Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Inilah Kebenaran yang Paling Benar [Tanggapan untuk Ujang Ti Bandung]

22 Mei 2015   14:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah seorang Kompasioner yang spesialis pengisi kolom filsafat adalah Ujang Ti Bandung (UTB). Beberapa diantara tulisan beliau mengulas tentang ‘kebenaran’. Dalam setiap tulisannya UTB mencoba meyakinkan pembaca akan adanya kebenaran hakiki di samping kebenaran anggapan, kebenaran empiric, kebenaran objektif, dan kebenaran subjektif. Secara tersirat yang bersangkutan seakan (merasa) sudah mengetahui benar macam-macam kebenaran itu, termasuk kebenaran hakiki (yang definisi tidak jelas).

Karena saya tertarik dengan pengklasifikasian kebenaran tersebut maka saya ingin mendapatkan contoh yang jelas tentang jenis-jenis kebenaran itu dengan meminta yang bersangkutan untuk mengidentifikasi jenis kebenaran apa yang ada pada contoh klaim atau kasus berikut ini:

1) Semua manusia, anak-anak, orang dewasa, lelaki, perempuan, montir, kuli, politisi ketika tangannya terkena nyala api kompor kulit mereka semua melepuh. Kebenaran jenis apa ini?

2) Seorang remaja dengan napas terengah-terengah berlari menuju ruang tamu rumahnya lalu dengan suara gemetar dia mengaku kepada orang tuanya yang ada di ruang tamu bahwa dia baru saja didatangi mahkluk tinggi besar di dalam kamar tidurnya. Tetapi ketika orang tuanya melihat ke kamar tidur anaknya mereka tidak melihat makhluk tersebut. Kebenaran jenis apa pengalaman si anak tersebut?

3) Seorang agamawan dengan semangat tinggi menggunakan beragam dalil (aqli dan naqli) untuk meyakinkan umatnya bahwa ” Tuhan itu Maha Kuasa, Maha Tau, Maha Penyayang”. Kebenaran macam apa pula ini?

4) Tidak ada seorang pun manusia di muka bumi ini pernah melihat atom, termasuk Neil Bohr sang penemu model atom. Tetapi semua fisikawan menerima dan mengajarkan model atom buatan Bohr. Hebatnya lagi dengan mengacu model atom itulah para ahli bom membuat bom nuklir. Nah, yang ini kebenaran jenis apa pula.

5) Semua imam, pendeta, rahib, dsb. mengajarkan bahwa agamanyalah yang paling benar. Klaim semacam ini tergolong kebenaran atau bukan? Jika ya tergolong kebenaran jenis apa dia?

Sayangnya, sampai artikel ini saya pos-kan, saya belum mendapat jawaban dari UTB. Alih –alih menjawab pertanyaan tersebut (yang sejatinya hanya perlu di jawab dengan singkat), yang bersangkutan malah berkelit dengan mengatakan pertanyaan saya seperti pertanyaan ujian sekolah.

Dengan berkata seperti itu, secara implisit UTB ingin mengatakan pertanyaan saya terlalu sederhana (untuk tidak menyebutnya pertanyaan bodoh). Masalahnya bagi saya, kalo pertanyaan sederhana dan bodoh saja tidak bisa dijawab atau tidak ada jawabannya, bagaimana dengan pertanyaan kompleks dan cerdas?

Tapi ya sudahlah. Mungkin kalimat para bijak berikut ini cukup bagi saya untuk dijadikan dasar menyimpulkan apa itu kebenaran dan kebohongan:

1) Kebenaran ada dengan sendirinya, kebohonganlah yang harus diadakan;

2) Kebenaran memberi jawaban singkat, kebohonganlah yang memberi jawaban berbelit;

3) Kebenaran lebih suka telanjang, sementera kebohongan membutuhkan pakaian;

4) Ketika seseorang menerima keyakinan sempit, ia akan jadi kebenaran bagi orang tersebut.

Bagi saya apa yang disebut kebenaran hanyalah verifikasi akal sehat (common sense) atas sebuah klaim. Sebuah klaim menjadi benar hanya ketika mendapat ‘anggukan’ akal sehat. Masalahanya, akal sehat adalah fungsi kecerdasan. Karena kecerdasan manusia berbeda-beda maka kemampuan akal sehatnya dalam mengolah dan menilai sebuah klaim pun menjadi berbeda.

Itu sebabnya tidak satu pun nabi, wali, atau resi di muka bumi ini berhasil meyakinkan seluruh umat manusia bahwa agamanyalah yang paling benar. Juga tidak ada satu pun filsuf di kolong langit ini menanamkan fahamnya ke dalam otak seluruh manusia. Inilah ‘kebenaran’ yang ‘paling benar’.

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun