Seminar-seminar tentang penguatan mutu pendidikan seringkali dihadirkan bagi praktisi dan akademisi. Calon guru dan guru begitu semangat menghadirinya.
Kalau saja seminar diselenggarakan tanpa iming-iming sertifikat, jumlah peminatnya boleh jadi tidak seberapa. Seminar dan sertifikat seperti supply and demand dalam hukum ekonomi.Â
Tuntutan dokumentasi berupa sertifikat kehadiran seminar membuat banyak guru di Indonesia 'terpaksa' menghadiri tanpa memahami esensi seminar itu sendiri.
Di beberapa seminar, absen kehadiran begitu dikejar agar jatah sertifikat tidak lari ke orang lain. Soal materi apa yang disampaikan, itu urusan lain lagi.Â
Sertifikat bagi guru-guru sangatlah penting, bahkan lebih sakti dari ilmu itu sendiri. Tidak heran, aplikasi ilmu dari setiap seminar sulit dilihat kasat mata.
Apakah sertifikat menggambarkan mutu pendidikan Indonesia?
Sulit untuk dijabarkan, namun mudah untuk dipaparkan.
Alur pendidikan di Indonesia masih berkutat pada kebiasaan yang sama. Materi terlalu berat, kerja murid mencatat, akhir semester melarat.
Di luar negeri, murid dibiasakan untuk memahami esensi materi dengan melatih bernalar. Mereka belajar untuk menggunakan akal dan pikiran guna memahami hal sederhana.Â
Lain halnya di Indonesia, murid tingkat sekolah dasar saja sudah dibebankan untuk mencatat pelajaran. Latihan bernalar dikesampingkan, tugas datang silih berganti.Â