Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Salah Jurusan Bukan Berarti Masa Depanmu Ikut Salah

13 Februari 2019   08:00 Diperbarui: 13 Februari 2019   14:08 2771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: academicindonesia.com

Jadi yang namanya belajar tujuannya tak lain adalah mendapatkan ilmu yang bisa kita peroleh melalui teori (membaca-menulis) maupun praktik (berlatih) supaya bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan hendaknya ilmu yang kita peroleh itu bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup diri sendiri dan orang lain.

Dalam proses belajar mungkin kita akan menemui kegagalan dan menjadi tahu mana yang benar mana yang salah, supaya kegagalan yang sama tidak terulang di masa depan.

Saya sering mendengar orang berkata seperti ini, 'Jurusan kuliah yang gue ambil beda jauh dengan bidang kerja gue yang sekarang. Sia-sia rasanya belajar segitu lama. Buang-buang duit'.

Meskipun pada saat-saat tertentu kita merasa salah mengambil jurusan, percayalah apa yang sudah dijalani bukanlah suatu kesia-siaan. Akan ada waktunya, apa yang sedang kita pelajari atau tekuni akan bermanfaat bagi kita dan orang lain di masa depan.

Salah Jurusan Bukan Berarti Salah Masa Depan
Ini penting untuk diingat. Ketika kita merasa salah jurusan, bukan berarti masa depan kita akan ikut salah. Banyak orang yang beralasan begini, 'Jurusan yang gue ambil ternyata beda jauh dari ekspektasi gue. Apa gue pindah jurusan aja ya?'.

Saya pernah berpikir seperti itu juga ketika di bangku SMA. Saat penjurusan, kebetulan saya lolos di kelas IPA dan bangganya bukan main karena kelas IPA tergolong kelas ekslusif. Tapi nyatanya, saya sulit sekali menyesuaikan diri dengan ritme belajar dan beberapa guru.

Jadi balik lagi, okelah kalau pemikiran semacam itu muncul pas di saat kita baru saja memulai perkuliahan. Tapi kalau sudah sempat menjalani beberapa semester? Terbayang waktu dan uang yang sudah dikeluarkan?

Masalahnya, banyak mahasiswa yang merasa salah jurusan ketika sudah menjalani perkuliahan paling tidak 2-3 semester, karena biasanya pada tingkat tersebut subjek perkuliahan hanya sebatas mengulang pelajaran SMA, plus beberapa mata kuliah dasar. 'Wajah asli' mata kuliah sesungguhnya akan muncul mulai semester tiga ke atas.

Saat itu kita akan mulai menemui mata kuliah dengan level kesulitan lebih tinggi, variasi karakter dosen yang lebih banyak, hingga berbagai macam tugas dan ujian dengan berbagai tipe. Pokoknya rasanya kayak dikejar-kejar setan.

Pada suatu titik, kita akan mencapai level stres dan lelah tingkat tinggi. Apalagi kalau kebetulan kuliah sambil bekerja. Sudah lelah seharian kerja, malamnya harus konsentrasi belajar, pulang larut tapi harus mengerjakan tugas segambreng, plus belajar materi untuk ujian yang herannya susah banget untuk dipahami.

Pada saat itu bisa jadi ide 'Oke, gue salah jurusan. Masa depan gue bakal suram', muncul di kepala kita sehingga kita jadi merasa tidak bersemangat dan menjalani perkuliahan dengan setengah hati. Inilah yang menyebabkan munculnya predikat Immortal Student alias Mahasiswa Abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun