BULAN DAN BINTANG PUN MENANGIS
lebih dari ah... bahkan tak terhitung lagi amat banyak warta televisi tersuguh tiap Emak menanak nasi hanya itu itu saja; basi Politisi berhadapan Politisi bicara dengan segudang temuan teori teori berlandaskan lima sila -demokrasi pancasila-katanya berseri "he'eh! mengatasnamakan Kami -rakyat negeri-- duh... dalam teorimu, Kami, tak lagi dibutuhkan partisipasi silakan kau dan kawan kawan saja mengurusi biar beken; sebab kami tak berarti"
Kau, Kawan Pernah baca buku Tere Liye? -- Negeri Para Bedebah- Katanya; "Kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata Musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumah" Nah, seperti itulah kita kekinian Saling mau benar. Teoritis. Berbagi blok. Fiktif. Lupa Tuhan "Tetapi setidaknya, Kawan, di negeri para bedebah, petarung sejati tidak akan pernah berkhianat"
aku tersengal, Kawan benar muak menyaksikan perihal perihal stres agenda pro-kontra seperti tak ada titik temu padahal amat banyak problema yang harus diberes dan ini lebih penting daripada berdebat tiap waktu
hm... pintaku, Kawan aku ingin kau melihat langit dari celah jendela rumah megahmu di sana ada Bulan dan Bintang yang tak berani bersinar Ia hanya muncul. Lantas -bias-hilang begitu saja Ia menangis dalam cita cita mulia menangis di atas sinar pusara bunda Pertiwi padahal, kau tahu kawan? Ia bukan hanya memberi sudut, ruang, dan arah saja Ia-lah generasi negeri yang ingin menjadikan bumi lebih berwarna khidmat, nikmat atas pemberian Gusti nan tiada tara
=O.o.O= Bengkulu, 18 September 2014
Lipul El Pupaka @infolipul www.bukutang.com
Gbr. Ilustrasi: halamanganjil.blogspot.com