Mohon tunggu...
Mauliddia Siwi
Mauliddia Siwi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Unsur Intrinsik dalam Novel "Edensor", Andrea Hirata

21 Februari 2018   18:27 Diperbarui: 21 Februari 2018   18:29 16049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tema :

Tema dalam novel Edensor adalah petualangan, perjuangan, dan persahabatan. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa cuplikan pada novel ini.

  • "Tahukah kau Ikal? Hasil riset Sitrokim-C ini dapat menjadi kanon yang merontokkan bangunan absurditas teori- teori kaum evolusionis, lagaknya menceramahiku. Demi semangat persaudaraan, aku berpura- pura paham" (Mozaik 23 hal 98). Cuplikan ini menunjukan bahwa Ikal sangan menghargai persahabatannya dengan Arai yang notabennya adalah sahabatnya sejak kecil. Ikal memilih untuk tidak menyakiti hati Arai dengan berpura -- pura paham atas apa yang Arai katakan.
  • "Suatu ketika, pada bulan puasa, kami harus pulang karena ayahku sakit. Tak ada kendaraan yang dapat ditumpangi. Kami berjalan kaki, tiga puluh kilometer dari kota tempat SMA kami berada. Matahari membara, tepat di atas kepala. Panas menjerang tanpa ampun, aspal meleleh. Perutku kosong, kerongkongan kering. Aku melangkah seperti rangka kayu yang reyot. Pandangan berkunang-kunang. Kami kehausan dan menderita dehidrasi, bahkan sudah tak lagi berkeringat. Aku tak sanggup, waktu melewati danau aku ingin membatalkan puasaku. "Jangan," sergah Arai tersengal-sengal. la membopongku. Kami melangkah terseret-seret." (Mozaik 7 hal 40). Pada kutipan ini penulis mencoba menggambarkan betapa solidnya persahabatan tokoh Arai dan Ikal. Selain itu, penulis juga mengisahkan perjuangan mereka untuk bersekolah demi mengejar dan mewujudkan mimpi- mimpi mereka.
  • "Sekolah Muhammadiyahku yang doyong seperti gudang kopra itu ternyata bangunan kubus simetris yang efisien, bergaya etnik tropikal dengan spesifikasi multifungsi: sebagai kelas dan kadang-kadang sebagai kandang ternak" (Mozaik 6 hal 38). Pada sisi ini, Andrea Hirata mencoba menuangkan sisi perjuangannya dalam trilogi ini. Andrea menceritakan cuplikan kisah perjuangannya semasa sekolah di SD Muhammadiyah Belitong.
  • Tema perjuangan lebih ditekankan lagi pada mozaik 8 hal 42. "Sejak kecil aku harus bekerja keras demi pendidikan, mengorbankan segalanya. Harapan yang diembuskan beasiswa itu membuatku terpukau."
  • Dari beberapa kutipan di atas, kita bisa melihat dengan jelas tema yang disajikan penulis. Sedangkan tema petualangan diawali ketika tokoh Arai dan Ikal mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya ke Eropa. Petualangan mereka menjelajahi daratan Eropa dan Afrika diceritakan dalam mozaik yang berbeda sehingga memudahkan pembaca untuk lebih mendalami cerita.  "Aku takjub melihat gadis Belanda ini. Tak sedikit pun ia kedinginan. Tak heran Kumpeni bisa menjajah kita sampai karatan. Dari central station Amsterdam kami naik kereta menuju Brussel."(mozaik 10 hal. 55)

Alur atau plot :

Dalam novel Edendor, digunakan alur maju karena meskipun setiap bab nya berbentuk mozaik, namun tetap terhubung dengan alur yang digunakan. Hal ini dibuktikan oleh mozaik 2 hingga 5 yang menceritakan proses kelahiran hingga sibuknya penamaan bayi Ikal.

  • "Dan inilah bagian yang paling kusukai dari seluruh cerita ini. "Sambil terengah ibumu membentakku: 'Kautengok baik-baik jam weker itu, Rah! Tunggu sampai jarum panjangnya lewat angka dua belas! Aku ingin anak ini lahir tanggal 24 Oktober! Tidakkah kaudengar maklumat di radio?! Dua puluh empat Oktober adalah hari berdirinya Persyarekatan Bangsa-Bangsa, PBB! Hari yang penting! Aku mau anak ini jadi juru pendamai seperti PBB!'" Pukul dua belas malam lewat sedikit, bayi itu lahir, sungsang, kakinya lebih dulu. Baru setengah tubuhnya di alam bebas, lewat paha sedikit, bahkan sebelum matanya melihat dunia, demi mengecek propertinya, Mak Birah bersorak. "Nomor lima! Bujang!" (mozaik 2 hal.16).
  • Pada mozaik lainnya, diceritakan tokoh aria dan ikal pada masa SMA, "Hari ini, di kelas, Lone Ranger itu menggenggam tanganku kuat-kuat. Ia terpesona pada benda yang dibawa guru sastra SMA kami, Pak Balia." (mozaik 7 hal 33)
  • pada mozaik selanjutnya, penulis mengisahkan tokoh pada masa kuliah di Indonesia, dan melanjutkan strata 2 ke Eropa. "Aku dan Arai berhasil menyelesaikan kuliah tepat waktu. Kami mengikuti tes beasiswa untuk sekolah strata dua ke Eropa." (mozaik 8 hal.41). Hal ini membuktikan bahwa penulis menggunakan alur maju yang mana menceritakan kejadian dari masa lampau hingga masa sekarang.

Tokoh dan penokohan :

Weh : merupakan lelaki pandai nan cerdas yang terkena penyakit sehingga memilih untuk mengasingkan diri dari masyarakat dan menghabiskan hidupnya di perahu. Tokoh weh sendiri diulas lengkap pada mozaik 1.

  • "Langit, kemudi, dan layar, itulah samar ingatku tentang Weh. Tapi di sekolah lama Molten Bass Technisce School di Tanjong Pandan, aku pernah melihat fotonya. Tak bohong orang bilang bahwa dia bukan sembarang, karena Belanda hanya menerima pribumi yang paling cerdas di sekolah calon petinggi teknik kapal keruk timah itu."(mozaik 1 hal 2)
  • "Aku masih kecil dan Weh sudah tua ketika kami bertemu. Weh adalah sahabat masa kecil ayah ibuku. Puluhan tahun ia telah hidup di perahu." (mozaik 1 hal 3) kutipan ini menerangkan dengan jelas bahwa tokoh Weh telah lama hidup di dalam perahu.

Arai : Tokoh Arai adalah sahabat Ikal sejak duduk di bangku SD. Mereka bersahabat hingga duduk di bangku kuliah. Arai digambarkan sebagai tokoh yang cerdas, berpendirian teguh, memotivasi serta optimis bahwa ia akan meraih semua mimpinya.

  • "Kalimat itu adalah letupan pertama angan-angan yang menggelisahkan kami sepanjang waktu. Pungguk merindukan bulan! Tapi kepribadian Arai membuatku selalu berada di puncak Everest semangatku. "Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpimimpi itu," katanya" (mozaik 7 hal 34) dalam kutipan ini, aria merupakan tokoh yang menginspiras sahabatnya serta memiliki semangan yang ber api- api dalam mengejar impiannya.

Ikal : tokoh Ikal kecil adalah tokoh yang jail, namun saat dewasa ia berubah menjadi pribadi mandiri dan pekerja keras.

  • "Ternyata, harapan menggelora yang diletakkan di atas deretan kata agung namaku itu, hancur berserakan. Aku belum sekolah waktu bersekongkol dengan adikku---si no mor enam yang juga bujang dan membuat ibuku kapok bersalin---menyembunyikan naskah khatib sehingga ia gelagapan di atas mimbar. Aku dan adikku, bak Qabil dan Habil. Kejadian itu menjadi memorandum premier kejahatanku seumpama catatan debut Qabil dalam sejarah kriminalitas umat." (mozaik 3 hal 19). Cuplikan ini menggambarkan kenakalan dan kejahilan yang dilakukan Ikal semasa kecilnya.
  • "Sejak kecil aku harus bekerja keras demi pendidikan, mengorbankan segalanya. Harapan yang diembuskan beasiswa itu membuatku terpukau. Aku sadar bahwa apa yang kualami selama ini bukanlah aku sebagai diriku. Beasiswa itu menawarkan semacam turning point: titik belok bagi hidupku, sebuah kesempatan yang mungkin didapat orang yang selalu mencari dirinya sendiri. Aku telah tertempa untuk mengejar pendidikan, apa pun taruhannya." (mozaik 8 hal. 42), sedangkan pada cuplikan ini, ikal membuktikan perubahan wataknya yang menjadi dewasa, pekerja keras dan teguh pendirian.

Ayah : tokoh ayah digambarkan sebagai orang yang penyayang dan sabar. Ayah juga merupakan pekerja pada PN timah yang setia hingga ia dipensiunkan.

  • "Terserah Yah Ni...." Ayah yang pendiam hanya menatapku putus asa. Dalam keadaan ini, biasanya Ayah menaikkanku ke tempat duduk belakang sepeda Forever-nya, mengikat kakiku ke tuas di bawah sadel dengan saputangannya agar tak terlibas jari-jari ban, lalu memboncengkanku ke bendungan PN Timah. Sepanjang jalan Ayah menasihatiku tentang kedamaian hidup seperti dicontohkan burung-burung prenjak berdasi, capung-capung, dan kaum kecebong. Pulangnya aku dibelikan tebu yang ditusuk tangkai-tangkai lidi." (mozaik 3 hal 19).

Ibu: Ibu merupakan orang tua yang masih terpengaruh oleh pemikiran kuno melayu, terutama dalam memberi nama pada anak. Ibu juga merupakan orang yang keras kepala.

  • "Kuhardik ibumu: 'Nyi! Mengapa kaupandangi terus jam weker itu?! Kau mau melahirkan tidak?!' "Ibumu tak peduli! Sama sekali tak peduli! Dianggapnya angin saja gertakku! "Itulah kalau kau mau tahu watak ibumu! Keras seperti kawat! Aku marah besar!" (mozaik 2 hal 15) kutipan ini menunjukan bahwa tokoh ibu merupakan tokoh yang keras kepala.
  • "Ayahanda, bagaimana kalau Andrea?" Telinga Ibu berdiri. "Aih! Nama macam apa itu? Itu bukan nama orang Islam!" Ayah berpendirian lain. Mungkin karena ia sudah mati akal. "Kalau begitu maumu Bujang, apa tadi? Andrea... ah, bagus juga kedengarannya, tak ada salahnya dicoba ...." Ibu tak terima. "Yah. Ni, tak ada nama orang Melayu seperti itu. Itu nama orang Barat. Mereka tak peduli soal nama dan itu nama anak perempuan."(mozaik 5 hal 27). Pada cuplikan ini, ibu digambarkan sebagai sosok wanita yang keras kepala dan masih terpengaruh oleh adat melayu.

Latar :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun