Mohon tunggu...
isfad soulray
isfad soulray Mohon Tunggu... -

pakar hukum tata negara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Kasus Dahlan Iskan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara

27 Februari 2017   22:34 Diperbarui: 27 Februari 2017   22:37 24820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sulit di percaya khalayak umum terkait munculnya berbagai tuduhan kasus korupsi yang di tujukan kepada mantan menteri BUMN RI dan mantan direktur utama PT. PLN (Persero) itu.  sosok Dahlan Iskan yang terkenal sebagai tokoh yang baik, serta sederhana ini terjerat akan korupsi, Karakter kepemimpinanya yang egaliter, merakyat, rendah hati, gemar membantu dan menawarkan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkannya. 

Siapa yang tak kenal dengan sosok Dahlan Iskan ketika menjabat menteri BUMN di era Presiden SBY. Semua aktivitasnya diliput oleh media, kemana Dahlan pergi, pasti ada wartawan yang menemani. Dahlan Iskan jadi ikon berita media setiap hari, hanya dalam waktu tiga bulan, Dahlan Iskan sudah mengalahkan presiden SBY dari intensitas dan frekwensinya kehadirannya di media televis nasional,Rakyat semakin terkesan . pencitraannya. Itulah yang mulai tampak di mata rakyat ketika Dahlan Iskan mulai menunjukkan sifat dan karakternya.

dulu dia dinila hebat, punya elektibilitas tertinggi dalam capres partai demokrat, Kini semuanya seakan telah sirna yang dulunya menjabat pemerintah sekarang menjadi pesakitan lepas dari jabatan banjir akan hukuman, mulai dari gardu induk, mobil listrik serta sawah fiktif,  semua tiba-tiba menyasar Dahlan, kejaksaan tinggi Jakarta telah menetapkan mantan Menteri BUMN dan direktur PT. Perusahaan Listrik Negara(PT.PLN) Dahlan Iskan, sebagai tersangka kasus dugaan Korupsi Pembangunan 21 Gardu Induk Jawa Bali dan Nusa Tenggara pada 2013,  kejaksaan mengurus kasus ini sejak Juni 2014 setelsh menerima laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP) terhadap proyek senilai Rp. 1,06 Triliun ini. 

BPKP dalam auditnya meneyebutkan bahwa proyek tersebut diduga mereugikan Negara sebesar Rp 33 Miliar. Menurut kejaksaan, penyimpangan ditemukan antara lain ketika penandatangan kontrak pembangunan Gardu induk pada tahun 2011, tetapi lahannya belum dibeabaskan, hingga tenggak proyek berakhir pada tahun 2013,.

Perlu disadari bahwa kesalahan administrasi  akan membuat persepsian oleh penegak hukum  sebagai kebijakan yang koruptif atau perbuatan yang koruptif, menurut beberapa pakar hukum administrasi Negara yang diminta untuk memberikan keterangan ahli di persidangan menyatakan bahwa keputusan pejabat Negara baik dalam rangka “beleid” (“vrijsbestuur”) maupun “diskresi” (kebijaksanaan” discretionary power) tidak dapat dilarikan ke area hukum pidana. Meskipun dalam kebijakan terjadi suatu penyimpangan administratif, maka penilaian terhadap penyimpangan itu adalah masuk dalam ranah hukum administrasi Negara, yang tidak dapat dijadikan penilaian oleh hukum pidana, khusunya dala konteks tindak pidan korupsi. Bahkan ada pejabat Negara yang mengatakan bahwa kebijakan tidak dapat dikriminalisasi. 

Di kalangan penegak hukum sendiri terdapat persepsi yang berbeda dalam memberikan batasan kapan kebijakan atau diskresi masuk dalam ranah pidana atau sekedar pelanggaran administratif, khusunya dalam kaitannya dengan kebijakan atau tindakan yang salah dari pejabat yang mengakibatkan kerugian Negara. Memang pemahaman yang berkembang dalam praktek peradilan oleh pengak hukum bisa berbeda dengan kajian akademik yang disampaikan oleh pakar hukum dalam mkemberikan solusinya. 

Dalam kerangka Hukum Administrasi Negara, parameter yang membatasi gerak bebas kewenangan aparatur Negara (discrinationary power) adalah detournement de povouir(penyalahgunaan wewenang)  dan  abus droit (sewenang-wenang), sedangkan dalam area Hukum Pidana pun memiliki pula kriteria yang membatasi gerak bebas kewenangan aparatur Negara berupa unsur “wederrechtelijkheid” (perbuatan melawan hukum pasal 2 UUTPK) dan “menyalahgunakan kewenangan” (pasal 3 UUPTK). Permasalahannya adalah aparatur Negara melakukan perbuatan yang dianggap menyalahgunakan kewenangan dan melawan hukum, artinya mana yang akan dijadikan ujian bagi penyimpangan aparatur Negara ini. Hukum admnistrasi Negara ataukah hukum pidana, khusunya dalam perkara-perkara tindak pidana korupsi.

Saya sendiri berpendapat bahwa kebijakan publik yang dibuat dan dijalankan dengan i’tikad baik, pastilah tidak dapat dikriminalisasikan. Sebaliknya kebijakan yang dibuat dan dijalankan dengan i’tikad buruk (melawan hukum dan atau menyalahgunakan wewenang) yang disadarinya membawa dampak merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, adalah merupakan tidak pidana korupsi. Bahkan korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya. Karena dari luarctindak nampak korupsi, karena dibalut oleh kebijakan, yang acap kali berbentuk peraturan, keputusan dan lain-lain. Namun sesungguhnya akibatnya sangta luas, merugikan perekonomian di berbagai sektor dan merugikan Negara kita

Namun bagaimana sebenarnya kebijakan atau tindakan pejabat itu dapat dipidanakan atau tidak, kita mulai dari kewenangan. Menurut Philipus M. Hadjon, kewenangan atau wewenang adalah konsep dalam hukum publik. Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan suatu konsep inti dalam hukum tata Negara dan hukum administrasi Negara, wewenang (bavoeheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (teehttement). Jadi, dalam konsep hukum publik wewenang berkaitan dengan kekuasaan. 

Oleh SF. Marbun dikemukakan : menurut hukum administrasi “ kewenangan” (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari keuasaan legislatif atau dari kekuasaan pemerintah, sedangkan pengwrtian wewenang (competence, bevoegheid) hanyalah mengenai onderdil tertentu atau bidang tertentu saja. Dengan demikian wewenang adalah kemapuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan hukum tertentu.

Ditinjau dari sudut perolehan kewenangan dan peretanggungjawaban pelaksanaan wewenang menurut hukum tata usaha Negara dapat dibedakan sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun