Ketika sumur di tempat lain berkurang atau mengering, airnya tetap mengalir keluar dari bibi sumur. Saat kemarau panjang, banyak warga dari kampung sekitar datang untuk mandi dan mencuci. Bahkan untuk keperluan hajatan seringkali warga dari kampung lain mengambil air dari sumur itu. Airnya disedot dengan mesin pompa ke dalam mobil bak terbuka yang bagian dalamnya dilapisi terpal.
Sebagaimana sumur pada umumnya, sumber airnya berasal dari mata air yang cukup besar. Mata air itu terus mengalir abadi sepanjang masa, dari dulu sampai kini.
Seperti apa mata air sumur tua itu? Saya bukan ahli geologi yang memiliki pemahaman yang dapat menjelaskan secara ilmiah sumber mata air di sumur itu.
Namun, saya tentu berusaha mencari tahu tentang mata air dengan cara googling.
Sebagaimana dilansir dari beberapa sumber, mata air (spring water) sering diartikan sebagai sebuah kondisi alami dimana air tanah mengalir keluar dari akuifer.
Akuifer merupakan lapisan di bawah tanah yang dapat menyimpan dan mengalirkan air. Lapisan akuifer mengandung formasi batu-batuan yang mampu melepaskan air dalam jumlah yang banyak.
Dikutip dari Wikipedia, sumber air yang berasal dari mata air tersebut merupakan air yang sudah layak untuk dikonsumsi karena mengalami purifikasi secara alami (self purification).
Sebuah mata air dapat bersifat ephemeral (intermitten atau kadang-kadang) atau perennial (terus-menerus).
Berdasarkan referensi di atas itu saya berkeyakinan bahwa sumur tua itu memiliki sumber air yang berasal dari mata air perennial karena airnya meluah secara kontinu, terus-menerus. Saya menyebutnya sebagai mata air abadi.
Sampai saat ini sumur tua itu masih tetap digunakan warga. Keberadaannya sangat membantu warga karena tidak memiliki sumur pribadi. Hampir setengah dari warga kampung mendapatkan manfaat dari sumur tersebut, terutama untuk mencuci dan mandi.
Sejauh ini sumur tersebut belum dikelola dengan baik sebagai sarana sanitasi umum. Namun jika terjadi kerusakan warga cukup sadar untuk berpartisipasi melakukan perbaikan.