Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tuan Nyalon Presiden, untuk Apa?

11 Mei 2018   06:53 Diperbarui: 12 Mei 2018   04:28 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : wartagas.com

Untuk apa ya nyalon presiden? Atau untuk apa ya mencalonkan diri menjadi wakil rakyat? Beberapa pertanyaan yang saya yakin akan berenang di fikiran para calon kompetitor dalam panggung politik tersebut. Ada banyak tanya yang menggantung dalam benak mereka yang memfigurkan diri sebagai calon "terbaik" dalam kontestasi politik.

Tak hanya pada calon-calon yang akan atau menjelang berduel cantik namun pahit tersebut, karena ada banyak tanya yang muncul dalam benak calon pemilih mereka. Siapa yang nyalon? Apa latar belakangnya? Visi misinya apa? Track recordnya bagaimana? Bekas koruptor bukan? Atau pertanyaan sederhana "Apakah nasib saya akan berubah karena si Anu nanti terpilih?" Atau apakah nanti mereka akan ingat akan janji-janjinya?

Sederet pertanyaan yang mengambang dan belum jelas akan membumi atau justru menguap. Semua secara sepontan akan muncul seiring dengan dimulainya proses demokrasi dalam pemungutan suara.

Meskipun semua pertanyaan tersebut belum bisa terjawab, semenjak dimulainya sistem demokrasi di Indonesia, tetap saja proses pemilihan orang nomer wahid di negeri ini harus terus berjalan. Sedikit melupakan apa tujuan sang calon, apakah murni memenuhi amanah rakyat atau amanah kantong pribadi. Yang penting rakyat memilih dan terpilihnya pemimpin negeri yang paling baik meskipun di antara orang terburuk sekalipun.

Antara tanya dan jawab yang belum tertunaikan

Masyarakat pemilih tentu akan memilih seseorang berdasarkan sepak terjang sang calon. 

Kedekatan mereka pada rakyat, termasuk bagi maayarakat religius tentu akan memilih yang rajin sholat atau rajin berjamaah di masjid. 

Begitu pula yang berprinsip sosok tersebut rajin ke tempat ibadah lain sesuai dengan agama yang dianutnya. Meskipun semua itu belum mutlak mewakili karakter calon. 

Namun paling tidak, faktor religiusitas menjadi faktor penentu terpilihnya sosok kontestan.

Akan tetapi, ternyata ada pula menilai sosok sang calon karena sama-sama memiliki hoby. Seperti menyukai makanan yamg sama, kendaraan yang sama dan atau karena latar belakang perguruan tinggi yang sama.

Semua itu menjadi poin penting seseorang memilih dan dipilih. Meskipun ada pula yang tidak pernah mengaitkan pada latar belakang seseorang, lantaran sama sekali tidak mengenalnya. Toh yang penting rakyat sudah disajikan data kertas yang sama sekali tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya. 

Begitu yakinnya calon incumbent membacakan data yang boleh jadi fiktif demi memenangkan kompetisi. Di tambah suara yang lantang dan meyakinkan disertai dengan mimik wajah yang juga sarat dengan kepandaian dan kecerdasan berpikir. Tentu menjadi tambahan poin agar mereka dipilih.

Belum lagi keberadaan media yang dibayar dengan uang cukup besar demi kepentingan tersembunyi. Sosok yang sebenarnya "garing" termyata dipoles dengan puja-puji hingga menjadi sosok yang menarik untuk dipilih.

Itulah fakta-fakta dan boleh saja hanya asumsi bahwa siapapun bisa terpilih menjadi juaranya. Juara dalam kompetisi demokrasi. Meskipun ragatnya juga besar dan banyak hal yang sudah dikorbankan.

Jika terkait dengan kondisi riil yang saat ini dialami tentu seperti kotak pandora yang belum sepenuhnya terjawab. Seperti: kemandirian bangsa, rakyat yang cerdas dengan sumberdaya yang unggul. Dan kita tidak tergantung dari uluran bangsa lain demi untuk bangun dan melangkah membangun bangsa. Faktanya sampai saat ini kondisi yang sungguh ironis tersebut masih saja terjadi.

Kapankah jawaban itu benar-benar terwujud?

Semua orang, siapapun yang mencalonkan diri berharap semua tanya itu mendapatkan jawaban yang memuaskan. Kendati tidak ada manusia yang bisa memuaskan manusia lain terkait kelemahan dirinya. Tetapi jika jawaban itu adalah hutang karena janji-janji yang belum terpenuhi tentulah jawaban yang riil amat dibutuhkan rakyat.

Jawaban yang bukan hanya retorika dan data-data yang boleh jadi fiktif, namun sebaliknya mendapat jawaban yang nyata meskipun itu amat sederhana di mata orang kecil.

Yang pasti semua orang butuh bukti dan bukan hanya janji. Butuh jawaban dan bukan hanya tanya yang menggantung di angan-angan dan belum membumi. 

Karena ini terkait janji. Janji adalah hutang dan hutang harus dibayar. Jika tak mampu membayar hutang maka jangan pernah berhutang. Jangan pernah perjanji jika tidak berniat menepati, karena semua dibawa mati.

Lalu, jika para calon merasa tidak mampu memenuhi janji mengapa mau mencalonkan diri? Tanya yang perlu dijawab dalam sanubari masing-masing.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun