Mohon tunggu...
Iwan Sanjaya
Iwan Sanjaya Mohon Tunggu... -

Hanya seorang yang baru dalam menulis. Tidak lebih.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sisi lain Dieng Culture Festival 2014

10 September 2014   07:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:08 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14102805921360275801

Walapun agak telat, tapi lebih baik mengungkapkan apa yang saya pikirkan tentang acara Dieng Culture Festival ini hehehe....

Dieng Culture Festival (DCF) yang diadakan di kawasan Pegunungan Dieng pada tanggal 30 sampai 31 Agustus ini mengundang ratusan bahkan ribuan pengunjung dari penjuru Indonesia. Setau saya acara di Di DCF adalah Jazz di Atas Awan, pelepasan lampion, dan pemotongan rambut anak gembel. Jika kita lihat, acara ini sangat menarik dan unik, namun disini saya ingin menceritakan sisi lain dari acara DCF ini. Inilah kisah ajaib bin nyata itu...

Awal kami (aku dan Gita) datang kesana, sudah tentu penginapan habis. kami mencari kesana kemari juga sudah penuh. Bahkan di rumah warga pun yang bukan Home Stay juga sudah habis, terpaksa kami harus mencari yang lebih jauh. Kami menuju ke desa sebelumnya, di sana kami menemukan seorang ibu-ibu yang bersedia menawarkan rumahnya untuk menginap kami berdua. Dengan harga Rp. 200.000 dua kamar maka kami menginap di rumah ibu yang sampai kami pulang tidak tahu namanya. Di kamar hanya ada kasur tanpa amben atau kasurnya di lantai dan dua selimut di setiap kamar. Kamar sederhana ini yang menjadi tempat tinggal kami selama dua hari, namun yang unik adalah walaupun kami membayar di rumah ibu tersebut, kami dilayani bak tamu yang sangat penting. Kami disuguhi makanan, minuman teh hangat, buah carica, dan camilanyang sangat banyak. Selain itu, kami diberi makan seafood oleh si bapak. Kami merasa terkejut, hanya dengan Rp. 100.000/kamar kami mendapatkan camilan, makanan, anglo, cerita dari bapak dan ibu, dan minuman hangat yang bisa kami ambil secara gratis.

Kisah kedua ketika kami akan pulang, terjadi kemacetan total di pertigaan kawasan wisata Dieng. Tak ayal, panitia pontang panting mengatur lalu lintas agar bergerak, namun tidak ada polisi yang terlihat mengatur. Malah ada penonton seperti kami yang ikut mengatur. Dia seorang laki-laki dengan jaket yang sobek di bagian lengannya, terlihat mengatur lalu lintas dan tegas terhadap pengendara yang sembrono. Laki-laki ini begitu getol mengatur lalu llintas, padahal dia bukan panitia. Ketika lalu lintas sudah lancar, malah terjadi kemacetan di daerah desa tempat kami menginap, dan hebatnya laki-laki yang mengatur lalu lintas ini ada lagi, entah bagaimana dia bisa mendahului kami sampai ke bawah, tetapi pria ini kembali mengatur lalu lintas dengan tegas. Polisi saja kalah tegas dengan pria ini.

Kisah ketiga adalah gambaran orang Indonesia pada umumnya, membuang sampah sembarangan. aahh... klasik memang, ketika mendengar membuang sampah sembarangan. Sering digembor-gemborkan bahwa membuang sampah harus pada tempat sampah, namun hal ini sangat disayangkan bahwa orang Indonesia belum bisa mempraktekkan kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah. Kawasan Dieng yang begitu banyak wisata alam dan terkenal hingga kancah internasional begitu banyak sampah berserakan dimana-mana. Pernah saya makan kentang goreng, padahal jarak 2 meter ada tong sampah besar berwarna biru, tapi sampah plastik, botol, dan puntung rokok ada di mana-mana. Saya berkata "mbok jadi orang Indonesia jangan totalitas", artinya bahwa jangan meniru kebiasaan kebanyakan orang Indonesia yang membuang sampah sembarangan.

Itulah segelintir kisah lain dari DCF ini, tidak hanya menikmati festivalnya atau wisata alamnya, tapi ada kisah yang lain dari DCF ini. Maka saya menyarankan untuk DCF tahun depan untuk melibatkan kepolisian agar lalu lintas tidak semrawut hingga menimbulkan kemacetan sejauh 7 KM. Selain itu, berikan tempat sampah yang lebih agar pengunjung bisa membuang sampah pada tempatnya, tentunya dibarengi dengan sosialisasi.

DCF 2014, MANTAAP :D

Sebentar, saya baru ingat satu cerita lagi, cerita lain dari DCF ini. Ketika saya dan Gita mendaki gunung Sikunir, kami melewati kebun kentang, dan wow apa yang kami lihat disana begitu ngilu di hati saya. Walaupun bukan pemilik kebun atau pengelolahnya, tapi ketika melihat tanaman kentang diinjak-injak oleh pengunjung lain, rasa sakit menyeruak di hati ini. Karena saya tidak menegur waktu itu dan hanya bisa tidak ikut-ikut menginjak tanaman kentang tersebut. Selain itu, saya juga melihat sampah (lagi-lagi sampah) berserakan di tengah-tengah area perkebunan kentang di kawasan gununng Sikunir. Saya menjadi bertanya-tanya, apa yang membuat mereka begitu seenak jidatnya membuang sampah plastik maupun bungkus makanan dan puntung rokok di tengah-tengah perkebunan.

jadi sekali lagi, setelah menambahi tulisan ini, saya ingin mengatakan DCF 2014 MANTAAP :D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun