Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tanah, Air dan Bendera (2)

17 Agustus 2017   23:41 Diperbarui: 18 Agustus 2017   00:00 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

17 Agustus 2017

Hara memandang lelaki itu, sebelum mengabadikan fotonya. Rasanya ia mulai jatuh cinta dengan lelaki pecinta laut itu. Bahkan sejak mengenal Rama, Hara juga mulai mencintai laut, Hara mulai belajar berenang, Hara tak pernah khawatir kulit mulusnya menjadi belang.

"Liatin mulu, masuk barisan sana. Udah ditungguin sama yang lain tuh." Rama menyikut Hara pelan, memberikan isyarat agar Hara segera mengikuti langkahnya.

Dan di sanalah sekarang mereka berada, Karimun Jawa. Ini bukan kali pertama bagi Hara mengibarkan bendera pusaka di pinggir pantai atau di puncak gunung. Lagi-lagi sejak ia mengenal Rama, dia mulai terbiasa dengan kebiasaan Rama, naik ke puncak gunung, berlarian di pantai, bersusah payah menyeberangi laut untuk mencapai pulau kecil yang terjaga keperawanannya. Dan setiap kali Rama berada di titik terbaik, ia selalu mengibarkan bendera pusaka, mengabadikan foto dirinya dan Hara di sana.

"Biar orang-orang tahu, kalau ini tanah dan air kita, Indonesia." Kata Rama ketika Hara bertanya alasan dia selalu mengibarkan bendera.

Hara mulai memasuki barisan, ada sekitar dua puluh orang yang ikut serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka semua adalah wisatawan lokal, beberapa juga penduduk asli. Mereka tidak perlu saling menyebutkan nama dan asal, tetapi mereka tahu, mereka satu di bawah bendera yang sama.

Hara menitikkan air mata, ia selalu begitu setiap mendengar lagu kebangsaannya dinyanyikan di manapun dan oleh siapapun. Mata hijau birunya teduh, penuh cinta dan keteguhan.

* * *
Sebenarnya Rama adalah salah satu yang mengamini teori Oparin, wajar jika dia begitu mencintai laut. Sementara Hara sendiri meyakini bahwa kehidupan dimulai dari tanah, dari partikel-partikel debu, sebab itu Hara mencintai gunung dan hutan. Mereka tidak saling menyalahkan atau membenarkan pendapat masing-masing. Meski terkadang berdebat, meski terkadang tak sependapat, tetapi mereka berjalan di tujuan yang sama.

"Garam sekarang langka, ya!? Coba kenapa?"

"Ya emang cuaca sepanjang tahun kemarin kurang bersahabat dengan petani garam. Banyak yang gagal panen, antisipasi juga kurang." Rama asik melihat-lihat hasil foto di kameranya.

"Jawabanmu terlalu umum. Ada yang lain?" Hara memainkan pasir dengan ujung jari kakinya, ia sedikit tidak puas dengan jawaban Rama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun