Mohon tunggu...
Azizta Laksa M
Azizta Laksa M Mohon Tunggu... -

Pelajar SMA yang dikatakan "favorit" di ponorogo. terjebak diantara pilihan jurusan yang salah dan tak bisa kembali lagi.seorang yang ingin menjamah dunia perkuliahan secepatnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenyataan yang Pahit

28 November 2012   00:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:34 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah catatan kegiatan sosial

By Pelajar SMA biasa

Kalau pekerjaan yang paling disiplin. Bisa aku katakan kalau pelajar ialah pekerjaan yang paling disiplin. Mereka harus berangkat dan tiba di sekolah pukul 7 tepat. Berbeda dengan pekerjaan lain. mereka harus menempuh semua ini minimal 12 tahun. Dan tentu tanpa ada tunjangan atau cuti seperti pekerja kebanyakan. Aku sebagai pelajar SMA tak luput juga dari kewajiban ini.

Setiap hari bangun dengan rutinisitas yang sangat rigid tentu membosankan. Setiap hari bergelut dengan kata-kata, angka-angka, bersaing dengan teman sendiri. Tak jarang malah kita mengorbankan teman hanya untuk nilai statistik yang bisu. Memang kenyataan yang ironis. Dimana kita harus berjuang untuk masa depan. Tapi kita melupakan dasar kita yang paling dasar sebagai mahkluk sosial. Malah kita dipaksa untuk menjadi binatang. Yang tak kenal mana kawan mana musuh. Yang hanya kenal kepentingan.

Dengan pola hidup yang seperti ini Tak pelak hal ini membuatku lupa dengan apa yang ada diluar sana. Apa yang terjadi di luar sekolah. Secara karena kita terkurung di lingkungan tertutup. Kalau bukan hal yang mendesak. Kita tidak diperbolehkan untuk keluar dari lingkungan sekolah. Hal ini sangat berpengaruh dengan pola pikir kita. Pikiran kita lama-lama akan terkontaminasi. Tapi manusia adalah mahluk yang aneh. Dia bisa berubah hanya dengan kejadian tak terjuga. Dan sepertinya momentum itu akan datang.

Hari ini adalah 1 oktober 2012. Hari kesaktian pancasila. Pada hari tersebut sekolah saya biasa-biasa saja. Tapi ternyata sekolah saya memperingatinya dengan cara yang berbeda. Yaitu melakukan kegiatan bakti sosial. Dan saya menjadi bagian dari cara yang berbeda itu. Pada saat itu saya bertanya pada diri sendiri. Apakah? tujuan saya mengikuti kegiatan ini? Benarkah untuk membantu sesama?. hatiku belum siap untuk menjawab.

Karena statusku sebagai panitia dari acara ini. Kita sesama panitia saling bahu-membahu melaksanakan acara ini. Panitianya ternyata sebagian besar ialah pengurus dari Forum For Indonesia Chapter Ponorogo (FFI) mereka semua notabene ialah teman yang sangat nyaman untuk diajak kerja sama. Kini dengan semangat dan support dari teman-teman. Semua terasa sangat mudah.

Baksos kali ini Bertempat di desa terpencil di pingiran desa. Yaitu di daerah Kecamatan Jambon lebih tepatnya di Desa Sidowayah. Pertama memang tak sulit menentukan lokasi ini. Lokasi ini sudah cukup terkenal karena kekurangannya. Entah ini kekurangan dari sisi logistik, edukasi, dan lain-lain. tapi hal yang cukup mengejutkan. Desa ini pernah mendapat predikat desa idiot. Predikat yang sangat ironis mengingat desa ini berada di pingiran kota yang bisa dijangkau dengan setengah jam perjalanan.

Pada saat survey lokasi. Dengan komposisi sekitar delapan orang. Kami meninggalkan pelajaran di sekolah. Hal ini seperti menyelam sambil meminum air. Bisa bolos dari pelajaran yang membosankan, serta menjalankan kewajiban. Haha pada masa-masa SMA ini. Bisa membolos dari pelajaran itu seperti mendapat durian runtuh.

Survey kali ini. Bisa dikatakan gampang-gampang susah. Dengan medan sebagian masih berbatu kami sempat ragu apakah nanti teman-teman bisa melewati medan ini.  Tapi syukur. Hanya sebagian kecil yang masih berbatu. Sebagian besar sudah beraspal atau sudah dibuat jalan setapak. Dengan ini mobil maupun motor sudah leluasa malang melintang di daerah ini.

Ketika sampai di SDN 5 Krebet. Kami bertemu dengan kepala sekolah. Karena target kami ialah mereka anak SD yang akan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Memperoleh informasi tentang anak SD yang berada disini adalah hal yang utama. Setelah semua dirasa cukup kami segera kembali ke sekolah.

Karena status kami sebagai pelajar. Tentu bantuan yang paling tepat kita salurkan ialah tentang edukasi. Kita bertujuan, anak-anak dari desa itu bisa melanjutkan sekolah lebih tinggi. Hal tersebut tak pelak mewajibkan Kita selama seharian akan berubah menjadi motivator. Padahal sebelumnya tidak memiliki pengalaman sama sekali. Bayangkan. 300 orang akan menjadi motivator. Melatih mereka hanya dalam 3 hari bukan perkara mudah.

Tapi kami punya ide. Bagaimana apabila kita terbitkan sejenis panduan motivasi untuk pegangan masing-masing? Ide yang sangat bagus. Dengan itu, batu terbesar sudah terpecahkan. Untuk menyusun panduan itu pembina kami,Pak Hernu akan membuatnya.

Ketika Hari H. Sesuai dengan briefing, kami sekelas segera menuju ke lokasi baksos. Aku dan teman-teman beriringan menuju kesana. Dengan berjalan pelan kami semua dengan niat ikhlas ingin membantu sesama,ingin ikut merasakan penderitaan mereka. Tapi ternyata apa yang akan menanti kami,lebih dari sekadar penderitaan untuk dihilangkan.

Sekitar pukul 08.30 kami tiba di Balai desa Sidowayah. Di desa itu kami dengan bangga berfoto ria bersama pamong desa disana. Teman-teman semua kelihatan ceria dan sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Dari sini pertualangan yang sebenarnya dimulai.

Kami semua bisa disebut siswa yang berkecukupan. Kita mengikuti kegiatan ini aja ada yang mengendarai sepeda motor. Bahkan ada yang mengendarai mobil jeep, city car dan beragam jenis sepeda motor. Berangkat dengan baju almamater kebanggaan. Kami disana seperti golongan konglomerat yang hendak turun kelapangan. Mengumbar kemewahan.

Ketika sampai dilokasi. Hanya satu kata yang bisa menjelaskan keadaan di desa ini “Ironis”. Bayangkan, hampir semua anak bercita-cita ingin menjadi kuli bangunan,petani dan lain-lain. ketika ditanyakan alasannya hatiku langsung bergidik, mereka ingin cepat-cepat lulus SD dan langsung bekerja untuk membantu orang tua. Tapi ada fakta lain.

Lihatlah betapa mereka sangat senang ketika menerima sumbangan buku. Mereka sangat antusias, dan tidak ada wajah sedih diantara mereka. Mereka semua bisa menahlukkan segala rintangan. Masih bisa berdiri dengan kepala tegak walaupun mereka harus berhadapan dengan soal ujian nasional yang sama dengan anak-anak kota yang bergelimang fasilitas.

Mereka menuruni gunung untuk bersekolah. Disana jarang yang pakai sepatu. Hanya sebagian kecil saja yang bisa membelinya. Padahal gunung itu Kami saja kesulitan mendakinya. Berkali-kali harus istirahat.Tapi ternyata di wajah mereka, tak ada gurat lelah. Tapi miris, semangat mereka tidak difasilitasi dengan baik. Padahal disini habibi-habibi kecil menunggu momentum untuk bangkit.

Kami bercerita tentang manfaat memperoleh pendidikan tinggi. Kami bercerita kisah sukses kami di kota, berkisah dengan antutiasme tinggi. Kurasa sedikit kesombongan terpancar dari kami. Tapi ternyata mereka (anak-anak) sama sekali tidak minder atau berputus-asa! . mereka dengan semangat bertanya tentang beasiswa bertanya bagaimana rasanya belajar di kota dan lain-lain.

Ditengah keterbatasan fasilitas. Mereka tak menyerah, walaupun hanya berbekal sepatu butut dan satu buku. Mengikuti Kegiatan belajar seolah adalah hal yang wajib bagi mereka. Padahal sebagian orang tua ada yang melarang anaknya bersekolah karena sullitnya medan. Bayangkan hanya untuk bersekolah mereka harus turun gunung. Bahkan dilain tempat ada yang harus bergelantungan dijembatan rusak padahal dibawahnya sungai yang deras.

Kami merasa kalah. Mereka menempuh perjalanan berbahaya hanya untuk sekolah. Sedangkan kami? Sudah punya sepeda motor sendiri saja masih banyak yang telat masuk sekolah. Kami menghambur-hamburkan uang untuk pulsa tapi untuk buku? kami prioritaskan paling bawah di daftar belanja kami. Benar benar kenyataan yang pahit

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun