Dulu ketika tukang parkir dikelola sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah, maka boleh dikatakan pekerjaan sebagai tukang parkir adalah pekerjaan yang marginal. Tapi sekarang sejak bergulirnya era reformasi, ketika melunaknya kebijakan pemerintah daerah dalam mencampuri urusan lahan parkir, pekerjaan sebagai tukang parkir berubah secara signifikan dari semula sebagai pekerjaan yang marginal, berubah menjadi pekerjaan yang strategis.
Oleh karena pekerjaan sebagai tukang parkir merupakan pekerjaan yang strategis, maka tidak heran jika siapa saja sekarang orang-orang berlomba untuk bisa menjadi tukang parkir. Jika dulu sebelum bergulirnya era reformasi, masyarakat bisa mengetahui keberadaan tukang parkir yang resmi, tapi sekarang masyarakat nyaris dijauhkan dari keberadaan tukang parkir yang resmi, kecuali tukang-tukang parkir liar. Pengertian kata ‘liar’ di sini artinya pekerjaan yang tidak mengantongi perijinan yang ditandai dengan Kartu Tanda Anggota (KTA) sebagai juru parkir, tidak memiliki seragam sebagai juru parkir dan tidak memiliki karcis parkir kecuali hanya mengadahkan tangannya.
Selama bertahun-tahun saya melakukan survei terhadap persoalan tukang-tukang parkir liar yang sepenuhnya telah menguasai dan mengklaim secara sepihak tanah-tanah bukan miliknya sebagai lahan parkirnya, tidak peduli lahan tanah itu milik siapa yang terpenting para pemilik kendaraan bermotor yang memarkirkan kendaraannya wajib memberikan uang. Kondisi ini terjadi di mana saja, sepenuhnya telah menguasai di semua kota-kota propinsi, kotamadya dan kabupaten di Indonesia. Tidak ada tempat yang luput dari penguasaan tukang parkir.
Percayakah jika pendapatan tukang parkir telah melebihi dari semua penghasilan pekerjaan di bawah gaji Rp.35.000.000,- perbulan? Saya pernah melakukan penghitungan dari pendapatan dari tukang parkir yang ternyata pendapatan rata-ratanya mencapai dari Rp.35.000.000,- < Rp.70.000.000,- perbulan. Selama ini masyarakat tidak sampai berpikir jauh kalau hanya merogoh uang Rp.1000 < Rp.2000,- (untuk kendaraan bermotor roda dua) dan Rp.2000,- < Rp.4000,- (untuk kendaraan bermotor roda empat) kepada para tukang parkir justru sama saja telah memanjakan pundi-pundi tukang parkir sebagai jabatan yang strategis di Indonesia.
Tukang parkir bekerja dalam satu hari sebanyak 12 jam dari mulai pukul 09.00 sampai 21.00 WIB. Dalam satu jam untuk kondisi normal rata-rata kendaraan yang menempati lahan parkir sebanyak 60 kendaraan bermotor roda dua dan 20 kendaraan roda empat. Untuk kendaraan bermotor roda dua, dia mengenakan Rp.1000,- sampai Rp.2000,- (khusus untuk pemilik kendaraan bermotor roda dua yang menyodorkan uang Rp.2000,- maka tukang parkir kebanyakan enggan untuk menyerahkan uang kembaliannya atau dengan kata lain telah dianggap impas), sedangkan untuk kendaraan bermotor roda empat, dia mengenakan Ro.2000,- sampai Rp.4000,- (khusus untuk pemilik kendaraan bermotor roda empat yang menyodorkan Rp.4000,- tukang parkir kebanyakan enggan untuk menyerahkan uang kembaliannya atau dengan kata lain telah dianggap impas). Agar perhitungannya tidak njelimet , saya hanya memakai perhitungan rata-rata Rp.1000,- untuk kendaraan bermotor roda dua dan Rp.2000,- untuk kendaraan bermotor roda empat.
Pendapatan dalam 60 menit,Â
Rp.1000,- Â Â Â X Â 60 Â Â Â Â Â = Â Rp. Â Â 60.000,-Â
Rp.2000,- Â Â Â X Â 20 Â Â Â Â Â = Â Rp. Â Â 40.000,-Â
Total                  =  Rp.  100.000,-
Pendapatan dalam 12 jam,
Rp.100.000,-  X 12 jam  =  Rp. 1.200.000,-