Tidur, tampaknya ini merupakan kegiatan yang dianggap sepele. Banyak orang mengabaikan waktu istirahat tubuh ini demi melakukan aktivitas yang lain, seperti bekerja atau mengerjakan tugas. Alasannya hanya satu kata, yaitu deadline. Belum lagi sejak era informasi beberapa tahun terakhir, orang semakin terjaga hanya karena sebuah ponsel. Mulai bangun tidur hingga tidur lagi, posisi handphone tidak jauh dari tempat tidur. Tidak dapat dipungkiri, kecanggihan teknologi membuat orang semakin asyik dengan gadget-nya. Entah benar-benar untuk bertukar informasi, memainkan game, atau sekedar chit-chat di jejaring sosial. Namun kalau banyaknya aktivitas, terutama yang tidak berguna, sampai mengganggu waktu istirahat, tentu ini sangat disayangkan.
Tulisan Opa Tjip tentang Jangan Anggap Sepele - Gangguan Tidur Merusak Kepribadian Kita mendorong saya untuk membagikan renungan dari buku yang didiskusikan pagi tadi di kantor. Masih membahas tentang tidur, namun dari sudut pandang yang berbeda.
Bab VI dari buku berjudul "Humility True Greatness: Kerendahan Hati – Kebesaran yang Sejati" menjelaskan bahwa tidur adalah sebuah karunia. Apa ini maksudnya?
Banyak orang tidak menyadari hal ini, termasuk saya, sebelum membaca buku ini. Ketika mengantuk atau waktu sudah menunjukkan jam tidur, biasanya orang langsung tidur saja. Tanpa memikirkan hal lain. Namun ternyata, Tuhan memang menyiapkan waktu dan memberikan kemampuan manusia untuk beristirahat pada malam hari, setelah melakukan aktivitas seharian. Ini merupakan karunia luar biasa yang jarang kita sadari.
Mari kita renungkan. Sesudah tidur selama beberapa jam, tubuh kembali dipulihkan dan pikiran dijernihkan sehingga kita bisa bangun dengan segar, menikmati udara pagi, dan beraktivitas dengan penuh semangat di hari yang baru. Coba bandingkan dengan ketika kita tidak bisa beristirahat semalaman, misal karena harus lembur pekerjaan kantor atau mengerjakan skripsi karena besok merupakan jadwal konsultasi dengan dosen, apa yang kita rasakan? Mata terasa berat, badan terasa sangat dekat dengan gravitasi bumi – baca kasur - , dan badan pegal. Perbandingan yang sangat kontras kan?
Kebutuhan untuk mengistirahatkan tubuh dari aktivitas ini menunjukkan bahwa manusia tidak boleh sombong. Nyatanya, kita tidak bisa kalau tidak tidur. Tidur malam kurang dari tujuh jam saja, bisa membuat tubuh lemas, kepala pusing, badan meriang pada siang harinya. Apalagi kalau tidak tidur seharian. Meski ada kepercayaan tertentu yang mengharuskan pengikutnya tidak tidur jika ingin mendapatkan kesaktian, saya yakin, pada akhirnya mereka tetap membutuhkan istirahat beberapa waktu berikutnya. Jika tidak, stamina pun semakin melemah.
Saya sangat bersyukur ketika membaca buku ini dan merenungkannya bersama teman-teman pagi tadi.Tidur merupakan karunia yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tidur membuat saya menyadari keberadaan diri sebagai bentukan tanah liat yang tidak sepatutnya membanggakan diri.
Saya juga diingatkan untuk tidak tidur maupun tertidur begitu saja setiap malam. Sudah sepatutnya saya mengucap syukur atas karunia ini. Tidur merupakan suatu waktu yang Tuhan berikan untuk merebahkan badan di tempat tidur di mana kita percaya bahwa sebuah ranjang mampu menopang berapa pun berat badan kita. Kenyataannya, selama tidur, ada yang ‘menopang’ kita. Tuhanlah yang senantiasa menjaga anak-anak-Nya. Â
Bandung, 16 Mei 2016
Luana Yunaneva