Mohon tunggu...
arie setiawan
arie setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelance writer

Menjadi new be untuk tetap bisa to be

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesalahan Berbahasa yang Jadi Kebiasaan

26 April 2017   14:32 Diperbarui: 27 April 2017   00:00 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bahasa, merupakan sebuah alat atau media yang mempermudah untuk kita melakukan komunikasi. Bahasa menyamakan perbedaan-perbedaan makna kosa kata yang ada dari masing-masing budaya. Dengan bahasa akan lebih mudah untuk menyamakan persepsi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan merupakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami oleh banyak kalangan. Telah disepakati bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa pemersatu bangsa. 

Lalu apa masalhanya dengan Bahasa Indonesia?
Bahasa Indonesia telah diatur penggunaanya, mulai dari ejaan yang telah diatur dengan EYD, penggunaan kata dan kalimat baku, Namun bukan masalah pada bahasanya, tetapi terkadang ada kebiasaan-kebiasaan yang membuat informasi yang disampaikan atau diucapkan mencadi rancu bahkan cenderung bertabrakan dengan logika. Karena kebiasaan mendengar atau menggunakan kalimat-kalimat yang sederhana, memang terkadang akan terasa aneh ketika kita mendengar kata-kata yang sebenarnya sangat logis. Yang membuat kita harus berfikir lebih untuk dapat mencerna kalimat tadi.

Tanpa kita sadari, terkadang kita sering mendengar ucapan atau tulisan-tulisan yang mengandung makna ganda, ambigu, bahkan bisa jadi menyesatkan. Misalnya:
.......naik keatas, ......maju kedepan, .......turun kebawah, .......masuk kedalam dan masih banyak lagi. Kalimat-kalimat tadi merupakan kalimat yang bermakna ganda, dan sebenarnya tanpa mengucapkan keduanya kalimat tersebut sudah dapat dipahami maknanya. Bukankah akan menjadi sia-sia jika terjadi makna ganda seperti itu. Dalam sebuah mimbar, mungkin kita juga sering mendengar atau bahkan kita sendiri yang mengucapkanya "......waktu dan tempat saya/kami persilahkan". Tanpa bermaksut merendahkan narasumber yang akan memberikan sambutan, logikanya kalo begini kan yang dipersilahkan untuk memberikan sambutan jadinya adalah saudara "waktu dan tempat"nya bukan narasumbernya. Lha terus kemana dan dimana nara sumber memberikan sambutan ?

Kalimat yang mungkin ambigu dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut misalnya ketika sedang memperbaiki kendaraan dan menggunakan alat/kunci seperti obeng kunci pas/ring. Ketika meminta bantuan untuk mengambilkan alat tadi kita berkata "......tolong ambilakn kunci 10". Ada banyak makna dalam kalimat ini, minta tolong untuk mengambilkan kunci berjumlah 10 buah atau mengambilkan kunci ukuran 10. Makna lain adalah kunci 10 ini kunci apa? pintu atau kunci bumbu dapur ?. Hehe, sesuatu yang tidak lazim dan tidak perlu diperdebatkan sebenarnya jika kita menggunakan kebiasaan dan nalar. Tetapi tidak ada yang salah juga kan, jika semua penjelasan atas perintah itu diambilakan ? Mana yang benar? Jika menggunakan bahasa yang baik, seharusnya "tolong ambilkan kunci ting/pas yang berukuran 10" tentu terlalu panjang dan bertele-tele. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun