Mohon tunggu...
Kimi Raikko
Kimi Raikko Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just Another Days In Paradise \r\n\r\n \r\n\r\n\r\n \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hari Pertama Sekolah dan Privasi Anak

15 Juli 2016   17:45 Diperbarui: 15 Juli 2016   23:59 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar setahun yang lalu, kampanye mengantar anak ke sekolah di Hari Pertama Sekolah telah saya dengar dan ikuti dengan penuh perhatian. Gerakan ini bukan sama sekali sesuatu yang baru, namun kembali dikampanyekan agar orang tua tidak melulu "menyerahkan" anak ke sekolah.

Tentu saja sebagai suatu gerakan positif hal ini perlu didukung. Namun sayang sekali banyak orang tua yang mengikuti gerakan ini tidak memperhatikan privasi dan keamanan anak. Nah, kok bisa?

Sekitar setahun yang lalu, linimassa saya di Twitter dihiasi foto-foto anak masuk sekolah, lengkap dengan nama, ibu atau ayahnya dan kadang lokasi dan nama sekolah. Foto-foto tersebut penuh gaya, penuh gembira dengan caption yang bermacam-macam untuk mendukung kampanye Hari Pertama Sekolah. Tidak hanya di Twitter tentunya, di media sosial yang lain seperti Path, Instagram dan Facebook foto-foto serupa dapat ditemukan dengan mudah. Foto tersebut jumlahnya sangat banyak dan entah kenapa tidak ada guidance dari mereka yang mengadakan kampanye bagaimana seharusnya membagi foto anak yang terlibat dalam kampanye tersebut secara tidak sengaja serta menjadi korban keinginan populer orang tua mereka.

Harus diakui, media sosial seperti Twitter, Facebook, Path dan Instagram kini sedemikian populer di Indonesia. Media sosial ini merupakan tempat tampil yang paling mudah agar bisa populer. Modalnya cukup smartphone dan mungkin juga aplikasi yang bisa memperbaiki foto agar bisa terlihat lebih baik dan menarik. Mereka yang mengadakan kampanyepun mengetahui betapa getol-nya pengguna media sosial di Indonesia membagi apa saja yang mereka rasakan, pikirkan dan alami ke media sosial sehingga meminta orang tua untuk membagi foto mereka ketika mengantar anak di Hari Pertama Sekolah bukanlah permintaan yang mengada-ada. 

Orang tua akan dengan senang hati mengikuti kampanye tersebut, sengaja diundang atau tidak. Bagi orang tua kebanggaan dan kesenangan mengantar anak di hari pertama sekolahnya merupakan hal yang perlu diketahui orang banyak melalui media sosial serta ikut mengampanyekan gerakan mengantar anak di hari pertama sekolah. Sayangnya orang tua tidak mengetahui bahwa perilaku membagi foto anak dan lokasi sekolah tersebut merupakan unsafe action yang bisa mengundang kejahatan dan melanggar privasi anak.

Unsafe action ini terkait dengan keamanan anak. Kita mengetahui bahwa anak bersekolah di sekolah tertentu bukan untuk jangka waktu yang pendek. Untuk tingkat taman kanak-kanak, misalnya paling tidak selama dua tahun (asumsi tidak pindah) dan untuk tingkat SD selama 6 tahun. Bayangkan jika foto anak disebar di media sosial yang kini datanya dapat ditambang oleh siapa saja karena kelalaian pengguna dalam memperhatikan privasi. Media sosial kini menjadi tambang informasi gratis berbagai pihak, termasuk penjahat. Kecenderungan saat ini adalah adanya pemanfaatan data di media sosial dan internet umumnya untuk melakukan kejahatan, misalnya penipuan atau bahkan penculikan.

Mungkin Anda pernah mendengar kisah orang tua ditelpon oleh seseorang yang mengabarkan anaknya mengalami kecelakaan atau peristiwa lain sehingga diminta untuk segera mentransfer uang. Ini baru kejahatan biasa yang memanfaatkan nomor ponsel. Bayangkan jika foto anak Anda atau lokasi sekolah yang anda bagi di Twitter, Facebook, Path atau instagram dijadikan informasi untuk menculik anak Anda tersebut dengan berbagai trik yang mungkin di luar perkiraan orang tua. BIsa juga pedofil menjadikan anak tersebut target karena sudah melihat foto dan lokasi sekolah mereka. Apa Anda tidak takut?

Sebagai anak yang polos dan mudah percaya, sangat masuk akal bagi anak untuk percaya kepada siapa saja yang terlihat baik, apalagi dengan berbagai iming-iming atau alasan lain, misalnya orang tua yang biasanya menjemput tidak bisa karena satu dan lain hal. Anak dalam kasus seperti ini tidak bisa disalahkan karena ia adalah korban pelengkap penderita. Orang tuanya yang heboh di media sosial, men-tag lokasi sekolah, mengambil foto sekolah dan anaknya lalu membaginya di media sosial-lah yang terlalu kurang kerjaan sehingga membuat anak berada dalam bahaya.

Hal yang kedua adalah privasi anak. Privasi mungkin hal yang populer sekaligus tidak populer bagi pengguna media sosial di Indonesia. Kebanyakan pengguna tahu privasi, namun tidak banyak yang berusaha melindungi privasi mereka, apalagi anak-anak. Anak yang baru masuk sekolah TK atau SD sangat bergantung kepada orang tuanya. Anak pada dasarnya tidak meminta untuk difoto ketika hari pertama sekolah, apalagi foto tersebut dibagi ke publik. Anak bahkan cukup senang bisa sekolah, sebuah lingkungan baru bagi mereka setelah rumah.

Namun orang tua abai dengan privasi anak tersebut. Orang tua beranggapan bahwa anak tidak memiliki privasi sehingga sah-sah saja membagi fotonya ke media sosial. Padahal anak memiliki privasi yang harus dihormati dan membagi fotonya ke publik adalah pelanggaran serius orang tua terhadap privasi anak. 

Harus dipahami bahwa anak memang tidak menolak fotonya dibagi ke publik melalui media sosial, namun bukan berarti ia setuju tindakan orang tua tersebut. Adanya ikatan orang tua dan anak menjadi penghalang bagi anak untuk melakukan penolakan dan sesungguhnya anak memang tidak bisa menolak apa yang akan dilakukan orang tua terhadap foto mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun