Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Alasan Mereka yang Gagal "Membunuh" Avanza

3 Agustus 2017   16:56 Diperbarui: 26 Agustus 2017   07:23 10786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan sombong. Untuk keseharian saat beraktivitas, saya sering berganti-ganti mobil, tergantung mood saja.Kadang saya menggunakan Kijang Kapsul LGX lansiran tahun 1999 yang masih kencang hingga saat ini dengan dorongan mesin 1.800cc. Trek lurus di dalam tol 130 KM/jam bukanlah hal yang sulit untuk dicapai. Jika saya bosan dengan kemacetan, kadang Suzuki Splash jadi mobil paling favorit untuk ugal-ugalan di jalan. Atau mungkin Suzuki Ertiga bisa jadi alternatif selanjutnya apabila saya ingin membawa angkutan lebih banyak, tapi bisa lebih irit dibandingkan menggunakan Kijang LGX. Bukan tidak punya uang, hanya ingin sedikit pamer saja mobilnya lebih baru. Pilihan terakhir saya kadang juga gunakan kembarannya Avanza, hanya karena efisiensi gaji ketika semakin menipis. Tanggal 10 sudah koma.

Untungnya saya bukan seperti Kasino di film warkop. Mobilnya boleh ganti-ganti, tapi ternyata punya pelanggannya di bengkel. Sekali lagi bukan, saya sedikit lebih beruntung dari Kasino, empat mobil yang sudah saya sebutkan di atas memang bukan punya pelanggannya saya. Tapi semuanya saya pinjam dari mertua dan kakak-kakak saya. Pinjam yang penting gaya.

Lalu apa mobil saya? ya jelas. Kelas karyawan yang berharap gaji tidak telat sudah Alhamdulillah seperti saya ini, tidak akan sanggup mencicil mobil mau model apapun juga, salesman beserta cicilan mobil LCGC pun rasanya seakan berbisik "ayo bos beli boss, ga papa enggak makan, yang penting gaya bos".Saya ya jelas milih beli makanan dibandingkan beli mobil. Hukum alamnya manusia. Tapi kalo mau beli mobil, saya maunya Subaru Impreza WRX.

Setidaknya ini bisa menambah valueobjektivitas saya ketika membuat artikel ini. Saya tidak berafiliasi dengan brand apapun, saya tidak mendukung Avanza sekalipun, walaupun saya sering menggunakan kembarannya. Saya pun tidak bisa menjamin pembahasan ini akurat, karena hanya berdasarkan asumsi pribadi semata, hasil obrolan di bengkel sembari menunggu ganti oli.

***

Bulan lalu, gerombolan tiga berlian memperkenalkan jagoan barunya di kelas yang jarang mereka ikuti, MPV. Lama sekali perkenalannya. Karena sebenarnya versi konsepnya sudah dikenalkan dari tahun 2016. Antusiasmenya lumayan besar, karena pabrikan tiga berlian memang tidak pernah main-main ketika menawarkan sebuah visual dari produk mereka. Enggak ada yang jelek istilahnya, long-last. Disodorkan Lancer Evolution versi lama pun semua orang juga pasti berebut.

Yang selalu digembor-gemborkan, varian terbaru ini jadi harapan yang akan "membunuh" geng Avanza. Sang penguasa jalanan, yang ketika disalip ketemu lagi di depan. Optimis sah-sah saja, tapi "membunuh" penguasa itu lain soal. Achilles boleh saja membunuh pangeran Hector, tapi untuk menghancurkan bangsa Troy, Achilles perlu menggunakan strategi dan tipu muslihat, pada akhirnya Achilles mati. Sama halnya MPV Mitsubishi yang juga belum diberikan nama, secara kekuatan (fitur) memang jauh mengungguli dibandingkan Avanza, tapi "membunuhnya" ya belum tentu. Terlalu ambisius malah ujungnya bisa mati lebih cepat.

Avanza terlahir awalnya berada di segmentasi entry level. Segmentasi orang yang baru pertama kali beli mobil baru. Ketika ditanya mau beli mobil apa? Jawabannya kalo bukan Avanza ya Xenia, karena pada saat itu si kembar ini memposisikan dirinya sebagai mobil yang paling murah, yang saat ini posisinya telah terganti oleh gerombolan mobil LCGC. AvXen (singkatan dari Avanza Xenia) terlahir di tahun 2004, bukan lagi waktu yang sebentar untuk sebuah produk otomotif, artinya produk ini bukan lagi menancapkan kuku lagi tapi sudah lebih menyemen kakinya dengan jalanan di dunia otomotif.

Pembeli entry level didominasi sebagai pengguna yang paling awam soal mobil. Rata-rata memang tidak mengerti seluk beluk soal otomotif, bahkan mungkin membuka kap mesin saja pun saya yakin akan mengalami kesulitan. Jangan jauh-jauh menawarkan segala macam fitur canggih, mirror auto-retractable, AC dengan climate control, airbag atau spion yang diatur elektrik, pembeli pemula tidak akan memahami hal ini dan mengetahui seberapa urgensi penggunaanya. Bagi mereka yang penting mobil murah, sparepart tersedia dengan mudah, ada AC biar adem itu sudah lebih dari cukup, berkendara tanpa panas sudah jauh mengangkat tingkat "tajir" seseorang, punya mobil sudah bisa dibilang sukses secara material. AvXen dahulu mulai populer berkat faktor tersebut.

Sekarang posisinya sudah digantikan LCGC, tetapi lucunya stereotip yang muncul sekarang adalah AvXen naik kelas. Kalau punya uang sedikit belilah LCGC, punya lebih sedikit belilah AvXen. Pesan berantai dari mulut ke mulut, ada yang bilang karena sparepartnya mudah lah, ada dimana-mana, ya jelas mudah karena eksistensinya sudah lama di Indonesia. Banyak yang bilang karena harganya murah, padahal kompetitornya pun menawarkan harga yang juga tak jauh beda. Semua memang sudah terbentuk dari zamannya Kijang, mau beli mobil keluarga ya Kijang. Dan berjalan hingga saat ini.

Saya akan memaparkan sedikit, stereotip apa yang sudah terbentuk sehingga deretan penantang AvXen yang berniat merusak dominasinya, justru lesu, bahkan kalah sebelum sempat bertarung. Tenang, pembahasannya lagi-lagi bukan karena tingkat kepakaran, hanya obrolan kopi sore sembari nongkrong di bengkel. Jadi seratus persen boleh tidak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun