Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Menanti Aksi Zohri di Asian Games 2018 dan Menunggu Lahirnya "Zohri" Baru Sesudahnya

31 Juli 2018   09:28 Diperbarui: 31 Juli 2018   09:25 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi foto: Jakmania, pendukung kesebelasan Persija. (Dok. Pribadi)

Persoalan kedua adalah minimnya fasilitas berolahraga. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan kebutuhan akan lahan yang terus meningkat, sangat sulit mendapatkan lahan besar untuk berolahraga. 

Harga tanah yang tinggi di perkotaan mendorong pemilik lahan menjual tanahnya kepada para pemodal, sehingga tanah-tanah lapang berukuran besar menghilang di kota, berganti dengan bangunan-bangunan permanen untuk kepentingan bisnis.

Pemerintah juga abai. Pemerintah tidak memperhitungkan rasio penduduk usia produktif dengan penyediaan fasilitas untuk berolahraga. Banyak pemerintah daerah yang lebih mengutamakan kerjasama dengan pemodal dalam mengelola tanah milik Pemda, ketimbang menggunakannya untuk kepentingan masyarakat. Alasan yang terdengar sangat klasik: untuk mengejar pendapatan daerah.

Membina olahraga juga membutuhkan dana yang tidak kecil. Pemerintah harus menyediakan anggaran yang cukup secara berkesinambungan jika ingin membangun olahraga, baik untuk pelatihan maupun membangun sarana olahraga.

Sejauh ini hal itu tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah, baik di pusat dan di daerah. Ironisnya pemerintah justru sering bekerjasama dengan perusahaan yang produknya dinilai merusak kesehatan masyarakat!

Ketidakmampun atau pengabaian pemerintah (pusat dan daerah) mengakibatkan tenggelamnya anak-anak muda berbakat. Kita kehilangan jutaan anak-anak muda berbakat dengan sia-sia. Kita baru meratapi nasib setelah gagal dalam event-event olahraga besar internasional. 

Bayangkan di Sea Games 2017 lalu saja kita hanya menduduki peringat ke-5 di bawah Singapore! Padahal Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara. Jumlah penduduk Singapura hanya setengah penduduk Jakarta.

Yang harus disadari dalam dunia olahraga adalah bukan soal banyaknya jumlah penduduk, melainkan kualitas penduduk. Jika melihat posisi Indonesia di Sea Games jelas kualitas penduduk Indonesia di bidang olahraga sangat rendah. Itu karena system pembinaan yang mandek, atau ketidakmampuan pemerintah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

Kita tidak berharap prestasi atlit-atlit kita di Asian Games terpuruk. Tetapi kita harus belajar realistis mulai dari sekarang. Dalam olahraga tidak ada juara yang dilahirkan secara instan. 

Jago sulap, jago sihir, dukun, klenik atau apa pun tidak akan mampu melahirkan seorang juara dalam waktu singkat. Semua harus melalui proses latihan yang panjang, terarah, berkesinambungan, dan melibatkan ilmu pengetahuan modern!

Bila melihat prestasi Indonesia di Sea Games 2017, hendaknya masyarakat juga realistis menerima apapun hasil dalam Asian Games 2018 nanti. Yang perlu dilakukan adalah mengambil hikmah dari apa yang terjadi, untuk kemudian dijadikan pelajaran penting demi kebaikan ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun