Suara bedug bertalu talu dari mesjid kampung Prolet. Â Berduyun duyun orang memadati mesjid lama itu. Â Takbir berkumandang tak henti. Mengisi udara pedesaan Solo yang pagi itu sangat sejuk tanpa mendung terlihat mengganggu.
Prolet bersama simboknya bersama sama sholat Ied di mesjid. Â Suasana sangat riang namun takzim. Â Lebaran memang begitu mudah menularkan keriangan kepada siapa saja. Â Bahkan burung burung kecil pemurung di atas kabel telepon ikut berloncatan gembira menyambut hari kemenangan bagi umat Islam ini.
Prolet teringat Tuan Puteri. Â Apa yang dilakukannya kalau sedang lebaran begini? Â Pergi ke luar negeri? Â Atau ke Bali? Â Prolet tersenyum. Membayangkan Tuan Puteri menambah bahagia suasana lebaran di hati.
--------
Usai sholat, Prolet berjalan menjajari simboknya pulang ke rumah. Â Tidak sabar rasanya mencicipi ketupat ditambah kuah opor ayam dan sayur labu pedas. Â Belum belum Prolet sudah merasakan pedasnya mengaliri lidah dan kerongkongannya. Â Ingin rasanya dia menghambur berlari. Tapi manalah mungkin mengajak simboknya berlari? Â Kuwalat nanti.
"Prolet, kemarin ada telepon dari bulikmu Lastri. Â Dia minta maaf kepada simbok karena dulu pernah bertengkar masalah warisan. Â Simbok harus bilang apa ya? Â Dia mengucapkan mohon maaf lahir batin dan selamat lebaran. Â Kamu kan tahu, bulikmu bukan beragama Islam. Â Dalam pengajian di tipi tipi setahu simbok tidak boleh saling memberikan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain. " Simbok bercerita sambil terus melangkah pelan. Â Prolet mendengarkan dengan seksama. Â Tapi bingung juga harus menjawab apa kepada simboknya. Â Pengetahuan agamanya hanya sebatas kulit luar saja. Â Prolet takut salah jika menjawab seadanya.
"Piye le, simbok sudah memaafkan bulik sejak dahulu. Â tapi apa yang harus simbok jawab untuk ucapan selamat lebarannya ya?" tanpa memperhatikan Prolet yang sedang mengerahkan pikirannya untuk mencari jawaban, simbok mengajukan pertanyaan sama kedua kalinya.
Prolet sedikit menengadah. Â Siapa tahu ada jawaban yang ditulis oleh birunya langit. Â Tentu saja tidak ada. Â Dia hanya berkhayal saja. Â Meminta bantuan siapa ya? Â Browsing di internet akan semakin membingungkan karena ada beberapa versi pendapat yang berbeda beda. Â Dia nanti malah akan semakin terjebak dalam kebingungan yang rumit.
--------
Beberapa belas meter lagi mereka akan sampai di rumah. Â Prolet sudah memutuskan,
"Begini saja mbok. Â Apa yang ada dalam hati simbok sampaikan saja kepada Bulik Lastri. Â Kalau simbok mau mengucapakan terima kasih saja, Prolet rasa tidak apa apa. Â Kalau simbok juga mengucapkan maaf lahir batin, Prolet pikir itu juga bukan masalah. Â Apa yang ada dalam hati simbok saja. Â Kita tidak tahu mana yang benar. Â Toh Tuhan juga paham apa yang dipikirkan dan diucapkan oleh simbok itu sama dengan hati atau tidak. Itu yang terpenting menurut Prolet mbok"