Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Palu

28 Mei 2017   16:56 Diperbarui: 28 Mei 2017   16:57 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gendis kaget setengah mati. Bagaimana tidak. Tayangan program berita di sebuah televisi hampir mencopot jantungnya dari katup. Suara lelaki itu amat di kenal. Bahkan sangat dikenalnya. Demikian pula dengan wajah flamboyan lelaki di televisii itu amat dikenanyal. Sangat kenal.

Sementara suara teman-temannya terus bergemuruh menyaksikan tayangan di televisi itu. Mak;um yang tampil dalam program interview itu seorang hakim terkenal yang dikenal para penegak hukukm sebagai hakim yang jujur dan berintegritas. Disegani kawan dan lawan.

" Duh tampannya lelaki itu. Bangga sekali kalau punya ayah seperti itu," ujar temannya.

" Gagah, awet muda. Tak kalah klas dengan aktor-aktor sinetron," timpal temannya yang lain.

Kekaguman dan decak kagum terus berhamburan dari mulut temannya tentang lelaki yang ada di televisi itu.

" Dermawan

" Terkenal

" Dan tentunya sangat beruntung nenpunyai ayah sepert itu,"  seru teman yang lain dengan nada suara kagum.

Gendis masih terdiam. Pandangan matanya berpaling ke arah jalan. Tak sama sekali menatap televisi. Padahal teman-temannya terus mengoceh tentang lelaki di televisi itu nada suara kagum, bangga bahkan mengimpikan memiliki ayah seperti lelaki setengah baya di televisi itu. Seorang Bapak-bapak setengah baya tampak mengulurkan tangannya.

Gendis merogoh dompetnya. Mengambil lembaran ribuan dan menjulurkannya kepada Bapak itu. Sebuah kalimat bernada terima kasih dilontakan Bapak itu yang dijawab Gendis dengan sebuah senyuman. Matahari makin meninggi. Cahayanya makin panas. 

Gendis tak habis pikir bagaimana ayahnya yang dikenalnya sebagai lelaki yang tak berharga diri bisa dinobatkan sebagai hakim terbaik tahun ini di negara ini. " Apakah dunia mau kiamat," pikirnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun