Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (43)

27 Mei 2017   19:56 Diperbarui: 27 Mei 2017   20:56 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koloni (kredit foto Irvan Sjafari)

Segmen Empat

Persaudaraan Serangga

EMPAT PULUH TIGA

Waktu dan Tempat Tak Diketahui

Seperti pada waktu Lepidoptera lahir,  Alif begitu gelisah ketika harus menunggu dokter Latifah dan timnya mengizinkannya menengok Zahra.  Kali ini ia ditemani anak perempuannya yang ia taksir sudah berumur sekitar tujuh tahun.  Harum dan Anis juga datang ditemani Giri yang hanya terpaut beberapa tahun  di atas  Lepi. Bocah laki-laki itu kerap berada di samping  Lepi.  Mereka diizinkan masuk oleh Latifah.

Zahra sudah menunggu kali ini dengan dua bayi: kembar.  Dia memperlihatkan tertawa cantiknya dengan lesung pipitnya.  Keduanya perempuan, bisik dokter Latifah.   Warga baru Koloni ke dua ribu sekian, demikian hitungan populasi yang pernah dilihat Alif. 

“Aku beri nama yang satu ya, Kakanda: namanya Actias Lunas atau si ngengat bulan!” cetus Zahra. Sang bidadari masih tergila-gila dengan kupu-kupu. Lalu dia menatap tajam  pada suaminya: Kamu yang satu! Cepatan,  Kak Latifah sedang mencatat!”  Suaranya dibuat-buat galaknya.

Alif berpikir cepat. Dia ingat sewaktu masih mahasiswa. “Eucalyptus Sasakbereum!” serunya. Ia takut ditertawakan,  terutama oleh Harum.

“ Dulu Kak Alif pernah jalan-jalan di Lembang, menelusuri jalur Lembang-Ujung Bereung yaa! Banyak pohon Eucalyptus di dekat perkebunan kina,” ujar Anis. Dia malah takjub.  Sama sekali tidak mentertawakan.

“ Mmmh di Jatinangor juga ada,” Harum menahan tawanya. “Sebetulnya Kak Alif kangen sama siapa sih!”  Sialan  anak itu kambuh menyindirnya.  Tetapi  Alif mengira bahwa Harum tahu  Anis akan menyadari sindirannya. Tetapi karena keduanya sudah terbuka sejak awal, tidak ada wajah cemburu. Hanya Zahra yang tidak mengerti.

“  Memangnya nama apa Eucalyptus itu?” tanya Zahra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun