Mohon tunggu...
De Kalimana
De Kalimana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Maksud Ahok: Masyarakat Dibohongin Pake Surat Al Maidah 51

8 Oktober 2016   19:15 Diperbarui: 15 Maret 2017   04:00 7817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam pidato kepada masyarakat Kepulauan Seribu (27/9/2016) , ‘jangan mau dibohongin pake surah Al Maidah ayat 51’, oleh banyak pihak dari kalangan umat Islam dianggap sebagai pelecehan atau penghinaan terhadap kitab suci Al Quran. Sehingga sejumlah elemen masyarakat mengadukan Ahok ke Polda Metro Jaya karena pernyataannya dinilai sebagai penistaan terhadap Al Quran dan menyakiti umat Islam.

Jelasnya sebagian perkataan Ahok tersebut, seperti dalam video yang telah tersebar luas, adalah: “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati bapak ibu nggak pilih saya, ya kan?!. Dibohongi (orang) pake surat Al Maidah (ayat) 51 macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Kalau bapak ibu merasa nggak bisa pilih (saya) nih, karena takut masuk neraka, oh itu nggak apa-apa”.

Di lain kesempatan, dalam klarifikasinya Ahok menyatakan bahwa Al Quran, surat Al Maidah ayat 51 itu benar. Yang nggak benar adalah sekelompok orang yang rasis dan pengecut yang menggunakan Al Quran surat Al Maidah untuk membodohi masyarakat menjelang Pilkada DKI Jakarta.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud oleh Ahok dengan “Jangan mau dibohongi (orang) pake surat Al Maidah (ayat) 51” itu?.  

Bisa jadi yang dimaksud Ahok adalah ada orang yang memanfaatkan surat Al Maidah ayat 51 untuk kampanye hitam, dengan sengaja memelintir maknanya sehingga menjadi “haram memilih pemimpin non muslim’.  Karena informasi yang diterima oleh Ahok adalah maksud dalam ayat tersebut bukan “pemimpin’ tetapi “sekutu’ atau makna lainnya.

Bunyi Al Quran surat Al Maidah ayat 51 adalah sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi ‘Aulia’ (bahasa Arab) mu; sebahagian mereka adalah ‘aulia’ bagi sebahagian yang lain.  Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi ‘aulia’ , maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberI petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Kata “Aulia” pada surat Al Maidah tersebut oleh Departemen Agama RI secara sederhana diterjemahkan sebagai “pemimpin”. Meskipun sesungguhnya aulia (bahasa arab) mempunyai beberapa pengertian, yaitu: ‘pemimpin’; ‘pelindung’;  ‘sekutu’; ‘teman karib’; atau ‘orang kepercayaan’.

Kosakata ‘pemimpin’, ‘pelindung’, ‘sekutu’, ‘teman karib’, atau ‘orang kepercayaan’ pada pengertian aulia tersebut sesungguhnya mempunyai kesamaan makna substansial yang bermuara pada pengertian ‘orang kepercayaan’. 

Jadi substansi surat Al Maidah ayat 51 tersebut bisa dinyatakan sebagai “sebuah ‘larangan’ bagi umat Islam untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang kepercayaan, baik sebagai pemimpin atau sekutu maupun teman karib”.

Apabila menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman karib saja dilarang, apalagi sebagai sekutu atau pemimpin, tentu sama saja hukumnya yaitu haram. 

Bagi semua umat beragama yang mempunyai keyakinan dalam memegang teguh keyakinan agamanya, kewajiban memilih pemimpin dari kalangan internal agamanya adalah hal yang wajar. Sehingga apabila ada agama yang menyerukan untuk memilih pemimpin dari kalangan agamanya tidaklah melanggar HAM, dan juga tidak melanggar etika SARA, asalkan tidak disebar luaskan kepada pemeluk agama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun