Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Friend Will be Friend

6 September 2017   10:03 Diperbarui: 6 September 2017   10:11 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisa dibayangkan bagaimana kita hidup di suatu kampung dalam kesendirian, tidak ada orang lain dan hanya kita sendiri. Hari pertama dan ketiga, mungkin kita masih merasa enak, merenung dalam kesunyian, tetapi coba sampai sebulan, pasti rasa kesepian dan kebosanan yang datang menghinggapi. Manusia itu ditakdirkan sebagai makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. Sangat susah manusia untuk hidup seorang diri dalam waktu yang sangat lama dan tanpa teman sedikitpun di sekitarnya.

Seberapa banyak anda punya teman? Saya yakin dari semua kita pasti mempunyai teman. Teman merupakan keluarga kedua bagi saya. Waktu yang dihabiskan dalam hidup ini mungkin komposisinya adalah 50:50 antara yang dihabiskan dengan keluarga dan dengan teman. Itulah mengapa banyak anjuran dari orangtua, alim ulama yang  menyarankan untuk pandai-pandai memilih teman.

Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau:
"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Namun coba bayangkan, kalau teman kita sedang terperosok jatuh entah secara materi maupun akhlaknya, kira-kira siapa yang akan menolongnya kalau bukan temannya sendiri, di luar keluarganya. Kalau kemudian kita ikut meninggalkan teman yang butuh bantuan untuk keluar dari kegelapannya, terus seberapa dalam lagi dia akan lebih terpelosok dan siapa yang membantunya. Bukankah kita diperintahkan oleh Allah untuk tolong menolong:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya" [al-Midah/5:2].

Sesungguhnya hakikat pertemanan tidak tergantung dalam keadaan apapun, baik ketika kondisi di atas ataupun dalam kondisi di bawah alias mblangsak. Teman sejati akan hadir ketika kita berada pada kondisi di bawah, sakit, terpuruk, mblangsak, atau tersesat jalan hidup. Anda bisa memilih untuk berteman dengan siapapun, teman yang diyakini akan membawa kebaikan kepada diri anda. Tetapi ketika anda telah memilih seseorang menjadi teman, maka apakah pantas meninggalkannya ketika dia butuh anda? 

Bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya, ketika anda dalam kondisi terpuruk dan butuh dia. Biarpun teman saya berkhianat, saya akan menganggapnya tetap teman, bukan seorang bekas teman, seorang teman yang sedang tersesat. Biarlah waktu yang akan menyadarkannya nanti dan tugas kita untuk menasehati serta menariknya kembali ke jalan yang benar. Satu prinsip yang harus diingat dalam berteman "berbaur tapi tidak lebur", tetapi kalau teman mengajak kepada kebaikan maka ikutilah, kalau teman membawa kepada keburukan maka sadarkanlah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun