Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Direktur Perusahaan BUMN Kena OTT KPK Lagi, Kapoknya Kapan?

1 Agustus 2019   11:56 Diperbarui: 1 Agustus 2019   11:55 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak habis-habisnya berita tentang pejabat perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berita paling baru adalah menyangkut PT Angkasa Pura II dan PT INTI, keduanya adalah BUMN. Seperti yang ditulis Tribunnews.com (1/8/2019), dari OTT KPK yang berlangsung Rabu (31/7/2019) di Jakarta Selatan telah mencokok 5 orang yang terdiri dari unsur Direksi Angkas Pura II, pihak dari INTI, dan pegawai dari masing-masing BUMN tersebut. Unsur Direksi Angkasa Pura II dimaksud adalah Direktur Keuangan. 

Berdasarkan keterangan Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, diduga telah terjadi penyerahan uang untuk salah satu Direksi PT Angkasa Pura II  terkait dengan proyek yang dikerjakan oleh PT INTI. Tim Satgas KPK menemukan uang dalam bentuk dolar Singapura sekitar 90 ribuan yang jika dirupiahkan menyentuh angka Rp 1 miliar.

Ini sudah yang kesekian kalinya petinggi BUMN yang terkena kasus serupa. Sebelumnya yang cukup menghebohkan terjadi di Perusahaan Listrik Negara (PLN), Krakatau Steel, Waskita Karya, Jasindo, Pelindo II dan PAL Indonesia. 

Namun untuk berita yang terbaru ini yang menarik adalah, baik yang diduga sebagai pihak pemberi maupun penerima, sama-sama BUMN. Padahal harusnya sesama BUMN telah punya pemahaman yang sama untuk menerapakan prinsip good corporate governance (GCG) dalam setiap aksi bisnisnya.

Jika pihak lawan bertransaksi dari sebuah BUMN adalah pihak swasta masih mungkin yang mulai "menggoda" adalah pihak swastanya. Biasanya berdalih sebagai ungkapan terima kasih karena telah dimenangkan dalam tender pengadaan barang atau pembangunan sebuah proyek.

Menjadi pertanyaan, kenapa masih saja ada pejabat  yang berani bermain-main dengan amanah yang diberikan pemerintah untuk mengelola BUMN? Kapan sih kapoknya?

Padahal coba dicermati, kurang apa lagi? Gaji Direksi BUMN sudah sedemikian tinggi, rata-rata sudah di atas Rp 100 juta per bulan, bahkan tak sedikit yang di atas Rp 200 juta. Belum lagi bonus tahunan berupa tantiem yang merupakan persentase tertentu dari laba tahunan perusahaan, yang satu orang direktur bisa menerima miliaran rupiah.

Jadi, sebetulnya jumlah Rp 1 miliar yang diamankan KPK dari OTT di atas, kalau dipikir-pikir bukan angka yang besar bagi seorang direktur BUMN. Berbeda sekali dengan BUMN di era "jahiliyah" dulu. Ketika itu gaji dan tantiemnya kecil, namun "sabetan"-nya yang besar. Maka berbahagialah pejabat BUMN zaman dulu, karena uang terima kasih dari rekanan dianggap lumrah.

Tapi bukankah pejabat BUMN sekarang mestinya lebih berbahagia lagi? Karena rezeki yang halalnya sudah demikian besar. Masak masih tergoda dengan rezeki yang tidak halal? Langkah apa lagi yang mampu membuat jera para pengelola perusahaan negara itu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun