Mohon tunggu...
Khairudin M. Ali
Khairudin M. Ali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wartawan

Seorang wartawan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kelas Inspirasi 2 Dana Mbojo yang Luar Biasa

16 September 2015   18:37 Diperbarui: 17 September 2015   16:00 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HARI itu, Jumat 4 September 2015. Saya meluncur ke Kantor Dikpora Kabupaten Bima untuk bergabung dengan kawan-kawan lain yang akan mengisi Kelas Inspirasi (KI) 2 di Kecamatan Wera dan Ambalawi. Ini pengalaman pertama saya, tentu ada perasaan yang beda. Beda dengan menjadi pengajar di ruang kuliah, atau menjadi narasumber yang sudah sering saya lakukan. Ini akan berada depan kelas anak-anak Sekolah Dasar. Mulai dari kelas I hingga kelas VI. Tujuannya, menginspirasi mereka tentang masa depan, merangsang dan membuka wawasan mereka tentang banyak pilihan profesi, dan memotivasi mereka agar bisa merawat dan memelihara mimpi-mimpi masa kecilnya.

[caption caption="Keceriaan anak-anak KI 2 di SDN 2 Rite, Ambalawi Kabupaten Bima."][/caption]

Bersama rombongan, saya meluncur ke Ambalawi. Harusnya semua rombongan baik inspirator, fasilitator, fotografer, videografer, maupun panitia yang merupakan pengajar muda dari Indonesia Mengajar mulai menginap di lokasi kegiatan hingga Minggu, 6 September 2015. Tetapi karena saya berencana pulang, saya memutuskan membawa kendaraan sendiri. Bersama Ojan, panggilan Muhammad Fauzan, pengajar muda yang sedang bertugas di salah satu SD di Desa Oi Bura Kecamatan Tambora, kami tiba di Kantor UPT Dikpora Ambalawi sekitar pukul 16.00 Wita.

Rombongan yang bertugas di Kecamatan Wera pun berkumpul seluruhnya di sini. Di aula ada acara pelepasan oleh Dinas Dikpora Kabupaten Bima dan penerimaan oleh Kepala UPT Ambalawi, Muhammad Amin. Acara berlangsunh sederhana. Tim KI Kecamatan Wera kemudian meluncur bersama Sesdis Dikpora, Nasrullah, dan Kabid Dikdas, Amirudin, karena sudah ditunggu oleh Kadis Dikpora untuk dilakukan acara serah terima sebelum meluncur ke sekolah tujuan.

Kami yang bertugas di Ambalawi, sempat briefing penyegaran teknis sebentar sebelum menuju ke sekolah tujuan KI. Masing-masing kecamatan, ada lima sekolah dasar yang dipilih. Di kecamatan Ambalawi ada SDN 2 Rite, SDN 2 Tolo Wata, SDN 1 Talapiti, MIS Nipa dan MIS Mawu. Sementara di Kecamatan Wera ada SDN Inpres Wora, SDN Tadewa, SDN Nunggi, SDN Hidirasa, dan SDN Sangiang Pulau. Usai briefing, saya bersama rekan inspirator lain yang didampingi fasilitator, videografer, fotografer, dan pengajar muda Indonesia Mengajar, Ojan menuju SDN 2 Rite. Sekolah ini sudah kami lewati ketika menuju ke ibukota kecamatan Ambalawi, di Nipa.

Pertama memasuki halaman sekolah yang dibangun di sisi barat gunung ini, terlihat begitu bersih dan rapi. Ada keran air. Airnya pun mengucur sangat deras yang terpasang di teras sekolah. Ojan mengaku kaget, karena lokasi sekolah ini yang cukup tinggi dari jalan raya. Air menjadi perbincangan, karena ada di antara rekannya sesama pengajar muda yang bertugas di Bajo Pulau kecamatan Sape, sulit sekali mendapatkan air. Untuk keramas saja, harus beli air di Sape yang diangkut dengan perahu. Walau diakui Ojan kondisi itu berbeda dengan lokasi tempatnya mengajar di Oi Bura. "Di desa Oi Bura kami tidak kesulitan air,’’ kata lulusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara ini.

Kami diterima oleh Kepala SDN 2 Rite, Darwis M. Saleh, S.Pd. Pria ramah kelahiran Bima, 8 April 1966 ini menerima kami dengan senang hati. Banyak hal yang kami obrolkan dengan Pak Darwis sambil menunggu nasi matang di rice cooker. Dia menemani kami hingga malam. Karena kegiatan tersebut untuk pertama kali, kami mengenalkan diri agar lebih akrab. Kami pun makan malam dengan menu ayam bakar dan mie rebus. Pak Darwis sangat antusias. Dia begitu bersemangat. Bercerita banyak hal dan juga bertanya banyak hal. Rupanya Pak Darwis penasaran dengan kehadiran kami. Profesi kami pun ditanya. Para inspirator bukanlah para guru, kami hadir dari beragam profesi. Ada wartawan seperti saya, ada birokrat, ada juga pegiat LSM.

Kami para inspirator, sebelumnya tidak saling kenal. Kami mendaftarkan diri karena tertarik dengan kesempatan yang diberikan oleh panitia KI Dana Mbojo yang diumumkan online di Facebook. Saya adalah salah satunya yang ikut mendaftar. Menurut bung Olan panggilan akrab M. Olan Wardiansyah, M.Pd, ada banyak orang yang mendaftar. Mereka bukan hanya dari Bima, tetapi juga banyak dari daerah lain di Indonesia. Entah karena pertimbangan apa, saya dinyatakan lolos dan diundang untuk menjadi salah satunya. Jujur saya sempat khawatir tidak lolos pada seleksi ini. Dalam masa penantian ini pun, saya terus berpikir akan berbuat apa di dalam kelas anak-anak SD itu, karena saya bukanlah inspirator yang sesungguhnya. Saya hanya seorang wartawan. Jika pun menjadi pengajar, itu pernah saya lakoni beberapa semester di Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Mbojo Bima. Lainnya, hanya menjadi nara sumber biasa. Setelah briefing baru saya pahami bahwa memang dibutuhkan inspirator dari keragaman profesi untuk menginspirasi anak-anak. Karena berdasarkan pengalaman, jika anak-anak ditanya tentang mimpi dan cita-cita mereka, hanya ada empat profesi yang mendominasi. Profesi itu adalah guru, dokter, tentara, dan polisi. Lainnya tidak kenal. Inilah yang menjadi salah satu pertimbangannya sehingga KI ini dilaksanakan. Program brilian ini nenurut saya sangat luar biasa. Sederhana, tanpa biaya, dan sangat bermanfaat.

Makan malam dengan kepala SDN 2 Rite dan beberapa guru, rasanya luar biasa nikmat. Tidak jelas apakah karena tempat, suasananya, atau waktunya yang di luar jadwal yang biasa. Pak Darwis bersama guru-guru malam itu menyediakan ayam bakar dan mi rebus. Usai makan malam, saya pamit pulang. Harusnya sesuai ketentuan panitia, tidak ada yang boleh pulang. Bahkan Pak Amirudin saat melepas peserta di kantor Dinas Dikpora Kabupaten Bima sempat guyon akan menghadang siapa pun yang pulang ke Kota Bima. "Supaya kita bisa bersama-sama menikmati bermalam di lokasi,’’ ujarnya. Selain saya, karena ada alasan keluarga, Firna, fotografer yang bertugas di SDN 2 Rite pun ikutan pulang.

Hanya setengah jam melewati Ncai Kapenta. Saya tidak langsung pulang ke rumah karena harus mengisi bahan bakar dan mencari kebutuhan ringan untuk dibagi-bagi dalam kelas saat kegiatan berlangsung. Sementara kawan-kawan yang tinggal di SDN 2 Rite, malam itu sibuk menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk kegiatan KI, termasuk sebuah pohon harapan. Daun dari pohon harapan itu nantinya akan ditempel sendiri oleh anak-anak setelah menulis harapan dan cita-citanya. Pohon harapan hanyalah simbol, simbul tumbuh, berbunga, dan berbuah. Harapannya adalah daun harapan yang telah ditulisi dengan cita-cita anak-anak itu tetap terpelihara, tumbuh, berbunga dan berbuah. Anak-anak pun diharapkan bisa merawat dan memelihara mimpi dan cita-cita mereka seperti merawat pohon. Jangan sampai layu apalagi mati.

Jujur, awalnya saya agak kesulitan menentukan angle tulisan ini setelah menjadi inspirator. Tidak biasanya saya alami hal seperti ini. Kalau mau menulis ya menulis saja, mengalir begitu saja. Tiba-tiba saja sudah selesai. Dan biasanya tanpa hambatan sedikitpun. Ini rasanya sedikit beda. Beda muatan dan beda rasanya. Mengapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun