Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Jangan Kelamaan Kalau Service

1 Oktober 2019   10:43 Diperbarui: 1 Oktober 2019   10:51 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pose 3D para jawara bulutangkis yang pernah mengharumkan nama Indonesia, lokasi Istora, saat Indonesia Open 2016 (gambar koleksi pribadi penulis)

Bayangkan, service Pedersen bisa lebih dari sepuluh detik. Menonton Pedersen melakukan service, komentar netizen, "Tante Pedersen service ditinggal bikin kopi juga belum kelar." Pemain Denmark lainnya yang gemar delay service adalah Mathias Boe. 

Karakter service Mathias Boe sangat berbeda dengan pasangannya di MD dulu yaitu Carsten Mogensen. Bila Boe delay service cukup lama, maka Mogensen gemar service "ala sepanyol". Entahlah, apakah hal tersebut memang merupakan strategi yang disengaja untuk merusak konsentrasi lawan. 

Maklum para pemain ganda dari Denmark terkenal gemar bermain "drama". Pemain China yang terkenal gemar melakukan service ala "buffering" adalah Zhang Nan, pemain spesialis ganda. Tapi menilik pengalaman Zhang Nan, kayaknya dia bakal cukup cerdik untuk mensiasati umpire yang makin tegas menindak delay service.

Pada sektor ganda, faktor kritis dari service menjadi lebih dominan. Service bisa menyulitkan lawan, atau justru mempersulit diri. Service yang bagus bisa menjadi pembuka serangan. Tetapi service yang buruk bisa menjadi peluang bagi lawan untuk menggebuk. Service yang tanggung akan dengan mudah dicocor lawan.

Dulu di tahun 90-an, kita belum mengenal adanya service judge. Kini petugas pengganti shuttlecock sekaligus merangkap menjadi service judge. Setelah bulutangkis menjadi salah satu lahan perebutan medali di Olimpiade, minat banyak negara bertumbuh. Makin banyak juga atlet berpostur menjulang. Mungkin itu menjadi salah satu pertimbangan dalam merevisi peraturan.

Pada saat dulu ditetapkan pinggang sebagai batas ketinggian service, ada saja atlet yang protes dengan memasukkan kaosnya, agar pinggangnya kelihatan. Atau bahkan menunjukkan posisi wudelnya, untuk menunjukkan bahwa ia tidak service melebihi batas yang ditentukan. Terakhir, ketinggian untuk batas service ditentukan menjadi 115 centimeter.


Kembali ke soal delay service. Kenyataannya, saat ini memang belum tertulis ketentuan berapa detik batasan untuk melakukan service. Sehingga umpire mesti menentukan patokan berdasarkan perkiraannya sendiri. Jadi sangat bergantung pada pengalaman dan kebijaksanaan umpire. 

Mungkin suatu saat akan muncul regulasi tambahan berkaitan service untuk mencegah atlet berlama-lama dalam melakukan service. Bisa saja di masa depan akan dikaji teknologi seperti halnya hawkeye dan VAR untuk pemantauan kala pemain melakukan service.

Pose 3D para jawara bulutangkis yang pernah mengharumkan nama Indonesia, lokasi Istora, saat Indonesia Open 2016 (gambar koleksi pribadi penulis)
Pose 3D para jawara bulutangkis yang pernah mengharumkan nama Indonesia, lokasi Istora, saat Indonesia Open 2016 (gambar koleksi pribadi penulis)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun