Mohon tunggu...
Kagan Wibowo
Kagan Wibowo Mohon Tunggu... Nahkoda - Mahasiswa 23107030 UIN Sunan Kalijaga

Seorang sobat senja yang sedang mencari "Apa arti idealis dari senja ideal?"

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pendakian Merbabu, Naik via Cuntel Turun, Selo

18 Mei 2024   11:37 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semuanya bermula ketika setelah ujian tahfidz. Sungguh uijan tahfidz ujian yang sangat berat. Bahkan lebih berat dari ujian akademik. Maka dari itu ustad kami memutuskan keputusan yang lumayan mengerikan. Yaitu memutuskan untuk kami sepondok mendaki Gunung Merbabu dan akan di bawahi oleh Ekstrakurikuler yang namanya SAPALA (Santri Pecinta Alam). Sebuah ekstrakurikuler yang berbasis militer dengan embel-embel pelatihan alam.

 Saat Ashar kami berkumpul dulu di masjid terlebih dahulu untuk pembukaan. Pembukaan ini tidak main-main. Bahkan sampai ada sambutan dari Mudir kami. Baru setelah itu truk-truk berdatangan dan kami mulai menaiki truk tersebut. Bawaan kami pun sudah lumayan sedikit. Karena kami akan melakukan tek-tok. Jadi kami tidak melakukan camp di atas sana. Karena pondok kami berada di Kota Salatiga. Tepat di bawah kaki Merbabu. Kami mendaki melalui via Cuntel. Sekadar info kami mendaki pada 2018. Karena kabarnya via Cuntel sudah tutup semenjak pandemi. Kami sampai di basecamp saat mahgrib. Kami menjama' Maghgrib dan Isya' terlebih dahulu sebelum melakukan pendakian.

Karena saya saat itu masih kelas satu. Di kelompok kami ada seorang kelas tiga yang bersedia membawa barang-barang berat kami. Kami sungguh berterimaksih atas hal itu. Perjalanan dimulai  jam sembilanan dimulai kelompok dari kelompok satu. Saya termasuk kelompok 7 dari 14 kelompok. Kamipun mendaki bersama-sama malam hari itu. Waktu normal perlu menghabiskan waktu sebelas jam. Kesalahan pertama kami adalah melakukan pendakian pada musim kemarau. Seperti kita tau, kalau ketika musim kemarau tidak ada hujan yang mengguyur gunung. Dan akan menjadikan kumpulan pasir. Pasir itu pun kita injak-injak oleh ratusan orang pada saat bersamaan dan menjadikannya terbang dimana-mana. Kami pun mendaki menggunakan masker. Karena tidak ingin debu tersenut masuk ke paru-paru kami. Meskipun pernapasan kami jadi sedikit berat. Itu lebih baik.

Kami istirahat di Pos 1. Karena salah satu santri rupanya ada yang tidak kuat, jadinya kami menunggunya sampai semua berkumpul di pos 1. Saat di pos satu badan kami kedinginan sembari menunggu kami mencoba memasak air. Kami mencoba menyeduh dan ternyata yang kami beli adalah kopi sachet yang rasanya dingin. Alhasil bukannya tambah hangat. Justru meminumnya kami malah mendapat sensasi dingin. Kami menunggu teman kami selama satu jam. Meskipun banyak yang ingin memarahinya, namun namanya juga perjalanan. Pasti ada saja yang masalah yang kita tidak bisa menebaknya. Kami mendaki lagi sampai dengan pos pemancar. Disana kami beristirahat lagi sembari menunggu. Disana kami kapok untuk meminum air jadi kami hanya memakan coklat. Di pemeberhentian ini kami menunggu sejam lagi baru akhirnya kami melanjutkan perjalanan.

Matahari mulai meninggi , puncak mulai terlihat. Meskipun sudah terlihat bukan menandakan bahwa hal tersebut sudah dekat. Kami melaksanakan sholat shubuh di tempat yang mendatar. Jadi kami sholat shubuh berlatar matahari terbit. Sungguh hal tersebut nikmat yang sangat sulit untuk diulangi lagi.


Pada jam 6-an kami mulai dekat puncak. Sekarang kami tidak dapat menunggu teman kita yeng tertinggal lagi. Karena jalan sangat kecil dan ada orang-orang asing juga. Toh, ini juga bukan jalan kita. Setelah sampai puncak kami berfoto-foto bentar dan kemudian turun ke sabana 2 jalur Selo. Kami berniat untuk turun pindah jalur. Saat di Sabana 2 kami mendengar kabar bahwateman kami tidak bisa menaiki sampai puncak (teman kami yang tidak kuat tadi) langsung saja dua kakak kelas terkuat kami yang sering mendaki langsung turun duluan segera memanggil para relawan untuk membantu teman kami. Di Sabana kami sempat makan semangka dan dilapisi susu kental manis. Sebuah menu yang unik untuk pendaki seperti kami. Baru setelah itu kami melanjutkan turun lagi. Saat turun kami sudah mulai berpencar, karena ramainya pendaki yang melalui jalur Via Selo.

Di Akhir, sebuah akun sosial media pendaki merilis berita bahwa "Ratusan orang mendaki dan meninggalkan orang." Sulit untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Tetapi saya bertanya kepada temen saya yang tertinggal itu. "Kamu mengapa smapai di angkat pakai tandu oleh relawan gitu?" jawabnya "Gapap cuman capek ama males aja."

Aku langsung menerjangnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun