Mohon tunggu...
Lisdiana Sari
Lisdiana Sari Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer

Terus Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat, Ini yang Harus Diwaspadai Jokowi dan Prabowo

18 Januari 2019   22:39 Diperbarui: 18 Januari 2019   22:41 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto sempat berjoget ketika debat pertama Pilpres 2019. (Foto: Bisnis/AbdullahAzzam)

Menyaksikan debat perdana Capres-Cawapres Pilpres 2019, ternyata cukup menegangkan, sekaligus "menghibur". Paparan visi dan misi dua pasangan calon (Paslon), jawaban pertanyaan, pengajuan pertanyaan, dan jawaban balik sebagai respon masing-masing pihak, semuanya menarik disimak.

Gelaran perdana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diselenggarakan Kamis malam (17/1) kemarin, bagi yang suka menontonnya, masih akan dilaksanakan empat kali lagi. Jadi keep watching aja ...

Pada debat perdana, bahasannya meliputi empat topik "berat": Hukum, Korupsi, HAM, dan Terorisme. Meski kedua pasangan calon terlihat berhati-hati dalam berbicara, tapi bukan berarti "jual-beli" pertanyaan dan jawaban menyerang tidak berlaku.

Sebutlah pada saat, Paslon nomor urut 01 "Jokowi'Ma'ruf" yang agresif - bak strategi kick and rush sepakbola Inggris -, menyerang kubu Paslon nomor urut 02 "Prabowo-Sandi", terkait minimnya pelibatan perempuan dalam konstalasi partai politik termasuk pencalonan anggota legislatif (Caleg).

Meski menjawab dengan rada mengandalkan strategi bertahan ala catenaccio atau sistem gerendel sepakbola Italia, pasangan "Prabowo-Sandi" rupanya masih tetap bisa memberi perlawanan, ibarat counter attack dalam strategi sepakbola modern.

Menyaksikan debat pada sessi itu, sebenarnya cukup dinamis. Hanya saja, keterbatasan waktu dan kedisiplinan pemandu acara mengingatkan "Waktunya Sudah Habis", justru beberapa kali membuyarkan keasyikan kita menonton.

Pasangan Jokowi-Maruf Amin dalam debat pertama Pilpres 2019. (Foto: kompas.com)
Pasangan Jokowi-Maruf Amin dalam debat pertama Pilpres 2019. (Foto: kompas.com)
Saling Serang dan Saling Tangkis

Kedua Paslon kelihatan sekali, berusaha tampil hebat dalam debat. Apalagi, jauh-jauh hari kita dengar, kisi-kisi pertanyaan yang akan diajukan dalam debat, juga sudah disampaikan lebih dulu kepada dua Paslon, tapi tetap saja ada spontanitas yang muncul. Sebenarnya, dalam debat atau talkshow apapun, unsur spontanitas ini yang "maha penting".

Karena, kalau spontanitas tidak ada. Tontonan debat menjadi kurang menarik. Ya alasannya, karena semua sudah di-setting sejak awal, harus begini-begitu dan sebagainya. Atau, seperti tayangan dialog Kelompencapir pada era Orde Baru dulu. 

Untunglah, meski konon kisi-kisi soal sudah disampaikan kepada dua pasangan Capres-Cawapres, tapi ada segmen debat yang kontennya murni berasal dari Paslon. Mereka lalau saling bertanya, adu jawaban, dan saling berkomentar. Nah, kira-kira disinilah serunya.

Ada sejumlah yang saya catat, dimana pasangan "Jokowi-Ma'ruf" kelihatan lebih siap dalam mengajukan pertanyaan yang agresif, termasuk ketika melunak dalam artian yang tetap tegas sewaktu memberi balasan komentar kepada pasangan "Prabowo-Sandi".

Misalnya, pertama, sewaktu tema HAM diajukan dan dikaitkan dengan pemenuhan hak-hak untuk kelompok disabilitas.

Awalnya, pemandu debat menanyakan, "Kelompok penyandang disabilitas masih sering mengalami diskriminasi terkait dengan kesejahteraan, fasilitas publik, serta hak-hak politik. Bagaimana Anda memahami isu disabilitas dan apa program Anda untuk memastikan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas?"

Jokowi menjawab dengan memberi latarbelakang lahirnya UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jawaban yang cukup panjang, karena akhirnya mencoba dikuatkan dengan contoh kasus suksesnya pelaksanaan Asian Para Games 2018 di Jakarta. Tapi, hal yang paling patut dikedepankan adalah jawaban Jokowi, yang mengubah mindset dari charity kepada pemenuhan hak bagi kelompok disabilitas. Perfect statement-lah itu, saya pikir.

"Setelah keluar UU tentang penyandang disabilitas pada tahun 2016, saya melihat bahwa paradigma terhadap kaum disabilitas ini sudah berubah. Yang sebelumnya adalah bantuan sosial adalah kedermawanan yang harus kita berikan kepada mereka, tetapi yang sekarang dengan UU yang baru, kita melihat paradigmanya adalah pemenuhan hak-hak. Pemerintah, kita sudah memberikan fasilitas-fasilitas untuk pemenuhan hak itu. Baik pemenuhan hak untuk pekerjaan, untuk perumahan, untuk fasilitas umum yang ramah terhadap disabilitas meskipun juga baru di beberapa kota tapi sudah kita mulai. Kemudian juga yang berkaitan dengan kesetaraan bisa saya beri contoh, kami dalam event Asian Para Games, ini event disabilitas terbesar di Asia, kita juga memberikan bonus yang sama dengan atlet yang berlaga di Asian Games ..," tutur Jokowi lugas.

Dan, ketika pemandu debat memberi kesempatan pasangan "Prabowo-Sandi" mengomentari, saya melihat Sandiaga Uno berusaha untuk mematahkan klaim Jokowi terkait disabilitas. 

Sebenarnya hal ini bagus-bagus saja. Apalagi Sandi juga mulai "memukul balik" dengan kisah perjuangan sekaligus kesuksesan Zulfan Dewantara, seorang difabel dan mentor bisnis UKM online. Alih-alih diminta untuk mengomentari, Sandi justru kehabisan waktu dan kehilangan moment untuk "memukul balik" jawaban Jokowi. Meskipun, pada awalnya, Sandi sanggup mencuri perhatian pemirsa dengan jawaban tentang "Zulfan Dewantara".

Saran saya sih buat Sandi, sebaiknya "pukul dulu jawaban" dari Jokowi. Misalnya langsung bilang, "jawaban Pak Jokowi sepertinya kurang membumi, kurang melihat pada kenyataan .., atau apalah-apalah ...". Nah, setelah itu, baru kemukakan kisah "Zulfan Dewantara".

Sebenarnya juga, trik jawaban Sandiaga Uno yang selalu mengambil contoh-contoh kasus seseorang yang sudah ditemuinya di lapangan, untuk menjadi pijakan jawaban maupun pernyataan saat debat, bukan kali ini saja. Dulu, waktu lawan "Ahok'Djarot", Sandi juga menggunakan pola jawaban kisah dari seseorang yang sukses, atau justru seseorang yang mengenaskan, kayak gini. Tujuannya, menguatkan omongan Sandi melalui fakta dan cerita tentang si Anu, si Anu yang begitulah dan beginilah. Di satu sisi, pola Sandi yang kayak gini, pintar, cerdas. Tapi di sisi lain, sudah enggak aneh dan bukan sesuatu yang istimewa lagi. Lagipula, kalau Sandi menyampaikannya kurang efektif, malah bisa jadi menyulitkan dirinya sendiri pada saat kehilangan moment dan kehabisan waktu.

Jadi, untuk sesi soal pemenuhan hak-hak kelompok disabilitas, kubu "Jokowi-Ma'ruf" seakan menang angin, apalagi ditambah jawaban Ma'ruf Amin yang meneduhkan. "Saya kira yang penting lagi membangun budaya masyarakat untuk memberikan penghormatan kepada kelompok disabilitas. Menyamakan perlakuan baik yang disabilitas maupun nondisabilitas," ujar Ma'ruf.

Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam debat pertama Pilpres 2019. (Foto: kompas.com)
Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam debat pertama Pilpres 2019. (Foto: kompas.com)
Kedua, ketika tema Hukum dan HAM, Jokowi membalas komentar Prabowo, dengan meng-knock out lewat kasus hoax Ratna Sarumpaet.

Saat ditanya pemandu debat, tentang kerap dipertentangkannya antara ketegasan penegakan hukum dengan isu HAM, Jokowi mengatakan, jangan pertentangkan antara HAM dan penindakan hukum.

"Penindakan hukum yang sesuai dengan prosedur. Itu bukan pelanggaran HAM. Misalnya penahanan terhadap tersangka, memang itu merampas kemerdekaan seseorang. Tapi penegakan hukum itu melindungi masyarakat. Jadi kalau ada tersangka korupsi misalnya, ditahan, itu bukanpelanggaran HAM. Itu memang prosedur dan kita ingin aparat kita tahu bahwa itu dilakukan agar misalnya tersangka tidak menghilangkan barang bukti. Yang kedua, mungkin calon tersangka tidak melarikan diri. Dan jika ada pelanggaran hukum, yang melanggar prosedur, penindakan hukum yang melanggar prosedur. Silakan, ada mekanisme yang bisa kita tempuh, lewat praperadilan misalnya," tutur Capres petahana.

Tak disangka, ketika Paslon nomor urut 02 diminta mengomentari jawaban Jokowi, justru Prabowo mencecar dengan sinyalemen ketidakadilan dan kesewenang-wenangan aparat berwenang.

Kata Prabowo, "Yang kita ketemukan ada perasaan di masyarakat bahwa kadang-kadang aparat itu berat sebelah. Sebagai contoh kalau ada kepala daerah, gubernur gubernur yang mendukung paslon nomor satu itu menyatakan dukungan tidak apa-apa. Tapi ada kepala desa di Jawa Timur menyatakan dukungan kepada kami, sekarang ditahan Pak, ditangkap. Jadi saya kira ini juga suatu perlakuan tidak adil, juga menurut saya pelanggaran HAM ..."

Mendapat tanggapan komentar seperti itu, Jokowi sambil menjawab pun sekaligus menyerang balik. "Ya, jangan menuduh seperti itu Pak Prabowo. Karena kita ini adalah negara hukum, ada prosedur hukum, ada mekanisme hukum yang bisa kita lakukan. Kalau ada bukti sampaikan saja ke aparat hukum. Jangan kita ini, kita ini sering grusa-grusu untuk menyampaikan sesuatu. Misalnya apa jurkamnya Pak Prabowo, misalnya ini, katanya dianiaya, mukanya babak belur. Kemudian konferensi pers bersama-sama, akhirnya apa yang terjadi? Ternyata operasi plastik. Ini negara hukum, kalau ada bukti-bukti, silakan lewat mekanisme hukum  ..," tutur Jokowi.

Alih-alih menyerang, Prabowo justru terkena serangan balik terkait kasus hoax Ratna Sarumpaet. Dari situ, susah bagi Prabowo untuk berkelit, apalagi bangkit. Sulit. Kasus Ratna Sarumpaet, ibarat skak mat!

Sandiaga Uno memijat bahu Prabowo Subianto. (Foto: detik.com)
Sandiaga Uno memijat bahu Prabowo Subianto. (Foto: detik.com)
Ketiga, Jokowi secara agresif bertanya ke Prabowo, tentang dugaan ketidakkonsistenan Prabowo, antara kebijakan perspektif gender dan pemberdayaan perempuan, dengan nihilnya perempuan menduduki jabatan strategis di Partai Gerindra. Dari pertanyaan ini, pemirsa bisa mudah menilai, bahwa tim debat "Jokowi-Ma'ruf" bekerja cermat, detil dan "mengendus" titik lemah lawan.

Begini antara lain, pertanyaan Jokowi. "Saya melihat dalam struktur kepengurusan partai yang bapak pimpin, jabatan-jabatan strategis seperti Ketua Umum, Ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan Penasehat, Ketua Dewan Pakar, Ketua Harian, Wakil Ketua Harian, Sekjen, Bendahara semuanya laki-laki ..," tanya Joko Widodo.

Mendapat pertanyaan hasil kerja ala investigatif kayak gitu, Prabowo seakan panik. Meski untung saja, masih bisa menjawab sesuai apa yang ditanyakan. "Baik, saya ingin jelaskan, partai kami adalah partai muda, partai baru. Kami baru berdiri kurang lebih 10 tahun, dan pada saat penyusunan, tentunya kita memilih dan menunjuk siapa yang paling pertama dan paling mau untuk muncul. Tetapi, benar yang bapak sebut, tapi yang di eselon-eselon seperti contoh, Wakil Ketua Umum, saya kira cukup. Kita punya Wakil Ketua Umum ibu Rahmawati Sukarnoputri, beliau bertanggungjawab untuk ideologi ..," jawab Prabowo.

Masih belum puas untuk coba menggedor pertahanan "Prabowo-Sandi", Jokowi kembali menimpali jawaban Prabowo dengan kebijakannya yang memilih sembilan menteri perempuan untuk menduduki posisi strategis. Termasuk, pernah membentuk Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang isinya juga sembilan perempuan, dan ternyata berhasil memilih komposisi pengurus KPK.

Seakan tidak terima "di-smash" Jokowi, kembali Prabowo mengomentari. Utamanya terkait jabatan strategi yang dikendalikan sembilan menteri perempuan. Intinya, Prabowo bilang, jangan bangga hanya sekadar mengisi kuota perempuan dalam kepemerintahan, tapi sebaiknya, perempuan dan tidak merugikan rakyat. Jawaban Prabowo sebenarnya laksana tudingan, bahwa ada menteri perempuan di kabinet Pemerintah saat ini, yang justru tidak cemerlang. Sayangnya, waktu debat untuk balas-membalas komentar, habis sudah.

Keempat, Ma'ruf Amin bicara teduh dan tepat, tentang terorisme dan radikalisme. Kedua Paslon sepakat ingin lakukan deradikalisasi.

Pada topik terorisme, pemandu menanyakan strategi "Prabowo-Sandi" guna melaksanakan program pencegahan terorisme dan deradikalisasi. Prabowo membedah terorisme, yang katanya banyak juga hasil penyusupan dari luar (negeri). Sedangkan yang dari dalam, terorisme muncul akibat rasa ketidakadilan dan keputusasaan.

"Saya sangat mendukung usaha deradikalisasi, untuk itu "Prabowo-Sandi" manakala kita memimpin pemerintahan, kita akan benar-benar investasi besar-besaran pada pendidikan, kesehatan, untuk membantu rakyat paling bawah, paling miskin. Kita akan membantu pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, guru-guru dimana-mana harus kita perbaiki, kapasitasnya, kualitas hidupnya ..," tutur Prabowo.

Masih kurang, Sandiaga Uno pun menambahkan.

"Banyak sekali masyarakat yang tidak bisa merasakan masa depan yang cerah, akhirnya terpapar karena kebutuhan ekonominya. Oleh karena itu Prabowo-Sandi akan melihat peta-peta di mana risiko ini timbul berdasarkan ideologi, motivasi,dan psikologinya. Kita harus hadir untuk mereka memastikan tidak terjerumus ke terorisme ..," urai Sandi.

Giliran Ma'ruf Amin yang tampil bicara tentang terorisme dan radikalisme. Ma'ruf tahu benar, memanfaatkan momentum sesuai kapabilitas dirinya. "Deradikalisasi itu dari mereka yang sudah terpapar mengembalikan ke jalan yang lurus. Oleh karena itu, caranya apa yang menyebabkan dia radikal. Kalau itu karena paham keagamaan yang menyimpang. Maka yang harus kita doktrinkan bagaimana meluruskan paham keagamaannya yang menyimpang itu. Kalau itu disebabkan faktor ekonomi, sosial maka pendekatannya adalah melalui pemberian lapangan kerja dan santuan yang bisa mengembalikan mereka ke jalan lurus ..," urai Ma'ruf.

Prabowo masih berapi-api menanggapi. Tapi sebenarnya substansi materi sudah boleh dikatakan selesai, ketika point pentingnya disampaikan Ma'ruf Amin.

Usai debat pertama Pilpres 2019 langsung bersalaman hangat. (Foto: liputan6.com)
Usai debat pertama Pilpres 2019 langsung bersalaman hangat. (Foto: liputan6.com)
Kelima, Jokowi berhasil memancing Prabowo lakukan blunder tentang korupsi. Pertanyaan sederhana dari Jokowi, tapi justru tak bisa ditangkis Prabowo secara manis. Ironis bagi kubu Paslon nomor urut 02 "Prabowo-Sandi".

Sebagai gambaran, acapkali bicara korupsi, Prabowo itu garang! Pernah ia bilang, praktik korupsi di Indonesia, sudah seperti penyakit kanker stadium empat. Lalu di bukunya yang berjudul "Paradoks Indonesia", Prabowo juga sangar kalau bicara korupsi. "Tugas Kita: Kejar dan Tangkap Koruptor", begitu judul kecil dalam bukunya, ketika mengulas korupsi di negerinya sendiri.

Prabowo menulis, korupsi di Indonesia sudah kelewatan. Kalau bangsa Indonesia tidak mampu mengurangi korupsi yang sudah merajalela, pasti bangsa ini akan gagal. Ini ajaran sejarah. Tidak usah kita ragukan lagi. Dengan korupsi, semua aparat pemerintah akan rapuh. Dengan korupsi, tidak ada uang untuk menyelenggarakan jasa-jasa, kepada rakyat. Dengan korupsi, negara ini tidak punya cukup uang untuk membeli dan memproduksi pesawat terbang untuk membeli dan memproduksi pesawat terbang untuk angkatan udaranya. Tidak cukup anggaran untuk mengadakan kapal patrol untuk angkatan lautnya. Tidak bisa sediakan peluru untuk angkatan daratnya. Tidak mampu memberikan alat-alat yang diperlukan polisi-polisinya. (hal. 115)  

Nah, pada debat pertama Pilpres 2019 kemarin, Jokowi mengingatkan rivalnya, Prabowo, terhadap komitmen pemberantasan korupsi. Tapi uniknya, Jokowi nyinyir kepada Prabowo, tentang Caleg Partai Gerindra yang merupakan bekas koruptor.

Pancingan Jokowi termakan. Prabowo terkesan emosionil dan menjawab, "Saya seleksi Caleg-caleg tersebut. Kalau ada bukti, silakan laporkan kepada kami. Lebih baik diumumkan saja daftar Caleg eks koruptor. Jika rakyat tidak menginginkan, maka rakyat tidak akan memilih. Yang jelas, kalau kasus itu sudah melalui proses, dia sudah dihukum, kalau hukum mengizinkan dan rakyat menghendaki dia, karena dia memiliki kelebihan-kelebihan lain, mungkin korupsinya enggak seberapa. Kalau curi ayam, benar itu salah. Tapi kalau merugikan rakyat triliunan, itu yang harus kita habisi di Indonesia ini," tegas Prabowo.

Lalu apa blunder Prabowo?

Baca lagi petikan jawabannya, yang berikut ini:

"... kalau hukum mengizinkan dan rakyat menghendaki dia, karena dia memiliki kelebihan-kelebihan lain, mungkin korupsinya enggak seberapa."

Blunder yang berbahaya kiranya, karena bisa meruntuhkan kepercayaan public atas komitmen pemberantasan korupsi pasangan "Prabowo-Sandi".

Kolase Jokowi Ratna Sarumpaet dan Prabowo (Foto: Tribun Medan)
Kolase Jokowi Ratna Sarumpaet dan Prabowo (Foto: Tribun Medan)
Dua Paslon Harus Waspadai Ini

Pada debat-debat berikutnya, kubu Paslon nomor urut 02 "Prabowo-Sandi", rasanya harus ekstra keras untuk tidak melakukan blunder lagi. Menyerang lawan boleh, bertahan dari serangan lawan pun boleh, tapi sebaiknya tetap bermain cantik. 

Tidak emosional, tidak childish, kekanak-kanakan dengan menari-nari atau pijat-pijatan lagi. Tetaplah menampilkan gesture yang smart dan taft. Berbicara efektif ketika menjawab pertanyaan. Jangan bernafsu "menggulung" pendapat lawan, lakukan dengan kalem tapi "kejam".

Sedangkan bagi kubu pasangan "Jokowi-Ma'ruf", hendaknya juga tetap menekan emosi, seperti ciri khas ketika debat-debat sebelumnya. Agresif boleh, bahkan sangat boleh, tapi tetap cool dan berusaha menampilkan ciri khas kesederhanaan dan fakta-data kerja yang sudah dilakukan. 

Tak perlu berbangga berlebihan dengan kerja yang sudah dilakukan, karena percuma saja itu disampaikan kepada lawan, yang memang tak butuh dengar prestasi-prestasi itu. Jadikan kartu truf saja, keberhasilan kerja yang sudah dilakukan. Tidak untuk diumbar acapkali bicara.

Satu lagi, "Jokowi'Ma'ruf" harus juga waspada, dengan pola komunikasi debat Sandiaga Uno, yang enggak pernah berubah, selalu saja mengangkat kisah orang-orang yang umumnya termajinalkan dan ia klaim temui, untuk dijadikan sebagai dasar pembicaraan guna melawan berbagai kebijakan petahana.

Jadwal debat kedua akan dilaksanakan pada 17 Februari 2019, dengan tema energi, pangan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Debat ini hanya akan diikuti Capres saja. Artinya, kembali "Jokowi versus Prabowo".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun