Mohon tunggu...
Jujun Wahyudin
Jujun Wahyudin Mohon Tunggu... -

Jujun Wahyudin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terbalik

26 Mei 2013   12:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:00 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13695625632118589994

Sumber: http://news.detik.com

Era tahun 80-an pernah dihebohkan dengan fenomena perempuan berjilbab. Fenomena ini telah menjadi isu dan bahan pembicaraan di masyarakat. Isu perempuan berjilbab kala itu merebak juga di lingkungan sekolah dan yamg menjadi subjeknya adalah siswa perempuan yang mengenakan seragam sekolah dengan rok panjang, baju lengan panjang dan berkerudung.

Beberapa teman kami yang perempuan dan mengenakan seragam dengan rok panjang, baju lengan panjang serta berkerudung seringkali dipanggil wali kelas untuk datang ke ruang BP. Menurut keterangan salah seorang teman yang turut dipanggil, mereka dibujuk untuk merubah penampilannya dan tidak menggunakan seragam seperti yang waktu itu mereka pakai. Pihak sekolah melarang siswa perempuan mengenakan seragam sekolah seperti itu.

Beberapa sekolah negeri, kala itu melarang siswa perempuan menggunakan jilbab ke sekolah. Dasar pelarangan tersebut adalah bahwa dalam tata tertib sekolah telah diatur ketentuan tentang PSAS (Pakaian Seragam Anak Sekolah). Seragam siswa harus mengacu kepada tata tertib tersebut.

Para siswa perempuan yang terkait dengan pelarangan ini tentu saja tidak melakukan sesuatu yang tanpa dasar. "Kami hanyalah melaksanakan ketentuan agama yang dijamin konstitusi", begitulah pembelaan mereka. Support terhadap mereka datang dari beberapa teman dan guru agama. Tampaknya guru-guru pun terpecah menjadi tiga golongan: pro, kontra dan abstain.

Pro-kontra ini terus merebak sampai akhirnya melibatkan beberapa stake holder sekolah. Mengingat fenomena ini berlatar belakang politis, pihak sekolah bersikukuh untuk mempertahankan larangan penggunaan jilbab bagi siswanya di lingkungan sekolah.

Walaupun kelihatannya rumit tapi akhirnya mereka menemukan titk temu. Solusi dari permasalahan ini tampaknya menghasilkan dua klausul:

Pertama

Siswa perempuan yang ingin tetap menggunakan seragam dengan jilbabnya selama KBM di sekolah maka sesampainya di sekolah dipersilahkan untuk membuka jilbabnya di ruang piket dan menitipkannya kepada guru piket. Jilbab dipakai lagi ketika akan pulang sekolah setelah jam pelajaran usai.

Kedua

Siswa yang tidak bisa memenuhi poin pertama dipersilahkan untuk mencari sekolah lain.

Beberapa siswa perempuan yang terkait dengan masalah ini sebagian besar memilih alternatif pertama dan sebagian kecil memilih alternatif kedua.

Siswa yang memilih alternatif pertama tampak pergi dari rumah mengenakan jilbab dan sampai di sekolah jilbabnya dilepas, begitu pelajaran usai jilababnya dipakai lagi untuk pulang ke rumah.

Jika dahulu ada siswa pergi sekolah berjilbab dan sampai di sekolah dilepas, maka sekarang sebaliknya, ada siswa selama di sekolah berjilbab dan di luar sekolah jilbabnya dilepas.

Tengoklah Darin Mumtazah yang namanya akhir-akhir ini mencuat sejalan dengan penanganan kasus korupsi LHI olek KPK. Konon, Darin Mumtazah mengenakan jilbab ketika di sekolah dan melepaskan jilbabnya ketika di luar sekolah. Penampilan Darin Mumtazah tentu saja akan berbeda saat dia berada di lingkungan sekolah dan ketika dia berada di luar sekolah.

Keadaan terbalik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun