Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Cara Mengungkapkan Kelebihan dan Kelemahan dalam Wawancara

4 Juli 2019   07:05 Diperbarui: 4 Juli 2019   09:05 6003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wawancara merupakan salah satu tahap yang harus dilewati para pencari pekerjaan. Tentu semakin tinggi posisi yang diincar,  semakin banyak aspek yang akan digali oleh pewawancara untuk memutuskan menerima atau menolak seorang kandidat.

Namun serendah-rendahnya posisi yang dilamar, biasanya tetap ada semacam wawancara ringkas, meskipun bergaya informal, untuk mengenal si pelamar sekaligus menerka tingkat kejujurannya.

Ya, kejujuran sehingga dapat dipercaya atau bahasa kerennya integritas, adalah hal yang paling mendasar yang amat dibutuhkan di semua jenjang pekerjaan, termasuk misalnya pengemudi, asisten rumah tangga, dan pekerjaan lain yang berdekatan dengan itu.

Tulisan ini lebih terfokus pada wawancara untuk mengisi posisi management trainee (MT) di sebuah perusahaan kelas menengah ke atas , yakni mereka yang direkrut dari lulusan S1 yang nantinya bila lulus akan mengikuti pelatihan. Seorang MT akan mengisi posisi staf dan dikader untuk menduduki jabatan lebih tinggi.

Ada banyak sekali aspek yang digali pewawancara untuk pelamar MT, selain aspek integritas yang bersifat wajib itu tadi. Kemampuan seseorang dalam menganalisis sesuatu, kemampuan dalam mempengaruhi orang lain, kemampuan bekerjasama, kemampuan bekerja dalam tekanan, semangat juang, rasa percaya diri, ketelitian, kreativitas, adalah beberapa di antaranya.

Struktur dalam wawancara yang berkembang saat ini, setelah sesi memperkenalkan diri, lebih banyak meminta si pelamar menceritakan pengalamannya yang berkesan. Jika si pelamar merupakan fresh graduate, tentu yang diceritakan pengalamannya saat kuliah, baik yang berhubungan dengan kegiatan akademis, maupun kegiatan yang berkaitan dengan hobi, organisasi kemahasiswaan, kepanitiaan suatu acara, dan sebagainya.

Dengan menceritakan pengalaman sendiri, pewawancara disuguhi fakta yang telah dilakukan si pelamar. Dulunya, dalam wawancara banyak pertanyaan yang bersifat pengandaian. Contohnya: "Jika Anda diminta bekerja sampai jauh malam selama seminggu, apakah anda sanggup?". Maka kalaupun si pelamar menjawab bahwa ia sanggup, sesungguhnya tak ada jaminan ia akan betul-betul sanggup.

Tapi bila si pelamar menceritakan suatu acara seminar yang mengundang beberapa pakar dari berbagai universitas di mana ia menjadi salah seorang panitia yang bekerja siang malam sejak beberapa hari sebelumnya, maka ia bisa dinilai seorang pekerja keras. Tentu kesimpulan ini didapat setelah mengelaborasi ceritanya panjang lebar dan pewawancara mengajukan pertanyaan pendalaman.

Masalahnya, bila setelah menghabiskan waktu yang lama, para pewawancara masih belum mendapat gambaran yang jelas  tentang kelebihan dan kekurangan dari seorang pelamar, pewawancara sering juga main tembak langsung. Maksudnya, pertanyaannya lebih berupa "instruksi" agar si pelamar menceritakan apa yang dirasakan sebagai kelebihannya dan apa yang menjadi kekurangannya.

Justru dengan gaya langsung begitu, tak jarang si pelamar kelabakan. Padahal kalau tidak bisa menjawab, gampang ditebak, pasti si pelamar akan gagal dalam berburu pekerjaan.

Sebetulnya setiap orang pasti punya kelebihan dan juga kekurangan. Hanya kalau harus mengungkapkannya secara langsung dalam wawancara, belum tentu bisa lancar.

Mungkin saja ada seorang pelamar yang tidak menemukan sisi kelebihannya karena Indeks Prestasi (IP)-nya biasa-biasa saja dan menghabiskan waktu kuliah maksimal, bahkan nyaris drop out (DO). Ia juga tidak aktif di kegiatan ekstra kurikuler karena harus membantu orang tuanya berjualan di sebuah warung kaki lima.

Kisah rekaan di atas sebetulnya bisa "dijual" sebagai kelebihan bila yang dikembangkan adalah sisi ketangguhannya tetap konsisten berjuang meraih gelar sarjana di tengah kondisi ekonomi keluarganya yang sulit.

Namun bila kisah tersebut dilihat dari sisi terlambatnya diwisuda ketimbang teman-temannya satu angkatan, maka menjadi contoh dari sebuah kelemahan. Karena menguraikan kelemahan "diwajibkan" oleh pewawancara, maka sebut saja kelemahan pada aspek time management. 

Tapi tegaskan kembali bahwa saat ini sudah menemukan cara untuk mengatasinya dengan memilah-milah mana yang tugas utama dan tugas tambahan, serta meminimalkan  kegiatan yang tak ada kaitannya dengan target yang hendak dicapai.

Artinya, saat menyebut kelemahan pun, tekankan bahwa itu konteksnya dulu, sekarang sudah yakin mampu mengatasinya. Memang pertanyaan tentang kelemahan sedikit berbau jebakan. Tapi seseorang yang mengenal kelemahannya dan sudah tahu cara memperbaikinya, akan membuat pewawancara lebih terkesan.

Sedangkan untuk mengungkapkan kelebihan, kalau memang ada buktinya, tak usah sungkan mengatakannya. Dalam hal ini yang disebut bukti bukan saja berupa surat penghargaan atau gelar juara di berbagai bidang, tapi juga komentar positif dari orang lain.

Contohnya: "Banyak teman saya yang bilang saya orangnya sangat teliti, sehingga saya sering ditunjuk jadi bendahara bila ada kegiatan khusus". Gampang bergaul, senang membaca untuk mendapatkan berita terbaru, sering berinisiatif dalam menggagas acara kampus, juga bisa diklaim sebagai kelebihan.

Bila unsur kelebihannya sudah banyak diungkap tapi tidak menemukan unsur kelemahan, jangan sampai ngomong dengan pede bahwa tak punya kelemahan sama sekali. Mudah sebetulnya, ambil salah satu kelebihan tadi, namun pandang dari sisi sebaliknya.

Seperti contoh di atas, ketelitian dianggap sebagai kelebihan. Nah, kalau dipaksa harus menceritakan kelemahan, sebut saja karena ingin seteliti mungkin, maka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan sesuatu. 

Memang kelebihan dan kelemahan itu ibarat dua sisi dari sekeping koin. "Hati-hati" bisa berarti positif dari sisi akurasi, tapi bisa juga negatif bila terlalu berhati-hati sehingga terkesan penakut, lamban, dan sebagainya. 

Semua tergantung pada sisi mana yang akan dielaborasi. Tapi pewawancara yang berpengalaman tentu tidak gampang menerima begitu saja, biasanya mereka meminta penjelasan lebih rinci.

Namun bila pelamar telah mempersiapkan diri dengan baik, akan siap mengantisipasi apapun pertanyaan yang diajukan pewawancara. Bagaimanapun kemampuan seseorang dalam wawancara bisa dilatih agar mendapatkan hasil yang diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun