Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Edan! Pelajar Didakwa Seumur Hidup

20 Januari 2020   11:15 Diperbarui: 20 Januari 2020   11:51 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemberitaan mengenai kasus ZA, pelajar yang merebak perempat akhir tahun 2019 lalu. Pelajar yang membela diri dan teman wanitanya dari kejahatan pembegalan. Tikaman pisau kepada salah satu pembegal di dekat kebun tebu itu menyebabkan kematian sang pembegal. 

Buat yang bingung apa sih? Bisa lihat di link Kronologi Pelajar Bunuh Begal, Hingga Didakwa Seumur Hidup 

Beberapa hari lalu berita ini kembali mengemuka. Ternyata kasus AZ disidangkan dengan dakwaan berlapis. Primernya Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP, Pasal 351 Ayat 3 KUHP, demikian keterangan yang didapatkan di beberapa media yang dikutip dari pernyataan Penasihat Hukumnya.

Karena ZA belum berusia 18 tahun, sidang yang digelar adalah sidang peradilan anak yang mengacu pada UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPAA) dimana sebelumnya berlaku UU No. 3/1997 tentang Peradilan Anak.

Pengertian anak dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia selama ini memang seringkali menjadi perdebata, terkait pada penafsiran usia dewasa di beberata peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda mengenai usia tetapi memiliki limtatif yang sama, yakni jika telah menikah maka dianggap dewasa (bukan lagi dianggap anak-anak).

Tetapi dala UU SPAA ini secara tegas diatur dalam pasal 1 butir ke-3 menegaskan bahwa "Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana."

Meski telah menikah, jika seseorang melakukan perbuatan pidana pada usia sebelum 18 tahun maka diajukan dalam sidang peradilan anak, yang sangat berbeda perlakuannya dengan sidang peradilan pidana umum.


Peradilan pidana dilakukan tertutup, itu yang secara tegas diamanahkan dalam sistem hukum kita. Tetapi hal ini dibaca oleh masyarakat banyak sebagai hanya proses di muka sidangnya yang tertutup. Dengan perkembangan teknologi  yang tidak diikuti oleh literasi digital, kayaknya gak afdol dan tidak ikuti asas "No Pic, Hoax", maka dengan  mudahnya foto ZA beredar dimana-mana bahkan saat berfoto dengan beberapa petinggi negeri ini.

"Ini bentuk empati, Bikcik. Sebagai anak innocent, membela kehormatan seorang perempuan tentu harus dibela di tengah carut marutnya penegakan hukum negeri ini".

Pemberitaan makin viral kala media online, media sosial termasuk para influencer mengangkat derita pelajar ini. Kisah heroik berseliweran di media sosial, bahkan pengacara yang dielu-elukan hebat luar biasa negeri ini pun katanya turun tangan.

Duh... apa kabar penasihat hukumnya yang telah mendampinginya dari awal, saya yakin perjuangan mereka juga luar biasa hingga peradilan pun dapat dilakukanpada peradilan anak.

Status ZA yang sudah menikah  menjadi celah mendudukan ia sebagai orang yang telah dewasa jika mengikuti peraturan perundang-undangan lain yang berlaku di Indonesia termasuk UU HAM. Tanpa pendampingan hukum menurut saya belum tentu ZA ditempatkan pada peradilan anak,

Ancaman hukuman seumur hidup di depan mata. Ini adalah perilaku penegak hukum tak punya hati pada pelajar yang tak berdosa ini.

Sebagai emak kepo penasaran dong. Mengapa bisa diangkat, berkas bisa dinyatakan lengkap oleh JPU dan diregistrasi ke Pengadilan dan digelar sidang oleh Pengadilan Negeri.  Karena saat ini sistem peradilan anak menjadi perhatian khusus, perlu kehati-hatian ekstra dalam penyelenggaraannya.

Tanpa bermaksud membully ZA, tetapi ini hanya menjadi sebuah telisik untuk memandang suatu peristiwa dengan daya jangkau pandangan sedikit lebih luas. Tidak hanya berdasarkan sisi kisah mengenai ketidakadilan luar biasa yang terjadi.

Sidang peradilan ini baru tahap awal, pada pembacaan dakwaan. Sama sekali belum menyebutkan ancaman tuntutan hukum oleh JPU. Masih ada proses pembuktian dan pemeriksaan peradilan yang perlu diselenggarakan sebelum ada tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum dan dijatuhkan vonis oleh hakim.

Terlalu berlebihan jika menyebut sebuah dakwaan sebagai ancaman hukuman seumur hidup.

Dalam pasal 340 KUHP disebutkan "Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun."

Benar itu jika baca di KUHP-nya, tetapi ini dalam Pasal 81 ayat (6) UU SPPA nak sebagai pelaku tindak pidana (Anak yang Berkonflik dengan Hukum   dengan ancaman pidana mati, tidak akan dikenai pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup. Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun

Jadi meskipun JPU merasa memiliki bukti kuat, maksimum hukuman yang akan dituntut kepada ZA adalah 10 tahun (hal ini sempat menjadi simalakama saat kasus Yuyun).

Kan tetap terancam, Bikcik?

Lha iya, dia dibawa JPU ke muka peradilan itu dengan bukti yang kuat, mengenai apakah ia membela diri itu juga yang harus diperjuangkan oleh ZA dan pendamping kasusnya. Menjadi penting untuk memberikan support kepada penasihat hukumnya memperjuangkan ZA. Terutama untuk menghadirkan saksi-saksi yang meringankan termasuk saksi ahli.

Saya sangat berharap kepada siapapun pihak yang bersimpati pada kasus ini lebih mengutamakan tujuan hukum sebenarnya. Sidang peradilan ini mencapai kepastian hukum (tanpa sidang ZA tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap sebagai orang yang bersalah atau tidak bersalah), mencapai keadilan (bukan hanya kepada ZA, tetapi kepada keluarga korban) serta memberi kemanfataan kepada masyarakat banyak. Kasus ini dapat menjadi rujukan (yurisprudensi) terhadap kasus-kasus serupa di masa mendatang terutama jika terjadi dalam kasus anak (meski telah menikah).

Selamat menjelang siang, tetap bahagia.

Logo Kompal (Dok. Kompal)
Logo Kompal (Dok. Kompal)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun