Mohon tunggu...
Karmani Soekarto
Karmani Soekarto Mohon Tunggu... Novelis - Data Pribadi

1. Universitas Brawijaya, Malang 2. School of Mnt Labora, Jakarta 3. VICO INDONESIA 1978~2001 4. Semberani Persada Oil 2005~2009

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tiga Sekawan tak Terpatahkan (Nyawa Sahabatku Terselamatkan) 5

25 Februari 2016   05:37 Diperbarui: 25 Februari 2016   07:11 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

kami bermalam untuk istirahat. Kami bertiga tidur di Pendopo Kelurahan, sebelum tidur kami sempat bercengkerama, bagaimana kita bisa tertipu oleh tanjakan pertama sampai nafas ngosngosan. Semua tersenyum pahit mengenang itu. Yang mengherankan lagi kenapa naik sepeda seharian tidak terasa lelah bahkan malamnya masih jalan-jalan lagi bersepeda.

IV.2. Semangat pagi pantang menyerah.

Rabu 13 November 1963 hari kedua. Ketika bangun pagi waktu menunjukkan jam 04.00 berarti kami tidur hanya 5 jam. Cukup, kemudian menanak nasi untuk sarapan dan makan siang diperjalanan nanti. Selesai mandi dan menanak nasi juga menata barang bawaan di sepeda masing-masing, tepat jam 05.00 kami menemui pak Lurah mohon pamit dan mengucapkan terima kasih kami bertiga telah diijinkan bermalam kepada pak Lurah Jiwan, kami akan meneruskan perjalanan ke Sarangan.

Setelah kami berpamitan, kemudian kami bertiga mengambil sepeda masing-masing, kami masih bisa bercengkerama seperti hari kemarin, sambil naik sepeda secara santai, menghibur diri sambil bersenandung. Suasana pagi itu nyaman, udara segar. Makin lama makin lama canda sudah tidak ada karena menggejot sepeda serasa berat. Tidak terasa jalan mulai sedikit demi sedikit menanjak sehingga canda dan tawa kami hilang dengan sendirinya, tanpa terasa tubuh sudah mulai berkeringat.

Tidak berapa lama Maospati kami lewati dengan agak berat karena jalan benar-benar menanjak. Kami bertiga memutuskan untuk sarapan pagi sambil melepaskan lelah. Kami memilih tempat dipinggir jalan dibawah pohon untuk sarapan pagi. Betapa enaknya sarapan pagi dengan lauk yang sederhana dikala kami benar-benar lapar karena energi banyak terbakar untuk menggenjot sepeda pada jalanan yang menanjak. Setelah selesai sarapan pagi kami rehat sejenak untuk melepaskan lelah, untuk persiapan perjalanan selanjutnya. Tepat jam 09.00 kami bertiga berangkat lagi pada jalan yang terus menanjak.

Sebentar-sebentar mulai istirahat karena panas dan lelah. Kira-kira jam 11.00 tepatnya di Magetan praktis kami bertiga harus mendorong sepeda di terik matahari yang menyengat, hari kedua kami bertiga mulai mendorong sepeda yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, kaki rasanya bagaikan terbebani sehingga berat sekali melangkah. Banyak orang memandang kami bertiga mendorong sepeda dengan perlengkapan seperti itu, karena di daerah itu jarang kami bertiga ketemu dengan orang naik sepeda, sementara kami malah mendorongnya. Pikir mereka tentu remaja ini sedang disiksa oleh sepedanya. Batinku mengeluh betapa beratnya karena tidak pernah berolah raga seperti mereka bedua. Bibit sering olah raga lari pagi, sementara Bambang selain sering olah raga lari pagi, kadang kadang kakaknya yang tentara itu kalau menyuruh Bambang mengambil jatah berasnya naik becak dari Tulungagung ke Kalangbret apabila tukang becaknya tidak kuat kecapaian Bambang menggantikan posisinya sebagai tukang becak karena merasa kasihan, sementara tukang becaknya gantian duduk walau bayarannya penuh, padahal jaraknya kira-kira 10 Km, harus melewati persawahan yang panas sekali. Keringat mulai bercucuran menahan teriknya matahari jam 12.00, kami bertiga pantang menyerah. Tiada canda maupun tawa. 

 

V. Tanjakan yang melelahkan

Setelah melewati Magetan beberapa kilometer kemudian kami bertiga makan siang dengan sambal pecel dan lauk pauk yang sudah disiapkan dan teh manis yang diisikan di tempat minum termos tentara itu. Setelah selesai makan siang dan istirahat sebentar kami bertiga meneruskan perjalanan dengan mendorong sepeda lagi. Mendorong sepeda dibawah terik matahari jam 13.00 pada jalanan yang menanjak sungguh pekerjaan yang melelahkan.

Keringat bercucuran, tapi kami pantang menyerah. Tidak ada jalan menurun lagi, jalan itu terus menaik, semakin tinggi. Aku teringat pagi tadi kami bertiga masih bisa tertawa, sekarang jangankan tertawa, tersenyum atau berkata-kata saja kami sudah tidak mampu; tetapi kami tetap meneruskan perjalanan yang semakin mendaki ini.

Bagaikan orang bisu kami tidak pernah berkata sepatahpun untuk menghemat tenaga, dengan perhitungan kami harus sampai di Telaga Sarangan sebelum senja tiba agar kami dapat rehat di tempat yang telah ditentukan, pak Lurah Sarangan tujuan kami, sesuai dengan rencana semula. Maka apapun yang terjadi sebelum senja tiba kami bertiga harus sudah berada di Telaga Sarangan. Dalam kurun waktu 3 jam kami mendorong sepeda di jalan beraspal yang semakin menaik dengan keringat bercucuran karena terik matahari, tanpa beristirahat, tanpa senyum, tanpa canda dan tanpa sepatah katapun. Sungguh luar biasa semangat kami bertiga.

V.1. Ngerong, Sarangan

Dengan semangat tinggi, pantang menyerah akhirnya kira-kira jam 16.00 sampailah kami bertiga di Ngerong. Jarak Madiun-Ngerong yang hanya 40 Km kutempuh dalam waktu 11 jam, berarti rata-rata daya tempuh kami hanya kisaran kurang dari 4 Km per jam, kurang lebih 35 Km dengan berjalan sambil mendorong sepeda masing-masing. Sampai di Ngerong kami bertiga ambruk karena tubuh serasa terbakar panas matahari dari sejak pagi. Kami bertiga istirahat sejenak untuk menghimpun tenaga menghadapi tanjakan yang belum pernah terbayangkan tingginya; kami benar-benar lelah sampai di Ngerong ini.

Mulai Ngerong ini benar-benar mendaki gunung, yang tidak sesuai dengan makna ngerong yang artinya masuk dalam tanah seperti serangga sebesar Jangkerik yang sering dijadikan Kambing Hitam bila orang marah, yang disebut Gangsir yang juga ngerong dalam tanah. Maka kalau ada tindak kejahatan dengan membuat lubang dalam tanah untuk mengambil harta tanpa ijin disebut menggangsir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun