginan istri maka seorang anak telah durhaka kepada orang tuanya. 

Padahal tanggung jawab dari seorang istri adalah mentaati suaminya dan tanggung jawab dari seorang suami adalah mentaati orang tuanya terkhusus ibunya. 

Memanglah benar, "Menikah adalah separuh agama." Jika tidak dipenuhi kacaulah separuh agama dari sang suami, jika dipenuhi sempurnalah separuh agamanya.

4. Hati tanggung jawab siapa?

Suatu ketika Rasulullah saw., pun pernah berdoa, "Ya Allah inilah kemampuan saya dalam menunaikan kewajiban saya kepada keluarga saya. Jangan Engkau membebani saya pada sesuatu yang tidak aku sanggupi."

"'Bunda Aisyah r.a., ia berkata, "Nabi SAW membagi-bagi sesuatu antara isteri-isterinya secara seadil-adilnya dan beliau berkata, "Ya Allah, inilah cara pembagianku (yang dapat aku) lakukan pada sesuatu yang aku miliki (pembagian nafkah, pakaian, dan lain-lain), maka janganlah Engkau cela aku pada barang yang Engkau miliki (kecintaan di dalam hati), dan itu tak dapat aku miliki." (H. R. Abu Dawud dan Tirmizi)

Hati adalah milik Allah. Allah hanya akan menghukumi sesuatu yang telah kita nampakan. Kekurangan dalam hati hanya Allah yang tahu. Selama seseorang itu tidak berniat untuk menzalimi pihak lainnya, maka kelemahan yang ada di hatinya bukanlah suatu dosa. 

Misalnya, seorang suami secara hati lebih condong kepada seorang istri itu hal diluar kemampuan suami untuk mengontrol itu dan seharusnya istri mensyukuri hal itu karena bisa membantu suaminya dalam menunaikan kewajibannya mungkin yang tidak dimiliki oleh dirinya tapi disempurnakan oleh partner madunya. Bahkan istri pun akan mendapatkan pahala yang setimpal atas keridhoan dalam mengabdi kepada agama Allah dan suaminya.

Kami sengaja tidak membahas yang berhubungan dengan cinta dan hati secara panjang lebar. Penulis memahami bahwa memang kehidupan rumah tangga membutuhkan cinta dan kasih sayang, akan tetapi kesalahan terbesar bukan berada pada sunnah nabi yang suci itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun