Mohon tunggu...
Maria Febri Kristina
Maria Febri Kristina Mohon Tunggu... Penulis - Seorang mahasiswi yang sedang belajar menulis

Seorang mahasiswi yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Walaupun Luka Lama Terasa Sakit, tapi Aku Percaya Dia yang Menciptakanku Selalu Mempunyai Rencana Indah untukku

18 Agustus 2016   18:41 Diperbarui: 18 Agustus 2016   18:48 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Maria Febri Kristina

Masa lalu, aku percaya setiap orang pasti punya masa lalu. Baik itu masa lalu yang menyakitkan maupun yang menyenangkan. Begitu pula denganku, aku pun juga memilikinya. Walaupun kini memang banyak orang menduga jikalau aku memiliki masa lalu yang mengasyikan dan indah, sehingga aku bisa menjadi seperti ini. Mendengar perkataan mereka itu, aku pun hanya bisa tersenyum. Sebab mereka tak paham, bagaimana begitu susah payahnya aku karena mesti berdamai dengan masa lalu yang bagiku terasa menyakitkan.

Masa laluku, terkadang aku malas untuk membahas itu. Tapi jikalau seorang yang ingin mengetahui. Mungkin aku harus berbesar hati untuk menceritakannya. Ibarat kata laksana membuka luka lama yang sampai kini masih terdapat tanda bekas itu. Walaupun begitu aku sendiri tersadar. Kalau luka itu ternyata memberikanku banyak  pelajaran berharga. Walaupun terkadang aku merasa luka itu terasa sangat sakit. Apalagi bila harus membukanya, Dan ternyata saat aku membukanya, luka itu belum sembuh juga. Ah, sungguh tidak enak jika harus membuka luka lama itu. Terasa sakit dan perih, ya itulah yang aku rasakan.

Masa lalu, bagiku masa lalu  itu adalah  masa yang cukup menyakitkan untukku. Sebab di masa itu, hari-hari ku tak pernah luput  dari ejekan, cemoohan, sindiran, bahkan penolakan. Memang, awalnya aku merasa sulit untuk menerimanya. Hingga pada suatu titik, dimana aku merasa lelah tak bisa menerima itu. Bahkan aku merasa diri ini tak berguna.  

Jujur saja, saat itu aku tak tahu bagaimana cara agar aku tak terlalu lama berada dalam lumpur kekelaman itu. Hingga saat itu aku pun terjebak pada dua pilihan, dimana aku harus keluar atau aku tetap berada di dalam lumpur rasa kelam itu.

Jalan-jalan sore di taman yang menjadi kesukaanku, terasa hampa dan tak berarti. Seakan percuma saja ku lakukan itu. Karena tidak bisa membuang jauh-jauh lumpur kekelaman itu.  Jujur saja, aku sendiri sempat merasa putus  asa karena semua yang ku lakukan sia-sia. Dan yang lebih parah lagi, sempat terlintas dari pikiranku untuk memilih  untuk tetap ada dalam lumpur rasa kelam itu. Ah, mungkin itu sebuah ide gila yang pernah aku pilih.

Doa, yang bagiku menjadi sebuah kebutuhan untuk menimba kekuatan dari Sang Sumber Cinta. Seakan terasa sangat kering, laksana tanah yang tandus yang sekian lama merindukan turunnya sang hujan. Hati dan jiwa ini seakan ingin sekali bertanya. “ Ah Tuhanku, dimanakah Engkau berada, saat jiwa ini terasa kering, laksana tanah tandus merindukan hujan?” Tak lama aku menunggu, rupanya Engkau masih senang melihatku tetap berharap dan ingin agar aku sabar menantikan pertolonganMu, menurut waktu yang Kau kehendaki.

Hingga suatu siang di saat matahari sedang asyik menari di angkasa bersama awan bagaikan puluhan kapas yang bertebaran. Aku pun yang kebetulan lewat di daerah itu. Mendengar bunyi lonceng dari sebuah kapela tua yang ada di situ. Entah mengapa, tanpa pikir panjang aku pun menyempatkan untuk sekedar mampir di kapela tua itu. Dan saat aku melihat jam yang ada di tangan kananku, ternyata waktu menunjukkan pukul 12.00 siang. “ Pantas saja, lonceng kapela tua itu berbunyi. ” batinku.

Saat aku masuk dalam kapela tua, tak seorangpun di situ. Walaupun begitu, sama sekali tidak membuatku takut untuk berdoa di kapela tua itu. Aku pun justru berharap bisa berlama-lama berdoa di kapela tua itu dan berharap Sang Sumber Cinta memberikan angin sejuk untuk pergumulan dan kegalauanku selama ini. Aku pun kemudian memilih bangku yang berada di tengah itu.  Sambil berlutut dan memejamkan kedua mata ini. Aku pun menikmati kesunyian yang ada di sana, walaupun hati ini ternyata masih sibuk bercakap-cakap dengan Sang Sumber Cinta. Tanpa terasa, air mata ini ternyata jatuh meluncur membasahi pipi.

Setelah sedikit merasa puas hati ini bercakap dengan Sang Sumber Cinta. Aku pun kembali  duduk di bangku itu sambil memandang patung Tuhan Yesus yang menunjukkan hatiNya yang bernyala-nyala menunjukkan belas kasihan yang tiada batasnya. “Ah Tuhanku, sungguh indah saat ku memandang patung Mu yang menunjukkan belas kasihan pada jiwaku yang terasa kering ini.”  Sesaat setelah aku mengatakan itu dalam hati kecilku, aku merasa seperti ada angin semilir yang menghampiriku.  

Di bangku itu ternyata ada sebuah buku ibadat harian, yang tampaknya buku itu sudah usang. Bagian dalam buku itu ternyata sudah banyak kertas yang sudah berwarna kecoklatan. Ternyata di salah satu halaman buku ibadat harian yang sudah usang itu terselip sebuah permbatas buku. Pada pembatas buku terdapat sebuah kutipan ayat Alkitab yang bertuliskan , “Aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaMu yang gagal.” Ayub 42:2.  Membaca sebuah kutipan Alkitab itu, aku merasa Tuhan telah menjawab doaku yang selama ini siang malam aku panjatkan. Aku pun merasa Tuhan telah mengisi kembali battery hidupku yang selama ini  kering dan kosong. Terima kasih Tuhan untuk pengalaman luar biasa siang itu.  Tamat.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun