Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Manusia Unggul Itu Bernama Petani

13 November 2019   21:32 Diperbarui: 14 November 2019   09:34 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dokpri

Pagi di suatu Desa pinggiran Kabupaten Cilacap, bukan saja akan memberikan udara yang segar, tetapi memberikan nafas bagi kehidupan manusia.

Desa dan berbagai apa yang ditemukan didalamnya, merupakan sebuah nadi kehidupan yang perannanya sendiri begitu sentral bagi sebuah kehidupan. Karena didalam suatu desa, disanalah terdapat kerja sama, pangan, dan segala bentuk keakraban sebagai kumpulan masyarakat itu sendiri.

Setelah sekian lama dunia tropis menjadi musim kemarau, masyarakat desa harus menyongsong kehidupan mereka yang ditentukan oleh musim. 

Kini musim hujan sudah menyambut untuk menyapa kembali di bulan november, pertanda bahwa; "nadi kehidupan akan terus berjalan sebagai bahan dari mengisi setiap musim itu sendiri, antara menjadi manusia yang hidup; harus mengikuti siklus alam".

Air hujan sebagai salah satu lantaran untuk dapat terus hidup, begitu juga bagaiamana tanaman-tanaman yang membutuhkan air didalam kehidupan mereka. Tentu sebagai bahan untuk tumbuh, berkembang, lalu berbuah, guna menebar kebaikan sebagai pemberi kehidupan manusia dan mahluk lainnya.

Seperti yang dapat kita saksikan, hujan sudah mulai sering turun, tanah-tanah yang tadinya kering kembali menjadi basah. Untuk itu, di suatu desa terpencil sekalipun, merupakan lambang pangan sendiri untuk manusia. Masyarakat desa memandang pagi harus se-produktif mungkin. Kebanyakan masyarakat desa, sebagian besar berprofesi sebagai petani!

Mereka "bertani" untuk menanam bukan hanya untuk mereka sendiri. Namun juga menanam untuk keluarga dan manusia-manusia lain di sana yang tetap; "mereka juga butuh pangan untuk sama-sama melanjutkan hidup".

Tetapi menjadi petani bukanlah perkara yang mudah, rasanya semua profesi jika bekaca dari kehidupan petani, sama-sama akan menemukan kesulitannya sendiri. 

Namun, kesulitan apapun itu, apakah petani frustasi menjadi petani? Bukankah mereka tetap menjaga semangat meskipun apa yang mereka tanam belum tentu seimbang dengan tenaga atau modal yang mereka keluarkan?

Tentu tidak, petani akan tetap menjadi petani karena mereka butuh menanam untuk menuai hasilnya. Begitupun dengan profesi lain selain petani, sama mereka berusaha untuk juga menuai hasil dari kerja selain menjadi petani yaitu; buruh-buruh perusahaan saat ini.

Yang terkadang sebagai hasil, pekerja diperusahaan yang mempunyai pendapatan rutin setiap bulan tetap masih lebih baik dari petani yang tidak jelas dalam berpendapatan. 

Belum dengan resiko mereka dalam menanam, pupuk yang mereka harus beli, bahkan tenaga merawat tanah yang mereka harus garap sebagai lantaran membuahkan pangan.

Petani merupakan profesi kompleks, bukan hanya ia harus ditinggikan sebagai strata profesi tetapi sebagai pahlawan pangan yang harus terapresiasi secara lebih di dalam setiap akomodasi kerjanya sendiri.

"Siapa yang mendambakan suatu hasil, di sana manusia harus rela menanam". Tanam dan tanamkanlah hal yang baik untuk keberlangsungan kehidupan, dan mereka petani mengisi hidup dengan sangat baik, menanam untuk kehidupan yang lebih baik"

Berbicara tentang kerelaan, petani tetap adalah orang-orang yang rela itu dengan segenap rasa yang mereka bawa, hidup sederhana, di Desa terpencil, namun kontribusi mereka patut untuk ditilik sebagaimana semangatnya sendiri dalam bingkai pengabdian hidup bagi sesama.

Mereka "petani" tidak peduli hingar-bingar politik, menjauh dari hiburan-hiburan yang tidak mungkin dapat mereka jangkau dengan uangnya, dan perkara menanggapi isu-isu sosial yang ada, mereka petani desa adalah orang yang apatis, tidak mau tahu dan tidak ingin ikut-ikut terlibat.

Petani orang yang bebas, menciptakan hidup untuk harmoni dengan alam, dan orang yang selalu berharap pada kebaikan dari menanam. 

Friedrich Nietzche filsuf Jerman pernah berkata tentang manusia unggul di sana, adalah mereka-mereka yang tinggal di lereng-lereng gunung, di desa-desa, dan mereka hidup menikmati kesederhanaan selaras dengan alam. Tentu gambaran dari manusia unggul tersebut yaitu; Petani!

Tidak pernah terbayang nanti ketika lading-ladang atau sawah-sawah berubah di Desa menjadi bangunan perumahan, jalan tol, atau dengan pabrik-pabrik industri disana.

Sepetak tanah yang dialih fungsikan sebagai; "bukan memproduksi pangan itu sendiri, akan memunculkan berbagai masalah baru yakni kemiskinan yang diturunkan".

Berbeda ketika tanah-tanah itu lestari dalam bingkai manusia beranak-pinak didesa, adanya lahan untuk menanam selalu menjamin siapapun manusia entah berapapun generasinya; "akan terjamin oleh alam dalam menghasilkan pangan itu sendiri, asalkan mereka "manusia" mau menanam.

Bukankah menjadi suatu masalah ketika tanah-tanah sudah dimiliki oleh bukan petani? Dan dimanakah petani akan menanam lagi? Tanah dan menanam akan selalu menjadikan hidup terus lebih baik, dan ketika tanah hilang menjadi bangunan, akan kemanakah manusia unggul disana dengan wajah petani? Apakah matinya manusia unggul tersebut dari awal tawaran modal itu sendiri, dimana mereka tergiur menjual tanah diganti dengan uang? 

Itulah yang menjadi pertanyaan kini, berabad-abad yang lalu manusia berperang untuk saling berebut tanah, dan kini manusia yang secara sah sudah memiliki haknya akan tanah, secara mudahkan mereka menganti dengan uang yang tidak akan mampu menjamin lintas dalam generasi turunannya?

Perlu diingat seberapa besar uang itu tetap akan habis pada masanya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun