Mohon tunggu...
Masluh Jamil
Masluh Jamil Mohon Tunggu... Lainnya - Satu diantara ribuan kompasianer

masluhj@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Nyantri" Saja Belum Tentu Bisa Jadi Kyai

10 Desember 2017   00:18 Diperbarui: 10 Desember 2017   00:26 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa Peserta MQK 2017 sedang mengadabadikan moment | Foto: Dokpri

Fenomena yang ada sekarang ini, banyak muncul orang dengan mudahnya mendapatkan label ustaz hanya bermodal belajar dari internet, sudah merasa percaya diri menjadi penceramah. Padahal untuk menjadi seorang penceramah, seharusnya memiliki tingkat keilmuan yang mumpuni.

Seharusnya mereka malu pada santri yang belajar di pondok pesantren. Anak pondok, mereka ngaji tidak serta merta menjadi seorang kyai kog. Karena mereka sadar, bahwa tujuan awal mondok, adalah ngaji, mencari ilmu. Mereka nyantri bukan untuk menjadi kyai.

Karena menjadi santri, mereka belajar berbagai macam disiplin ilmu agama dari guru mereka, sanadnya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Lha kalau belajarnya dari internet? atau dari guru yang sanad keilmuannya masih dipertanyakan, bagaimana pertanggungjawabannya?

Pentingnya Belajar Kitab Kuning

Kegiatan Musabaqah Qiro'atil Kutub (MQK) 2017 boleh jadi memang sudah selesai, akan tetapi semangatnya tetap menyala didalam dada. Apalagi sekarang ini masyarakat milenial sudah mulai meninggalkan kitab kuning. Hal ini dapat berakibat bahwa masyarakat akan memahami agama secara langsung melalui al-qur'an dan hadits, meskipun tidak memiliki ilmu yang cukup untuk mempelajari al-qur'an dan hadits.

Ini bisa diibaratkan, misalnya saja perhitungan 5+5x5, apabila kita belajar matematika tanpa ilmu yang cukup untuk mempelajarinya, maka kita akan didapatkan hasil perhitungannya adalah 50. Karena diperoleh dari perhitungan 5 tambah 5 hasilnya 10, baru kemudian 10 dikalikan 5 sehingga didapat angka 50.

5+5x5 kog 30! Kalkulatore kakean micin ini

Padahal hasil yang benar adalah 30. Yaitu, perkalian didahulukan baru  kemudian penjumlahan. yaitu 5x5 = 25, baru hasilnya (25) ditambah 5,  sehingga hasilya menjadi 30.

Kurang lebih seperti itu, apabila kita mempelajari Islam langsung dari sumbernya, maka akibatnya bisa kita rasakan, bahwa Islam yang seharusnya Rahmatan Lil Alamin berubah menjadi Fitnah perpecahan dikalangan umat Islam sendiri.

Oleh karena itu untuk dapat mempelajari Al-Quran dan Hadits kita memerlukan beberapa ilmu pendukung, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq/tasawuf, tata bahasa arab ('ilmu nahwu dan 'ilmu sharf), hadits, tafsir, 'ulumul qur'aan, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu'amalah).

Sebagaimana pendapat Muhtadin, yang sekarang menjabat Humas Dirjen Pendis Kemenag RI, bahwa sekarang ini banyak yang kebalik, banyak orang mengambil hukum Islam langsung dari Al-Qur'an dan Hadits, baru kemudian ijma' dan qiyas. Padahal seharusnya untuk mengambil hukum Islam harus dimulai dahulu dari qiyas, ijma' dahulu baru kemudian hadits dan al-qur'an.

MQK dari Tahun ke Tahun

Salah satu alasan diselenggarakannya MQK 2017 ini adalah untuk memotivasi dan meningkatkan kemampuan para santri dalam melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam bersumber kitab kuning.

MQK tahun ini dilaksanakan di Jawa Tengah, khususnya di pesantren Balekambang (Raudlatul Mubtadiin) Jepara, yang digelar mulai 29 Nopember sampai 7 Desember 2017.

Salahsatu peserta mendengarkan dengan seksama pertanyaan dewan hakim. | Foto: Dokpri
Salahsatu peserta mendengarkan dengan seksama pertanyaan dewan hakim. | Foto: Dokpri
Dewan hakim sedang melakukan penilaian | Foto: Dokpri
Dewan hakim sedang melakukan penilaian | Foto: Dokpri
Event MQK ini, awalnya adalah event 2 tahunan, yang pertama kali  dilaksanakan tahun 2004 di Pondok Pesantren Al Falah Bandung, Jawa  Barat. Untuk MQK yang kedua dilaksanakan tahun 2006 di Pondok Pesantren  Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Kemudian tahun 2008 MQK yang ketiga  dilaksanakan  di Pondok Pesantren Al-Falah Banjarbaru, Propinsi  Kalimantan Selatan.

Sejak tahun 2008 ini, MQK menjadi event 3  tahunan, dimana tahun 2011 yang merupakan MQK Keempat bertempat di  Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor, Lombok Timur,  NTB. Di tahun 2014 kemarin MQK yang kelima dilaksanakan di Pondok  Pesantren As'ad Olak Kemang, Propinsi Jambi.

Menurut Muhtadin, rencananya setelah tahun 2017 ini, Event MQK akan kembali ke event 2 tahunan lagi, sehingga MQK akan diselenggarakan pada tahun 2019. Sedangkan untuk tempatnya belum ditentukan.

Berkah Bagi Masyarakat

MQK 2017 ini selain membawa keceriaan bagi peserta, juga membawa berkah bagi masyarakat sekitar. Sepanjang area perlombaan terlihat banyak sekali pedagang kaki lima dadakan yang berjejer.

Sebut saja, Pak Mahmud, salah satu pedagang yang berjualan souvenir. Senyum bahagia terpancar di raut wajahnya saat saya datangi, beliau mengaku senang dengan adanya lomba ini. Dagangannya laris, dibeli untuk kenang-kenangan keluarga yang ada dirumah.
"Alhamdulillah, stok bahan baku kami, malam ini sudah habis. Tinggal besok pesan lagi" ucapnya

Di stand jual beli kaos dan sablon nama langsung jadi, nampak pengunjung  antri bergiliran agar namanya dapat terpatri pada kaos event nasional  MQK 2017 ini.

Pengunjung sedang memilah-milih buku | Foto: Dokpri
Pengunjung sedang memilah-milih buku | Foto: Dokpri
Tak hanya dari sisi pedagang barang, dalam bidang jasa, ada masyarakat, sebut saja abang Sarni yang memanfaatkan moment nasional ini untuk mengais rejeki dengan menawarkan ojek motor. Mengingat banyak orang dari luar daerah yang tidak tahu rute, apabila ingin sekedar jalan-jalan di luar area perlombaan. 

"Jalan-jalan menjadi lebih baik pak, setelah dilakukan pengecoran," imbuhnya

Berkat Kompasiana Coverage

Alhamdulillah, kami satu rombongan (yang berjumlah 20 orang) Kompasiana Coverage MQK 2017, dapat menyaksikan Kompetisi MQK di Jepara secara langsung. Sehingga kami mendapatkan informasi yang jelas dari sumbernya langsung.

Peserta Kompasiana Coverage | Foto: WA Group Kompasiana Coverage MQK 2017
Peserta Kompasiana Coverage | Foto: WA Group Kompasiana Coverage MQK 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun