Mohon tunggu...
Margita Widiyatmaka
Margita Widiyatmaka Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya seorang pembelajar. Pembelajar apa saja yang dapat saya jadikan bahan pembelajaran, untuk memahami kehidupan dan memaknainya dengan cara yang baik dan penuh keindahan. Hobi utama saya bertualang dalam dunia nyata maupun maya (internet), menulis maupun mohon saran/tanggapan, menulis puisi atau apa saja yang bisa saya tulis berdasarkan pengalaman dan informasi. Mudah-mudahan puisi/tulisan saya bisa menjadi sesuatu yang bernilai atau bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Strategi Kebudayaan Versi Mahfud MD

16 Mei 2013   22:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:27 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memahami kebudayaan secara luas, tentu tidak sebatas kegiatan kesenian, peninggalan sejarah, upacara tradisional, atau hukum adat semata. Kebudayaan pada dasarnya suatu sistem pengetahuan dan gagasan yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai pedoman mereka bersikap dan berperilaku.

Seiring dengan arus globalisasi, nampaknya kebudayaan kita (bangsa Indonesia) masih belum siap menghadapinya. Mau kembali ke masa lalu : tidak mungkin, menuju ke masa depan : bingung. Kita cenderung konsumtif mengambil makna simbolik yang instant seperti fanatisme terhadap budaya K-Pop (Korea), film-film India, maupun pada hal-hal yang berbau asing atau Western. Lalu, kebudayaan Indonesia mau dibawa ke mana?

Ciri-ciri atau tanda-tanda globalisasi antara lain pasar bebas, tuntutan Hak Asasai Manusia, isu lingkungan hidup, maupun arus informasi ke semua belahan negara melalui media sosial baik tweeter, facebook, BBM-an, atau sarana lainnya. Terhadap arus informasi yang tak bis dibendung itu, suka - tidak suka, siap - tidak siap, mau - tidak mau, kita harus menghadapinya. Tidak ada batas-batas dalam berkomunikasi antar negara, meski secara fisik masih ada batas-batas negara.

Cara pandang atau strategi negara kita dalam membangun pada masa lalu, menurut Mahfud MD (menyitir pernyataan Mustofa Bisri), perlu menjadi pembelajaran kita bersama. Memandang ekonomi sebagai panglima pada masa Orde Baru telah melahirkan "Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme" yang akarnya tidak mudah dimusnahkan hingga Masa Reformasi sekarang ini. Memandang politik sebagai panglima pada Masa Bung Karno (tahun 1965-an) juga telah gagal membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berbudaya dan sejahtera. Oleh karena itu kita butuh alternatif cara pandang atau strategi yang lain dalam membangun negara ini, yakni melalui "Strategi Kebudayaan Menuju Kemandirian Budaya Bangsa Indonesia".  Ini merupakan pidato kebudayaan beliau pada acara Kebangkitan Nasional 2013 Membaca Puisi Membaca Indonesia, Selasa Pon 14 Mei 2013 pukul 19.30 WIB-selesai di Tembi RUMAH BUDAYA (Jl. Parangtritis Km. 8,4, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta).

Inti pidato beliau adalah bangsa Indonesia tengah kehilangan arah, kehilangan jati dirinya sebagai "WHO AM I?". Bangsa ini telah mengalami 4D, yakni Disorientasi Budaya, Dismotivasi Budaya, Disfungsi Budaya, dan Dependensi Budaya.

Disorientasi Budaya dialami bangsa ini, karena budaya kita berorientasi tidak jelas, mau dibawa ke mana?

Dismotivasi Budaya ditunjukkan bangsa ini, karena budaya kita tengah kehilangan motivasi luhur dan unggul dalam menentukan dan menjalankan langkah-langkahnya ke depan.

Disfungsi Budaya bangsa ini tercermin dari proses degradasi fungsi budaya akibat korban proses komersialisasi (industri hiburan dan industru wisata) serta politisasi sesaat para politisi.

Dependensi budaya bangsa ini diperlihatkan dengan ketergantungan kita pada budaya global dibawah kendali rezim budaya Amerika, Eropa, Jepang, Cina, India, dan Korea. Dalam hal agama, budaya kita mulai berada dibawah kendali rezim budaya Arab-Mesir puritan.

Itulah kondisi obyektif bangsa Indonesia saat ini, jika ditilik dari sudut kebudayaan. Untuk mengatasi keadaan itu, bangsa Indonesia masih memiliki potensi obyektif berupa potensi historis, potensi cita-cita (sosial dan individual), potensi infrastruktur budaya, serta potensi semangat kemandirian.

Potensi historis : kita bagian dari sejarah Nusantara yang besar, jaya dan menyejahterakan rakyat. Dari sejarah Nusantara, kita dapat belajar banyak dari kekuatan kerajaan maritim yang terbentang dari Aceh sampai Maluku. Kita dapat pula belajar darai kerajaan agraris di Pulau Jawa, dan dari kerajaan maritim-agraris-agamis dari berbagai kerajaan yang beribukota di pantai-pantai atau di pinggir sungai-sungai besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun