[caption id="attachment_159074" align="aligncenter" width="640" caption="e-Paper Harian Kompas yang bisa dibaca lebih pagi bersama secangkir kopi panas dari pelosok daerah terpencil."][/caption] Ditengah menjamurnya media online di jagat maya dengan menyediakan berita terkini dan tercepat belum memuaskan para pembaca. Kebiasaan membuka lembaran-lembaran surat kabar (koran) yang berisi berita dan informasi tidak mungkin dilupakan. Seni dan tata letak media cetak, ditambah ulasan yang lebih lengkap, pilihan kepada media cetak tetap jadi prioritas. Padahal, berita dan informasi itu umumnya sudah lebih dahulu diketahui melalui media online. Hanya saja, berita yang disajikan berita online belum lengkap. Ulasan berita yang lebih luas hanya dapat ditemukan di media cetak, sehingga banyak pembaca yang cukup tergantung kepada lembaran-lembaran surat kabar. Di daerah saya, Takengon Aceh Tengah, untuk membaca lembaran-lembaran surat kabar, baru dapat dibaca sekitar pukul 10.00 WIB. Inipun untuk penerbitan lokal. Sedangkan untuk surat kabar nasional baru bisa dibaca esok harinya (terlambat sehari). Transportasi menjadi kendala sebuah penerbitan tiba lebih pagi. Membayangkan membaca Harian Kompas setelah shalat subuh yang ditemani secangkir kopi panas, terasa bagai mimpi disiang bolong. Saya harus pasrah membaca berita hangat dari Harian Kompas setelah beritanya basi, tetapi itulah resiko berada di daerah terpencil dan terisolir. Dan dengan sangat terpaksa, penerbitan lokal menjadi satu-satunya bacaan pagi bersama secangkir kopi. Penerbitan lokal lebih banyak didominasi berita-berita daerah. Sedangkan porsi berita nasional dan luar negeri sangat sedikit. Kalau ingin membaca ulasan berita nasional dan luar negeri, kita harus menunggu esok harinya. Ditengah hangatnya berita nasional yang terkait dengan berbagai masalah hukum dan politik, “syahwat” untuk segera bisa membaca ulasan lengkapnya, makin tak tertahankan. Minggu lalu, saya mencoba berlangganan Harian Kompas e-paper dengan harga langganan sebulan sebesar Rp.50 ribu. Setelah mentrasfer uang sebesar itu melalui BNI, saya mengirim konfirmasi kepada pengelola e-paper. Tidak lama setelah itu, saya pun bisa membuka Harian Kompas versi e-paper. Senangnya, ternyata tampilan Harian Kompas versi e-paper sama persis dengan Harian Kompas versi cetak, baik jenis hurufnya, pewarnaan, dan tampilannya. Kemudian, saya mengarahkan kursor ke halaman dua, karena disana ada kolom Kilas Politik dan Hukum yang menjadi bacaan favorit setiap membaca Harian Kompas. Wah, semuanya persis dengan Harian Kompas versi cetak (kertas). Saya merasa sangat puas. Ini artinya, membaca Harian Kompas versi e-paper sama dengan membaca Harian Kompas versi cetak (kertas). [caption id="attachment_159076" align="alignleft" width="300" caption="e-paper Harian Kompas edisi Senin 30 Januari 2012, bisa baca koran dari pelosok desa bersamaan dengan warga Jakarta"]