Segmen Empat
Persaudaraan Serangga
EMPAT PULUH TIGA
Waktu dan Tempat Tak Diketahui
Seperti pada waktu Lepidoptera lahir, Alif begitu gelisah ketika harus menunggu dokter Latifah dan timnya mengizinkannya menengok Zahra. Kali ini ia ditemani anak perempuannya yang ia taksir sudah berumur sekitar tujuh tahun. Harum dan Anis juga datang ditemani Giri yang hanya terpaut beberapa tahun di atas Lepi. Bocah laki-laki itu kerap berada di samping Lepi. Mereka diizinkan masuk oleh Latifah.
Zahra sudah menunggu kali ini dengan dua bayi: kembar. Dia memperlihatkan tertawa cantiknya dengan lesung pipitnya. Keduanya perempuan, bisik dokter Latifah. Warga baru Koloni ke dua ribu sekian, demikian hitungan populasi yang pernah dilihat Alif.
“Aku beri nama yang satu ya, Kakanda: namanya Actias Lunas atau si ngengat bulan!” cetus Zahra. Sang bidadari masih tergila-gila dengan kupu-kupu. Lalu dia menatap tajam pada suaminya: Kamu yang satu! Cepatan, Kak Latifah sedang mencatat!” Suaranya dibuat-buat galaknya.
Alif berpikir cepat. Dia ingat sewaktu masih mahasiswa. “Eucalyptus Sasakbereum!” serunya. Ia takut ditertawakan, terutama oleh Harum.
“ Dulu Kak Alif pernah jalan-jalan di Lembang, menelusuri jalur Lembang-Ujung Bereung yaa! Banyak pohon Eucalyptus di dekat perkebunan kina,” ujar Anis. Dia malah takjub. Sama sekali tidak mentertawakan.
“ Mmmh di Jatinangor juga ada,” Harum menahan tawanya. “Sebetulnya Kak Alif kangen sama siapa sih!” Sialan anak itu kambuh menyindirnya. Tetapi Alif mengira bahwa Harum tahu Anis akan menyadari sindirannya. Tetapi karena keduanya sudah terbuka sejak awal, tidak ada wajah cemburu. Hanya Zahra yang tidak mengerti.
“ Memangnya nama apa Eucalyptus itu?” tanya Zahra.