Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sumur Tua, Mata Air Abadi

16 April 2024   08:52 Diperbarui: 16 April 2024   11:21 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumur tua di Kampung Semango, Desa Leming, Kec. Terara, Lombok Timur NTB (dokpri)

Alkisah, terdapat sebuah sumur tua sekitar 75 meter dari rumah saya ke arah timur. Letaknya di pinggir jalan kampung saya, Semango, Desa Leming, Kecamatan Terarah, Lombok Timur, NTB.

Usia sumur itu sudah sudah lebih dari setengah abad. Bisa jadi 75-100 tahun. Saat saya masih kanak-kanak sumur itu sudah ada. Mungkin itu sumur pertama yang dibangun.

Dulu sebelum jalan masuk ke kampung, sumur itu berada di tempat yang tersembunyi, terletak di antara semak belukar. Semak itu berfungsi sebagai pelindung bagi warga yang sedang mandi. Pada masanya tempat itu dipandang angker. 

Sebagian besar masyarakat percaya pada mitos bahwa sumur itu memiliki semacam jin penunggu. Satu dua orang mengaku pernah bersua dengan makhluk menyeramkan saat melintas pada waktu-waktu tertentu.

Saat jalan dibangun jalurnya melewati area sekitar sumur sehingga semak belukar itu dibabat dan lokasi menjadi lapang. Sekarang mitos jin penunggu itu sudah berlalu. Mungkin pula jin penunggunya telah eksodus karena sumur itu tidak lagi dipandang menyeramkan.


Di samping sumur terdapat sebuah batu besar berbentuk pipih. Luas permukaan pipihnya sekitar 1 M². Batu itu digunakan sebagai tempat sholat.

Saya ingat, mulut sumur itu pada awalnya berbentuk bundar sebagaimana sumur pada umumnya. Lubang sumur berdiameter sekitar 1.5 meter. Dinding lubang sumur disusun dengan bata merah setinggi pinggang orang dewasa.

Dulu warga mengambil air dari sumur itu dengan timba atau gayung yang diikat dengan tali panjang. Gayung itu dilempar ke dalam sumur. Setelah terisi air gayung itu ditarik  ke permukaan tanpa menggunakan katrol.

Dari sumur itulah warga mengambil air untuk memasak, mandi, dan mencuci. Di masa lampau warga mengambil air dan dibawa pulang untuk ditampung di bak penyimpanan berupa periuk dari tanah liat.

Pada masyarakat Sasak tradisonal, ada dua jenis Periuk tempat penyimpanan air, yaitu, selao dan bong. 

Selao merupakan penyimpanan air yang diletakkan di dapur untuk masak dan minum.

Bong berfungsi sebagai tempat penyimpanan air yang umumnya diletakkan di salah satu sudut halaman. Air bong biasanya digunakan untuk mandi, cebok, atau berwudhu. 

Ukuran bong lebih besar dari selao. Di bagian bawah bong terdapat lubang kecil untuk mengucurkan air. Lubang itu biasanya diberikan penutup dari karet atau kayu yang disesuaikan dengan besar lubang. 

Untuk mencuci pakaian biasanya warga membawa cuciannya ke sumur. Di samping sumur tua, di seberang jalan terdapat pula sebuah kolam yang cukup besar di dalam sebuah kebun milik warga kampung. Pemilik kebun sengaja membuat kolam itu untuk keperluan mandi dan mencuci warga kampung. Belakangan kolam itu jarang digunakan warga karena sebagian besar warga sudah memiliki kamar mandi dan WC.

Sekitar tahun 90-an sumur tua itu kemudian direnovasi agar dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai sarana sanitasi umum. Dalam renovasi itu liang sumur ditambah menjadi tiga bagian. Dua lubang sumur untuk mandi yang dibuat terpisah untuk laki-laki dan perempuan. Ke dua tempat mandi itu disekat dengan tembok. 

Satu lubang lagi dibuat di luar, khusus untuk mencuci pakaian dan perangkat dapur. Di antara sumur untuk mandi dan mencuci dibuatkan tempat shalat dengan ukuran sekitar 1.5 X 2 M. Di sebelah barat sumur dilengkapi dengan sebuah toilet.

Beberapa tahun yang lalu sumur kembali direnovasi. Lubang sumur tidak mengalami perubahan. Bagian yang berubah hanya tempat shalat dan kamar kecil atau toilet. Toilet dipindahkan ke sebelah timur sedang tempat shalat di sebelah barat sumur. Tempat shalat yang lama dijadikan sebagai bagian dari dua lubang sumur untuk mandi.

Sampai sekarang sumur itu masih tetap dimanfaatkan warga. Walaupun rerata setiap keluarga memiliki kamar mandi dan toilet, sebagian besar warga kampung lebih memilih mencuci dan mandi di sumur tua itu.

Saat masih lajang, saya dan teman-teman menjadikan sumur itu sebagai tempat mandi setelah keluyuran tanpa ujung pangkal. Sore hari, usai mandi biasanya kami nongkrong sambil bersenda gurau dan berbagi cerita tentang kesedihan, kemarahan, cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan berbagai gejolak anak muda. 

Semua cerita itu berakhir pada tawa yang terpingkal. Cerita itu akan berkesudahan menjelang petang untuk melanjutkan petualangan masa muda yang berakhir tanpa tujuan. (Dasar masa muda kampung).

Air sumur itu hampir tidak pernah surut. Isinya selalu meluap keluar dari bibir sumur jika tidak digunakan untuk mandi atau mencuci. Bahkan saat musim kemarau airnya hampir tidak pernah surut. 

Ketika sumur di tempat lain berkurang atau mengering, airnya tetap mengalir keluar dari bibi sumur. Saat kemarau panjang, banyak warga dari kampung sekitar datang untuk mandi dan mencuci. Bahkan untuk keperluan hajatan seringkali warga dari kampung lain mengambil air dari sumur itu. Airnya disedot dengan mesin pompa ke dalam mobil bak terbuka yang bagian dalamnya dilapisi terpal.

Sebagaimana sumur pada umumnya, sumber airnya berasal dari mata air yang cukup besar. Mata air itu terus mengalir abadi sepanjang masa, dari dulu sampai kini.

Seperti apa mata air sumur tua itu? Saya bukan ahli geologi yang memiliki pemahaman yang dapat menjelaskan secara ilmiah sumber mata air di sumur itu.

Namun, saya tentu berusaha mencari tahu tentang mata air dengan cara googling. 

Sebagaimana dilansir dari beberapa sumber, mata air (spring water) sering diartikan sebagai sebuah kondisi alami dimana air tanah mengalir keluar dari akuifer.

Akuifer merupakan lapisan di bawah tanah yang dapat menyimpan  dan mengalirkan air. Lapisan akuifer mengandung formasi batu-batuan yang mampu melepaskan air dalam jumlah yang banyak.

Dikutip dari Wikipedia, sumber air yang berasal dari mata air tersebut merupakan air yang sudah layak untuk dikonsumsi karena mengalami purifikasi secara alami (self purification). 

Sebuah mata air dapat bersifat ephemeral (intermitten atau kadang-kadang) atau perennial (terus-menerus).

Berdasarkan referensi di atas itu saya berkeyakinan bahwa sumur tua itu memiliki sumber air yang berasal dari mata air perennial karena airnya meluah secara kontinu, terus-menerus. Saya menyebutnya sebagai mata air abadi.

Sampai saat ini sumur tua itu masih tetap digunakan warga. Keberadaannya sangat membantu warga karena tidak memiliki sumur pribadi. Hampir setengah dari warga kampung mendapatkan manfaat dari sumur tersebut, terutama untuk mencuci dan mandi.

Sejauh ini sumur tersebut belum dikelola dengan baik sebagai sarana sanitasi umum. Namun jika terjadi kerusakan warga cukup sadar untuk berpartisipasi melakukan perbaikan.

Satu hal yang selalu mengkhawatirkan warga adalah anak-anak kecil yang kerap mandi di lubang sumur tanpa pengawasan orang tua. Apalagi jika tidak bisa berenang, bisa berisiko terjadi hal yang tidak diharapkan. 

Anak bungsu saya yang baru lima tahunan juga kerap bermain di tempat itu bersama teman sebayanya. Namun saya selalu berusaha melakukan kontrol dengan menemaninya bermain di sekitar sumur.

Lombok Timur, 16 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun