Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diharapkan Kerangka Kerja "COC" Membawa Kedamaian dan Stabilitas Abadi

23 Agustus 2017   10:25 Diperbarui: 23 Agustus 2017   10:51 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bulan Juni 2017, penulis pernah memposting tentang Mengenal DOC dan COC untuk Laut Tiongkok Selatan .

Pada pertemuan Menlu ASEAN ke-50 yang berakhir awal Agustus lalu, negara-negara ASEAN dan Tiongkok telah mencapai kesepkatan mengenai Kerangka-Kerja  "COC untuk Laut Tiongkok Selatan (COC LTS)" atau "South China Sea Code of Conduct"   

Ini bisa dikatakan sebagai langkah penting lain untuk mengubah Laut Tiongkok Selatan (LTS) menjadi "lautan perdamaian." Namun, beberapa negara ekstra-regional ada yang tidak begitu bisa menerima kenyataan dan melihat LTS menjadi tenang. Sebelum pertemuan yang menggembirakan antara Tiongkok dan ASEAN, AS, Australia, dan Jepang mengeluarkan sebuah pernyataan bersama yang mengecam Tiongkok, mengingatkan negara-negara ASEAN untuk tidak melupakan dendam lama mereka dengan Tiongkok.

Beberapa analis media menyatakan bahwa pernyataan ini karena negara-negara ekstra-regional ini hanya khawatir dengan situasi yang akan mereka hadapi setelah "COC" disepakati.

Pada 8 Agustus di Manila, ibu kota Philiipnes, Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-50 ditutup. Alan Cayetano, 46 tahun, adalah Menteri Luar Negeri Filipina yang baru ditunjuk. Pada hari ini, ia menjadi topik pembicaraan di media. Pada konferensi pers, dia mempresentasikan prestasi Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ini dan pertemuan rutin.

Sumber: alchetron.com
Sumber: alchetron.com
Beberapa media ingin coba memojokkan Cayetano, tapi Cayetona yang bertampang halus dan berbudaya ini membuat ucapan yang tepat dan tegas, sehingga berbalik menyebabkan wartawan terpojok dengan pertanyaannya.

Journalist dari Philippine-based Rappier bertanya: Pak, bukankah Anda memberi terlalu banyak kesempatan atau lampu hijau kepada Tiongkok, pada dasarnya memberi jalur bebas dalam negosiasi ini? Pertama, Filipina dalam komunike bersama menyatakan tidak akan menyinggung tentang reklamasi atau militerisasi tersebut. Karena Anda disini berbicara dengan Tiongkok, merekalah yang sesungguhnya melakukan reklamasi. Apa tujuan Anda?

Alan Cayetano menjawab:  Apakah tujuan Anda untuk mempermalukan Tiongkok atau berkonfrontasi dengan  mereka? Atau apakah kedamaian dan stabilitas menjadi tujuan Anda di LTS? Atau agar COC dapat diloloskan?

Journalist dari CCN-Flilipina bertanya: Mohon maafkan saya untuk menanyakan tentang ini, mengapa tidak menyebutkan arbitrase? Mengapa tidak menyebutkan itu?

Cayetano: Karena kita tidak mau tidak ada kemajuan apapun. Tiongkok sudah siap membicarakannya, tapi jika Anda membicarakan arbitrase, maka tidak ada pembicaraan. Jadi apakah Anda lebih suka bahwa kita bersikap keras di atas kertas dan melemparkannya ke wajah mereka, dan tidak ada kemajuan yang terjadi di LTS? Atau apakah Anda lebih suka kita berbicara diplomatis dan kita mendapatkan semua hasilnya?

Selama Pertemuan Menteri Luar Negeri Tiongkok-ASEAN ini, kedua belah pihak sepakat dengan kesepakatan kerangka-kerja "COC". Berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak, ini akan menjadi dokumen internasional, kerangka-kerja "COC" untuk LTS tidak akan dipublikasikan untuk memberikan lingkungan politik yang lebih santai dan untuk langkah selanjutnya dalam negosiasi rinciannya.

Mengapa Disebut Kerangka --Kerja "COC" untuk LTS?

Berapa analis berpendapat, hal ini dikarenakan "COC" memiliki konteks rancangan atau bisa disebut arah disain. Atau arah pemikiran dua jalur.

Pemikiran dua jalur berarti bahwa perselisihan di LTS yang terkait dengan kedaulatan wialyah harus diselesaikan dengan saluran dua jalur. Perdamaian dan stabilitas di LTS akan dipertahankan oleh Tiongkok dan negara-negara ASEAN dengan pemikiran dua jalur.

Namun hasil yang menggembirakan bagi warga di negara kawasan ini dan pencinta damai dunia ini malah menimbulkan kecurigaan dan keraguan dari beberapa pihak. Beberapa kekuatan ekstra-regional secara terbuka mengungkapkan "keprihatinan mereka."

 

Pada pagi hari 7 Agustus lalu, Menteri Luar Negeri Jepang yang baru diangkat Taro Kono, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengeluarkan sebuah pernyataan bersama dalam pertemuan mereka di Manila yang sangat menentang "tindakan sepihak" Tiongkok di LTS.

Juli Bishop Menlu Australia menyatakan: Perselisihan teritorial di LTS mendestabilisasi dan meningkatkan ketegangan antar negara.

Pada hari yang sama, Menlu Jepang Taro Kono juga mengadakan konferensi pers pada KTT ASEAN dimana dia membuat sambutan. Dengan mengatakan: Berkaitan dengan isu-isu LTS, saya mengungkapkan keprihatinan serius saya atas situasi ini, dan menentang upaya sepihak untuk mengubah status quo secara paksa. Aturan hukum adalah bagian dari negara. Dalam hal ini, saya menekankan pentingnya keputusan arbitrase, dan juga fitur perselisihan non-militerisasi.

Tiga negara yang berada jauh dari LTS mengeluarkan sebuah pernyataan bersama yang dianggap terlalu dini oleh pengamat yang mengecam Tiongkok pada saat Tiongkok membuat kemajuan yang baik dengan negara-negara ASEAN mengenai isu-isu LTS.  Ini membuat banyak pihak yang tidak bisa tidak bertanya-tanya, apa niat asli dari AS, Jepang dan Australia?

Timbul pertanyaan dari pihak di kawasan ini, kita tidak cemas, jadi mengapa pihak yang berada di ekstra-regional menjadi cemas? Apa minat kalian di disini? Apakah ini justru mengungkapkan manipulasi kalian di balik layar? Sehingga mereka menyebutkan pernyataan bersama ketiga negara ini sebagai "skinny dipping." (sesuatu yang menelanjangi diri sendiri).

Biasanya, banyak pihak yang melihat mereka ini berbuat di belakang layar, tapi sekarang mereka mengungkapkan diri mereka sendiri, dan membuat masyarakat internasional dengan jelas bisa melihat kemitraan mereka yang tidak pantas. Mereka memperluas trik mereka untuk membuat kotor perairan di LTS seperti yang telah mereka perbuat sebelumnya.

Dan ini jelas bertentangan dengan apa yang disebutkan menjaga perdamaian dan stabilitas di LTS, seperti apa yang biasa mereka proklamirkan.

Beruntung, pernyataan gabungan AS-Jepang-Australia tersebut tidak mendapat tanggapan dari negara manapun. Ketika Menteri Luar Negeri Filipina Alan Cayetano ditanyai oleh wartawan saat konferensi pers bagaimana dia melihat pernyataan kuat AS-Jepang-Australia, Cayetano mengatakan: Kami adalah negara yang berdaulat. Kita akan memutuskan apa yang baik untuk kita, strategi apa yang baik untuk kita, karena kita adalah bangsa yang berdaulat. Jadi kami menghargai pandangan mereka, namun masalah sengketa teritorial antara Tiongkok dan Filipina adalah urusan antara Tiongkok dan Filipina. Dan kami sangat menghargai tidak diajari apa yang harus kami lakukan.

Pernyataan Menlu Filipina ini benar-benar untuk mempertahankan kepentingan nasional Filipina, namun ini mengecewakan media Barat. Penunjukan ini sudah dimulai dengan peringatan situasi LTS tahun lalu.

Majalah AS "Foreign Policy" dalam situsnya menuliskan "Minggu-minggu Donald Trump Kehilangan LTS" (The Week Donald Trump Lost the South China Sea) pada 31 Juli lalu sebelum Pertemuan Para Menlu ASEAN. Dalam artikel tersebut ditulisan ratapan pemerintah Trump yang tergerus pengaruhnya di LTS. Dan bertanya apa yang telah Washington lakukan?

Di sisi lain, ini mungkin menunjukkan bahwa negara-negara seperti AS, Jepang, Australia yang telah bebrapa kali mencoba mensensasionalkan masalah LTS tidak pernah mendapatkan sambutan baik dari negara-negara di kawasan ini,  tetapi ini mereka lakukan hanya untuk kepentingan mereka sendiri di kawasan ini.

Wang Yi Menlu Tiongkok memberi pernyataan: Dengan usaha bersama Tiongkok dan negara-negara ASEAN, kami telah menstabilkan situasi LTS. Kami telah membentuk kerja sama yang efektif, dan kami telah mendorong perselisihan kembali ke jalur penyelesaian melalui negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat.

Dengan terbentuknya kerangka-kerja "COC" untuk LTS, langkah selanjutnya adalah menegosiasikan COC, isu LTS akan memasuki tahap perundingan dan konsultasi baru yang praktis. Dengan kerangka kerja ini, pihak-pihak tidak akan jatuh atau terjerumus dalam jalur negosiasi, dan intensitas dan risiko konflik yang terjadi dalam sengketa LTS akan sangat berkurang.

Dari "DOC" ke kerangka-kerja "COC", di dalam menempuh perjalanan ini, LTS telah mengalami beberapa situasi yang sulit dikendalikan, dan bahkan menghadapi ancaman perang. Karena itu, hasil pada saat ini adalah sesuatu yang tidak mudah didapat, bahkan dinilai sangat tinggi oleh semua pihak.

Situasi Laut Tiongkok Selatan (LTS) Sebelumnya

Sebenar jika melihat sejarah untuk waktu yang lama setelah PD II berakhir, tidak ada masalah di LTS, dan tidak ada negara di kawasan LTS yang memperdebatkan Tiongkok menjalankan kedaulatannya di Kepulauan Nansha dan perairan sekitarnya.

Tapi sejak tahun 1968, setelah  sebuah organisasi yang berada di bawah Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik secara terbuka merilis sebuah operasi yang menyatakan bahwa LTS memiliki sumber daya minyak dan gas yang kaya. Sejak saat itu, Filipina, Vietnam, dan Malaysia mengirim pasukan untuk menduduki beberapa karang atol dan terumbuh karang di kawasan ini, yang menyebabkan timbulnya masalah LTS.

Untuk menjaga kedamaian dan agar berjalan di jalur yang sama dengan tetangga sesama dunia ketiga di LTS, Tiongkok mengusulkan prakarsa untuk "merundingkan di atas meja perselisihan untuk pembangunan bersama" dan menandatangani "Deklarasi tentang Perilaku para pihak dalam LTS (DOC)" ("Declaration on the Conduct of the parties in the South China Sea (DOC)" dengan negara-negara LTS lainnya pada tahun 2002, yang dengan jelas menyatakan bahwa sebelum ada solusi, tidak ada pihak yang mengambil suatu tindakan yang akan mempersulit perselisihan.

Setelah "DOC" ditandatangani, pihak-pihak yang terafiliasi sepakat untuk berusaha mencapai "DOC" berdasarkan konsultasi dengan suara bulat.

Namun situasi tenang di LTS setelah tahun 2009, situasi di LTS berubah drastis setelah Menlu AS, Hallary Clinton pada bulan Juli 2010 pada Pertemuan Para Menlu ASEAN di Hanoi, Vietnam, memberi pidato garis keras untuk pertama kalinya atas nama AS yang menyatakan akan "campur tangan" di LTS. Sejak itu gelombang pasang melanda isu LTS.

Masalah LTS telah memanas, terutama sejak tahun 2009. kita bisa mengatakan bahwa di balik pemanasan ini, kita telah mengalami beberapa liku-liku. Sehingga terjadi beberapa kali tikungan dan belokan yang telah membuat Tiongkok dan negara-negara di sekitar LTS terutama ASEAN sangat menyadari bahwa tidak ada jalan melalui oposisi, dan jika ada oposisi, ini hanya bisa menjadi membuat situasi sama-sama merugikan (lose-lose situation).

Duterte Filipina Menjadi Teladan di LTS

Sejak Rodrigo Duterte menjabat sebagai presiden Filipina sejak Juni 2016, hubungan Sino-Filipina mulai membaik.

Pada Pertemuan Para Menlu ASEAN ke-49 di Vientiane, Laos pada tahun 2016, Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengakui setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi bahwa arbitrase LTS telah membuka halaman baru.

Pada 18 Mei 2017, dalam Pertemuan Pejabat Senior ke-14 mengenai pelaksanaan "DOC" antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN yang diadakan di Guiyang, Tiongkok. Tidak hanya semua pihak mengulangi pentingnya menerapkan secara komprehensif, menerapkan "DOC" secara efektif, mereka juga meloloskan rancangan kerangka kerja "COC" untuk LTS sebelumnya.

Sebagai deklarasi politik, daya dukung "DOC's" relatif lemah. Jadi mereka akan menggunakan "COC" untuk merumuskan peraturan, dan setelah mereka mencapai sistem ini, perilaku semua pihak dapat benar-benar mencapai standarisasi, dan menciptakan jaminan yang efektif untuk perdamaian dan stabilitas LTS.

Setelah 15 tahun, Tiongkok dan negara-negara ASEAN telah menyelesaikan jalur untuk mengubah "DOC" menjadi "COC."

Selanjutnya, Tiongkok mengusulkan sebuah visi tiga tahap untuk konsultasi COC. Pertama, kesebelas menteri luar negeri Tiongkok dan ASEAN akan mengenali kerangka kerja COC dan dengan semua persiapan-persiapan yang diperlukan, mengumumkan dimulainya konsultasi substantif pada waktu yang tepat tahun ini.

Kedua, bagaimana konsultasi COC akan diadakan pendekatan dan dipertahankan sambil menjunjung prinsip apa yang akan dibahas pada Rapat Kelompok Kerja Bersama tentang Pelaksanaan DOC pada bulan Agustus (sedang terjadi).

Ketiga, dengan persiapan yang pada dasarnya sudah siap dan dengan syarat tidak ada gangguan luar yang besar dan situasi LTS pada umumnya stabil, para pemimpin Tiongkok dan negara-negara ASEAN secara resmi mengumumkan dimulainya langkah selanjutnya untuk menegosiasikan teks COC di KTT para pemimpin Tkongkok-ASEAN pada bulan November yang akan datang.

Seperti yang kita ketahui bersama, untuk membangun suatu bangunan gedung yang tinggi harus dimulai dengan pondasi. "DOC" telah menetapkan fondasi, dan kerangka "COC" telah menambahkan balok pengkuatan dengan membentuk kerangka tersebut. Topik selanjutnya adalah bagaimana cara agar bangunan ini menjadi lebih kokoh, bahkan lebih praktis, dan bahkan lebih indah. Dengan kata lain, kita ingin mengubah LTS menjadi lautan persahabatan, kerja-sama dan perdamaian, dan itu akan menjadi perjalanan yang panjang.

Prinsip apa yang perlu kita hormati bersama? Negara-negara Tiongkok dan ASEAN harus mengikuti urutan yang benar, untuk mempertahankan kecepatan, dan tidak terburu-buru, dan yang lainnya terus-menerus mengatur untuk menghilangkan kesulitan campur tangan negara-negara ekstra-regional.

Situasi LTS telah tenang, dan terus berkembang dengan cara yang positif. Salah satu alasan stabilitas LTS telah terperbaiki berkat hubungan antara Filipina dan Tiongkok yang baik menghangat. Dibandingkan pendahulunya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte jelas lebih bijak secara politis.

Dia tahu di mana kepentingan nasional Filipina yang penting, dan dia tahu bahwa teman sejati Filipina ada di mana. Setelah Filipina memilih untuk tidak menjadi pion AS di LTS, perubahan seperti apa yang terjadi dalam situasi Filipina?

Suasana Damai Di Sekitar Pulau Huangyan dan Phalawan.

Dengan perairan samudra biru yang dalam, dan kapal nelayan berlabuh, inilah perairan di dekat Pulau Huangyan, yang termasuk Sansha, Hainan, Tiongkok.

Pada bulan April 2012, pernah terjadi kebuntuan di antara kapal perikanan Tiongkok dan Penjaga Pantai Filipina. Bagaimana kabar hari ini setelah Presiden Duterte menjabat?

Pada 9 April lalu, Reuters yang berbasis di Inggris melakukan laporan eksklusif mengenai area ini. Tidak ada ketegangan, tidak ada konfrontasi. Kita bisa melihat kapal-kapal ini berada di samping kapal nelayan Filipino juga, dan mereka bahkan terlibat dalam perdagangan barter. Enam kapal Penjaga Pantai Tiongkok dapat terlihat menjaga ketertiban di dekat Kepulauan Huangyan (Scarborough Shoal).

Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa sejak Oktober tahun lalu, Tiongkok telah mengizinkan beberapa nelayan Filipina untuk memancing di perairan dekat Pulau Huangyan. Kini nelayan Filipina dan Tiongkok hidup berdampingan dengan persahabatan di dekat Pulau Huangyan, dan memancing di perairan ini bersamaan dengan proporsi sekitar 1:10.

Seorang kapten kapal nelayan Filipino Ramil Rosal menceritakan: Mereka (nelayan Tiongkok) sedang berinteraksi dengan kita. Sebenarnya, ini sangat membantu karena jika kita membutuhkan sesuatu, kita bisa pergi dan berdagang dengan orang Tiongkok itu tanpa khawatir.

Ini hanyalah cerminan kecil dari perdagangan dan pertukaran antara orang-orang Tiongkok dan Filipina. Sejak Duterte menjabat, peningkatan hubungan Sino-Filipina memiliki banyak manfaat bagi Filipina.

Dari 18 sampai 20 Oktober 2016, Presiden Duterte memimpin sebuah delegasi perdagangan lebih dari 500 orang ke Tiongkok, dan mencapai serangkaian hasil dalam mempromosikan pembangunan infrastruktur dan pengembangan industri, mempromosikan pertumbuhan perdagangan dan investasi, dan mempromosikan ekspor buah-buahan dan produk pertanian Filipina lainnya.  Menandatangani 13 dokumen bilateral dengan total lebih dari 20 miliar USD.

Dan efek langsung dari hal ini adalah bahwa 27 perusahaan Filipina mulai mengekspor kembali buah-buahan tropis ke Tiongkok. Filipina telah menghitung bahwa ekonomi nasionalnya telah tumbuh dengan cepat di bawah pemerintahan Durterte.

Pada 2017, pertumbuhan ekonomi Filipina diperkirakan mencapai 6,5% dan tumbuh jauh lebih tinggi menjadi 7% sampai 8% dalam lima tahun ke depan, dan Tiongkok merupakan kekuatan kunci dalam pencapaian ini.

Pada suatu sore hari 24 Juli 2017, Presiden Filipina Duterte mengeluarkan Pernyataan Negara Tahun Kedua untuk masa jabatannya. Duterte menyebutkan bahwa dia mendapatkan bantuan Tiongkok dalam pembangunan ekonomi.

Duterte menyatakan: Bagaimanapun, karena saya tidak bisa mendapatkan dana, saya pergi ke Tiongkok dan berteman dengan mereka. Dan Duta Besar Zhao, terima kasih atas bantuannya. Dan faktanya, mereka mau. Mereka mengatakan jika Kongres Anda tidak punya uang, kami akan memberi Anda uangnya. Dan Tiongkok telah berkomitmen untuk membangun dua jembatan untuk membentang di Sungai Pasig secara gratis. Sehingga Anda akan nyaman dalam persimpangan Sungai Pasig.

Sumber: http://www.philstar.com
Sumber: http://www.philstar.com
Pada  28 Juni 2017, di Pangkalan Udara Clark di Filipina, Duterte secara pribadi menerima senjata dan peralatan senilai 50 juta yuan (RMB) yang disumbangkan oleh Tiongkok. Senjata dan peralatan ini akan digunakan untuk membantu Filipina memerangi terorisme (di Malawi).

www.rappler.com + davaotoday.com
www.rappler.com + davaotoday.com
Duterte mengatakan pada bulan Mei lalu tahun ini bahwa Filipina bersedia untuk bersama-sama mengembangkan sumber daya alam LTS dengan Tiongkok dan Vietnam.

Kenyataan menunjukkan setelah Duterte menjabat  meskipun kebijakan untuk LTS disesuaikan, dia tidak kehilangan dukungan rakyatnya di Filipina dikarenakan hal ini, bedasar opini publik yang terbaru tentang jajak pendapat, rating persetujuannya atau kepercayaannya lebih dari 80%.

Setelah melihat manfaat substansial, pemerintah Filipina telah mulai menunjukkan "kartu merah" kepada mereka yang akan menimbulkan masalah di LTS, dan mengatakan "tidak" kepada pembuat masalah.

Menlu Filipian Alan Cayetano  mengatakan: Apa jaminan bagi orang Filipina? Apa jaminan bagi para nelayan? Mereka sekarang bisa memancing disana. Apa jaminan untuk generasi penerus? Kini tempat pemijahan ikan dijaga penjaga kedua negara penjaga pantai, kini kerang raksasa dan daerah dengan sumber daya kelautan yang perlu dijaga dijaga baik oleh penjaga pantai kedua belah pihak Filipina dan Tiongkok. Sekarang Filipina dan Tiongkok sedang berunding, sekarang kita bekerja sama dan melakukan sesuatu bersama. Kami punya masalah di Mindanao, siapa yang memberi kami senjata dan amunisi gratis? Jadi, ini bukan tentang kata-kata, tentang dokumen, tentang penandatanganan. Lihatlah tindakannya.

Sebagian pengamat ada yang berpikir, pemerintah Filipina telah melakukan perubahan 180 derajat. Bagaimana situasinya sekarang? Hal ini apakah tidak menguntungkan kawasan ini, tapi sebaliknya justru sangat bermanfaat bagi kawasan ini, jadi Filipina adalah panutan yang hebat, dan negara-negara ini telah memperlihatkan hal itu kepada dunia luar.

Vietnam Bertindak Terkecualian Dan "Dikecam" Negara-negara ASEAN

Saat ini, dari empat penuntut LTS di ASEAN, hanya suara Vietnam yang mengambil sikap yang cukup keras. Selama Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ini, Vietnam mengusulkan untuk menambahkan kata-kata seperti "pulau dan membangun LTS" ke dalam pernyataan akhir, yang mendapat tentangan dari negara-negara ASEAN lainnya.

Analis melihat perilaku Vietnam benar-benar bisa merusak kepentingan keseluruhan ASEAN, karena ini lebih pada kepentingan nasional Vietnam sendiri, dan sampai batas tertentu, hal itu membawa kepentingan keseluruhan ke seluruh masyarakat ASEAN.

Dalam hal ini Menlu Tiongkok Wang Yi menanggapi masalah pembangunan pulau ini dengan mengatakan: Beberapa menteri luar negeri telah menyatakan keprihatinannya tentang pembangunan pulau. Dengan kata lain, ini bukan konsensus sepuluh negara ASEAN---sebenarnya hanya satu atau dua menteri luar negeri yang mengemukakan keprihatinan ini, dan yang ingin saya katakan kepada semua orang adalah bahwa Tiongkok telah menghentikan pembangunan pulau dua tahun yang lalu, atau menyelesaikan proyek reklamasi di tanah kita. Jadi kalau ada yang masih melakukan pembangunan pulau, itu bukan Tiongkok.

Justru Vietnam yang masih terus-menerus membangun pulau. Gambar satelit yang dikeluarkan oleh Pusat Kajian Strategis dan Internasional  (CSIS) yang berbasis di AS pada bulan Mei 2016, menunjukkan bahwa selama beberapa tahun terakhir, Vietnam telah memulai pembangunan pulau dengan dua poin di perairan yang pernah diperebutkan. Vietnam telah melakukan reklamasi 10 kawasan yang telah diduduki secara ilegal, dan telah menciptakan area seluas lebih dari 0,48 kilometer persegi.

Sumber: amti.csis.org
Sumber: amti.csis.org
Sebagai tanggapan atas tindakan unilateral Vietnam, situs "South China Morning Post" yang berbasis di Hong Kong menerbitkan sebuah editorial pada 10 Agustus berjudul " Compromise is Needed to Reach a Consensus In South Chna Sea / Kompromi Diperlukan untuk Mencapai Konsensus dalam Sengketa LTS" yang mengatakan bahwa situasi di LTS telah menjadi utama untuk stabil, dan Vietnam harus mengikuti jejak Filipina dan mencari resolusi damai atas klaim kedaulatannya.

Bagaimanapun, Tiongkok dan Vietnam memiliki kepentingan yang lebih luas di antara negara ASEAN lainnya. Jika Vietnam bertindak terlalu jauh ke jalan untuk bermasalah di LTS, maka dikhawatirkan Tiongkok akan secara komprehensif menentangnya, dan saling beroposisi ini sebenarnya tidak sesuai dengan kepentingan Vietnam dan negara ASEAN lainnya.

Selama pemerintahan Obama, LTS dipandang sebagai tabir asap bagi strategi AS untuk menyeimbangkan kembali Asia Pasifik, dan Jepang mengikuti Amerika Serikat dalam menyebabkan masalah di LTS.

Dapat dikatakan hal itu adalah yang sangat merusak Tiongkok dan penggugat LTS. Kini, meski pemerintah Trump belum menyebutkan strategi untuk menyeimbangkan kembali kawasan Asia Pasifik, namun AS tidak berencana melemahkan kehadiran militernya di LTS.

Provokasi AS di Kawasan LTS

Namun, seberapa besar ombak yang bisa dibuat AS, dengan pengaruhnya yang mulsi  memudarnya di LTS?

Beberapa hari setelah kerangka kerja "COC" untuk LTS tercapai, pada 10 Agustus, destroyer USS John McCain memasuki perairan di sekitar Terumbu Meiji tanpa seizin pemerintah Tiongkok untuk melakukan apa yang disebut " operasi kebebasan navigasi / freedon of navigation operations".

Militer Tiongkok tampaknya dengan segera mengirim kapal perang untuk mengidentifikasi dan memperingatkan kapal perang AS untuk meninggalkan daerah tersebut.

Tak dinyana destroyer John McCain ketika berlayar ke Singapura habis diusir Tiongkok, bertabrakan dengan kapal dagang Alnic MC terjadi saat transit ke Singapura untuk melakukan pengecekan rutin. Lima pelaut AS terluka - empat dievakuasi dengan helikopter ke Rumah Sakit Umum Singapura dengan luka yang tidak mengancam jiwa, sementara yang kelima tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. 10 awak kapal McCain masih dinyatakan hilang.

Sumber: edition.cnn.com
Sumber: edition.cnn.com
Menurut statistik yang tidak lengkap dari media, ini adalah kelima operasi kebebasan navigasi dari militer AS dalam waktu singkat tidak lebih dari dua bulan.

Sebelum ini, pada  25 Mei destroyer rudal USS Dewey menuju perairan di sekitar Terumbu Meiji di Kepulauan Nansha Tiongkok tanpa izin.

Pada 8 Juni, dua pembom strategis "Lancer" B-1B AS terbang melintasi wilayah udara Tiongkok Timur dan LTS. Pada 2 Juli, destroyer peluru kendali USS Stethem berkelana ke perairan sekitar Kepulauan Xisha Tiongkok tanpa izin.

Pada 6 Juli, AS mengirim dua pembom strategis "Lancer" B-1B untuk melakukan apa yang disebut "operasi kebebasan navigasi" di atas LTS.

Kapal-kapal perang AS memasuki perairan di sekitar pulau-pulau di Kepulauan Nansha Tiongkok tanpa izin sehingga sering dikaitkan dengan rencana AS untuk melaksanakan "operasi kebebasan navigasi" di LTS yang disetujui pemerintah AS pada paruh pertama tahun ini.

Rencana ini mengatur agar AS mengirimkan kapal perang dan pesawat tempur ke LTS untuk menantang hak dan kepentingan maritim Tiongkok pada tahun 2017. Hal ini akan memberi kesempatan kepada Angkatan Laut AS lebih banyak kebebasan untuk melakukan jenis operasi ini, dan permintaan untuk operasi terkait akan disetujui (Kongres) dengan lebih cepat.

Beberapa komentator percaya bahwa ini berarti bahwa AS akan lebih sering melakukan patroli di LTS. Kapal perang AS tidak hanya membawa senjata, mereka kadang-kadang memiliki pasukan pengangkut udara yang lengkap dengan kelompok / gugus tempur kapal induk.

Militer AS terus mengklaim bahwa mereka menentang militerisasi LTS, namun sebaliknya, rencananya untuk terus berpatroli di LTS telah menyebabkan militerisasi paling mencolok dan paling berbahaya di LTS.

Pada 8 Agustus, di Arlington, AS, Menhan AS  James Mattis menyambut tamu dari Menteri Pertahanan Vietnam Ngo Xuan Lich. Setelah pertemuan tersebut, Pentagon mengumumkan bahwa AS dan Vietnam sepakat bahwa tahun depan, AS akan mengirim kapal induk untuk mengunjungi pelabuhan Vietnam.

Ini akan menjadi pertama kalinya kapal induk AS akan mengunjungi Vietnam sejak Perang Vietnam pada tahun 1975. "Stars and Stripes" AS menyatakan bahwa menteri pertahanan AS dan Vietnam membahas kerja sama pertahanan bilateral dan "ancaman keamanan regional," dan sepakat untuk memperluas kerja sama angkatan laut dan berbagi informasi intelijen.

James Mattis mengatakan: AS menyambut baik keterlibatan Vietnam di kawasan Asia Pasifik, kawasan Asia Pasifik yang lebih luas dan berdiri berssama, peran Anda sangat kontras dengan perilaku Korea Utara yang tidak stabil dan berbahaya.

Beberapa komentator percaya bahwa tujuan penting AS adalah untuk mengisolasi DPRK atau Korut, dan hal ini bukan yang diperhatikan oleh negara-negara ASEAN.

Setelah Trump menjabat, ada rasa jarak dengan Asia Tenggara meningkat. Pertama-tama, kebijakan baru Asia Pasifik AS masih belum terbentuk. Dia tidak menyebutkan strategi untuk menyeimbangkan kembali Asia Pasifik yang dicetuskan pemerintahan Obama, namun tidak ada kebijakan baru yang diajukan.

Yang kedua, perwakilan tetap untuk ASEAN yang ditunjuk oleh Obama tetap menjadi posisi kosong setelah Trump menjabat. Selain itu ditambah dengan kebijakan pemerintah Trump "Amerika Utama/America Frist" dan menarik diri dari Perjanjian Trans-Pacific, ini menyebabkan semua negara-negara ASEAN memperhatikan AS, akan sejauh mana mereka dapat mengandalkan AS di masa depan?

8 Agustus adalah peringatan 50 tahun berdirinya ASEAN. Pada hari itu, landmark beberapa negara anggota menyala untuk merayakan hari istimewa. Sebagai presiden yang tergilir, Filipina mengadakan acara perayaan. Berdirinya 50 tahun ASEAN, yang terus tumbuh lebih kuat.

Menurut laporan, saat ini jumlah pendududk ASEAN kira-kira 620 juta dengan agregat ekonomi hampir 2,6 trilyun USD.

Pada awal 2017, masyarakat ASEAN menjadi ekonomi terbesar keenam di dunia, dan telah dipuji sebagai salah satu organisasi multilateral paling sukses di dunia.

Rodrigo Duterte mengatakan: "Jika kita melihat kembali prestasi pada setengah abad, kita berharap untuk masa depan dengan harapan besar. Kita tahu bahwa melalui persatuan, kita bisa mewujudkan impian."

Bersatu dengan fokus pada kesamaan dan membolehkan atau toleransi atas perbedaan adalah rahasia pembangunan berkelanjutan ASEAN. ASEAN adalah komunitas yang beragam dan terfragmentasi, dengan sistem politik yang berbeda, dan perbedaan budaya yang besar.

Di kawasan yang berbeda-beda ini, sebenarnya rentan diganggu oleh kekuatan utama, dan jika setiap kekuatan utama mengikat satu negara, ASEAN akan terfragmentasi. Tapi ASEAN tidak akan terfragmentasi jika negara-negara ASEAN bersatu, seperti dikatakan di atas ini, mereka harus benar-benar menangani hubungan antara kepentingan nasional dan kepentingan regional, sehingga negara-negara ASEAN benar-benar menyadari bahwa jika mereka disandera oleh kepentingan kekuatan ekstra-regional, maka ASEAN akan ambruk dan bubar.

Pada 25 Juli, ketika Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi mengunjungi Filipina, dia berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri Filipina Alan Cayetano bagaimana menghadapi perbedaan antara Tiongkok dan Filipina.

Sebenarnya sebelum ini, pada tahun 1986, Deng Xiaoping dan wakil presiden Filipina telah mencapai keputusan mengenai pengembangan bersama LTS oleh kedua negara.

Saat ini, niat asli dan perhatian asli mereka tetap memberikan pelajaran untuk dipelajari.

Seperti apa yang dikatakan Alan Cayetano: Tapi dalam 31 tahun diskusi, kami belum menemukan hikmah untuk bisa melangkah ke langkah selanjutnya. Dan kami berdoa agar generasi ini, di bawah Presiden Xi dan Presiden Duterte, akan memiliki kebijaksanaan untuk menemukan cara agar sumber daya alam ini bermanfaat bagi rakyat kita.

Suatu harapan yang indah bagi rakyat di kawasan ini dan demi kedamaian dan stabilitas di kawasan ini dan dunia---untuk menuju kemakmuran bersama......semoga....

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

http://asean.org/joint-communique-50th-asean-foreign-ministers-meeting/

http://asean.org/storage/2017/08/Joint-Communique-of-the-50th-AMM_FINAL.pdf

http://foreignpolicy.com/2017/07/31/the-week-donald-trump-lost-the-south-china-sea/

https://www.youtube.com/watch?v=NYm5EZbTH4U

http://uk.reuters.com/article/uk-southchinasea-china-philippines-exclu-idUKKBN17B12N

http://www.philstar.com/headlines/2017/03/26/1684660/china-build-two-bridges-across-pasig-river-rody

http://www.rappler.com/nation/174190-china-military-aid-guns-ammunition-philippines-marawi-terrorism

https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/155038-satellite-images-vietnam-dredging-disputed-reef

http://www.channelnewsasia.com/news/singapore/uss-john-s-mccain-collision-singapore-deploys-more-assets-in-9145654

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun