"Lebih parah lagi, bahkan ada peminjam yang misalnya minjam Rp 1 juta, tapi dibilang di grup dia pinjamnya Rp 3 juta, Ada fitnah di situ," kata Jeanny.
Nomor kontak di ponsel itu didapatkan petugas karena mengakses data pribadi peminjam tanpa izin. Petugas juga menyebarkan data pribadi seperti foto KTP, nomor rekening, hingga lembar pertama buku tabungan secara tak bertanggung jawab. Selain itu, peminjam juga mendapatkan ancaman, fitnah, penipuan, hingga pelecehan seksual di saat petugas aplikasi menagih pembayaran kembali.
LBH juga menemukan bahwa kontak dan lokasi kantor penyelenggara aplikasi pinjaman online tidak jelas atau tidak terdaftar.
Ada pula pengaduan berupa sistem yang tidak dikelola dengan baik sehingga ketika peminjam sudah membayar pinjamannya, namun pinjaman tak dihapus dengan alasan tidak masuk dalam sistem.
"Di sistem tidak ada pencatatan yang jelas. Penagihannya juga dilakukan orang yang berbeda sehingga sata peminjam sudah mengkonfirmasi sudah dibayar, siangnya ada yang menelpon lagi bilang belum dibayar," kata Jeanny.
Menurut dia, sebagian besar masalah tersebut muncul karena minimnya perlindungan data pribadi bagi pengguna aplikasi pinjaman online. Hal ini terbukti dengan mudahnya penyelenggara aplikasi mendapat data pribadi dan foto peminjam.