Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ahmad Fathanah, Wanita, Materi dan Permissivisme

10 Mei 2013   14:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:48 3699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_253186" align="aligncenter" width="610" caption="Trio Lelananging Jagad (sumber foto : www.dakwatuna.com ; news.liputan6.com ; www.solopos.com)"][/caption]

Hiruk pikuk pemberitaan di media televisi akhir-akhir ini berfokus pada Ahmad Fathanah, setelah sebelumnya di dominasi Eyang Subur dan sebelumnya lagi Irjen. Pol. Djoko Susilo. Ada kesamaan berita yang melingkupi ketiganya : perempuan-perempuan dan materi! Maka, layaklah kalau 3 pria ini : Eyang Subur, Djoko Susilo dan Ahmad Fathanah dinobatkan sebagai Trio Lelananging Jagad, setidaknya untuk wilayah Indonesia. Kalau di kompetisikan di level dunia, jelas masih kalah jauh dengan Hugh Hefner, boss sekaligus pendiri Playboy yang diusianya yang ke-86 tahun masih menikahi gadis yang 60 tahun lebih muda darinya.

Dari semua contoh di atas, sepertinya tak salah jika disimpulkan : kalau anda pria kaya raya dan royal terhadap wanita, tak peduli berapapun usia anda, wanita secantik dan semuda apapun akan bisa anda dapatkan. Ini berlaku bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Setengah abad yang lalu, Aristotle Onassis si raja kapal Yunani telah membuktikannya.

[caption id="attachment_253190" align="aligncenter" width="558" caption="Hugh Hefner & Aristotle Onassis (sumber foto : carefreetrip.com dan en.wikipedia.com)"]

13681700021949243463
13681700021949243463
[/caption]

Agar terfokus, saya akan ambil contoh yang paling gres saja : cewek-cewek di sekitar Ahmad Fathonah. Rabu petang, TV One mewawancarai eksklusif Vitalia Shesya, begitu pun RCTI, tak mau kalah. Dari semua wawancara itu, terungkap pengakuan Vita bahwa ia mengenal Ahmad Fathanah (AF) sekitar akhir Nopember 2012 melalui temannya di agency. Setelah pertemuan pertama, dilanjut pertemuan kedua, AF membelikan berlian untuk Vita, bahkan disuruhnya Vita memilih sendiri di sebuah toko di Plaza Senayan. Sebuah jam tangan merk Chopard seharag Rp. 70 juta pun menjadi milik Vita. Pada pertemuan ke tiga – dibagian lain Vita mengaku tanpa bertemu, cukup melalui telepon – AF membelikannya sebuah mobil Honda Jazz langsung dari dealer dan diatasnamakan Vita. Pada pertemuan ke empat, AF mengajak Vita menikah sirri namun ajakan ini ditampik Vita. Selanjutnya Vita mengaku bertemu AF tak lebih dari 6 kali saja, salah satu pertemuan itu pernah mereka lakukan di hotel Le Meridien, Vita membawa kedua anaknya, mereka menginap di kamar yang ada connecting door-nya.

Yang menarik bagi saya, Vita dalam setiap kesempatan wawancara berulangkali menyebut AF orang yang baik dan perhatian padanya dan anak-anaknya. Bahkan ibunya pun – menurut Vita – ketika tahu AF memberinya mobil, mengatakan AF orang baik. Namun, meski sudah banyak menerima pemberian berupa barang berharga mahal dari AF, Vita mengaku tak pernah tahu apa profesi AF. Yang dia tahu hanyalah AF seorang pria beristri yang istrinya sedang hamil. Dalam acara Gestur, host TV One Indiarto menanyakan kurang lebih begini : “apakah anda tidak merasa bersalah menerima pemberian dari pria beristri yang istrinya sedang hamil?”. Vita menjawab santai : “tidak, saya toh tak berniat merebut mas Ahmad dari istrinya”. Soal mobil pun Vita selalu berkilah : AF membelikan mobil itu dengan ikhlas karena kasihan melihatnya dan anak-anaknya.

[caption id="attachment_253191" align="aligncenter" width="471" caption="Vitalia Shesya (tekno.liputan6.com)"]

13681701481251308795
13681701481251308795
[/caption]

Senada dengan Vitalia, gadis 19 tahun yang kedapatan bersama AF di hotel Le Meridien lewat tengah malam ketika AF dicokok KPK, Maharani Suciono, pernah berujar “Saya dikasih duit ya seneng-seneng aja”, ketika ditanya apakah ia tak mempertanyakan uang Rp. 10 juta yang diberikan AF meski mereka baru berkenalan. Istilahnya itu “uang perkenalan/petemanan”.

Tri Kurnia Puspita, wanita cantik lain yang juga menerima “kemurahan hati” AF, kecipratan sebuah mobil Honda Freed, gelang Hermes seharga Rp. 70 juta dan arloji merk Rolex. Yang menggelitik bagi saya, fakta bahwa Tri Kurnia adalah sabahat baik dari salah satu istri AF yang saat itu sedang hamil, yaitu Septi Sanustika. Kabarnya keduanya sama-sama penyanyi dangdut.

[caption id="attachment_253193" align="aligncenter" width="480" caption="Maharani Suciono (nasional.inilah.com)"]

13681702781440675762
13681702781440675762
[/caption]

Entah saya yang sedikit tak normal atau bagaimana, yang jelas saya tak habis pikir apa yang ada di benak wanita-wanita yang dikaruniai wajah cantik itu. Melihat dari cara mereka menjawab pertanyaan wartawan dan berargumen, saya yakin mereka bukan wanita bodoh, bukan orang dari pelosok yang polos dan lugu, tak paham harga benda-benda mewah itu. Kenapa tak seujung kuku pun terlintas di benak mereka, pria yang begitu baik dan royal ini siapa ya? Apa profesinya? Kenapa semudah itu membelanjakan uang puluhan bahkan ratusan juta? Terlebih lagi, Vitalia dan Tri Kurnia jelas tahu bahwa AF sudah beristri bahkan istrinya sedang hamil, mau saja mereka menerima pemberiannya. Sebagai sesama wanita, tak adakah rasa empati mereka?

Rupanya budaya materialisme – yang menjadikan materi sebagai ukuran pencapaian seseorang bahkan ukuran kesejahteraan dan kemapanan hidup – telah membuat sebagian orang memilih gaya hidup yang lebih dari kemampuannya. Tuntutan gaya hidup inilah yang kemudian menjadikan orang mudah sekali terpesona pada “kebaikan” orang lain yang menghujaninya dengan benda-benda yang diinginkan yang tak terjangkau dibelinya sendiri. Kaum wanita, lebih banyak menjadi penganut materialisme ini. Sebab, wanita adalah makhluk penyuka keindahan, yang mudah tergiur oleh beragam asesori dan lebih peduli pada merk ketimbang fungsi suatu benda.

[caption id="attachment_253194" align="aligncenter" width="384" caption="Tri Kurnia & Septi, 2 sahabat (www.pekanbaru.co)"]

13681703453410226
13681703453410226
[/caption]

Maharani Suciono misalnya, gadis semuda itu, masih tinggal bersama kedua orang tuanya, yang kondisi rumah tinggal mereka – maaf – tergolong sangat sederhana, namun gaya hidupnya bak orang berduit, nongkrong di cafe mahal yang bisa mempertemukannya dengan lelaki semacam AF. Uang Rp. 10 juta dalam sekali pertemuan dianggapnya “rejeki nomplok” yang tak perlu dipertanyakan. Sama halnya dengan Vitalia yang menganggap itu rizki dari Allah lewat tangan Ahmad Fathonah. Yang lebih menyedihkan, para orang tua dari wanita-wanita itu seolah tak menuntun putri mereka untuk berhati-hati dalam melangkah. Seorang gadis belia 19 tahun, masih mahasiswi, tak pulang ke rumah sampai lewat tengah malam, tidakkah bapaknya merasa risau dan perlu segera menyusul putrinya? Ibunda Vitalia, melihat seorang pria yang baru kenal anaknya belum sebulan dan baru bertemu 2-3 kali sudah mengirimkan mobil baru ke rumah, tidakkah ibunya mempertanyakan siapa lelaki itu dan gerangan apa di balik pemberiannya, ketimbang sekedar berucap “dia baik ya?”. Tak cukup tajamkah naluri seorang ibu?

Dua wanita bersahabat, kemudian yang satu menerima pemberian tak sedikit dari suami sahabatnya tanpa setahu sahabatnya, tidakkah hati nuraninya merasa mengkhianati persahabatan? Kenyataannya Tri Kurnia bisa enjoy saja menerima mobil, gelang dan arloji bermerk. Begitu pun Septi yang sudah resmi menjadi salah satu istri AF – meski melalui pernikahan sirri – ia tak merasa perlu tahu apa sebetulnya profesi suaminya dan berapa penghasilannya. Jangankan bertanya dari mana asal usul nafkah yang diterima, lha wong profesi saja gak tau kok. Halal – haramnya nafkah untuk mereka dan anak mereka, sama sekali tak jadi soal.

[caption id="attachment_253195" align="aligncenter" width="403" caption="foto : www.gresik.co"]

136817045673566643
136817045673566643
[/caption]

Fenomena ini juga terjadi pada istri-istri Irjen Pol. Djoko Susilo. Wanita-wanita muda yang lebih pantas menjadi anak Djoko Susilo itu seolah menutup mata dari mana suaminya mendapatkan uang sehingga bisa membelikan mereka beberapa rumah mewah dan tanah yang luas. Meski secara fisik sudah jelas bisa ditebak berapa umur sebenarnya sang jendral, tapi mereka percaya begitu saja dengan umur yang dipalsukan 10 tahun lebih muda. Padahal, mereka bukan wanita bodoh!

Dalam kasus Eyang Subur, meski harus berbagi suami dengan 7-8 wanita dan hidup serumah dengan para madunya, wanita-wanita itu menolak diceraikan. Secara demonstratif mereka bahkan tampil bersama dengan dandanan yang seragam dan perhiasan yang sama. Mereka lebih rela berbagi suami ketimbang harus merelakan semua materi itu lepas kalau tak lagi berstatus istri Eyang Subur. Meski dari sisi hukum agama telah jelas dinyatakan melanggar, mereka tak peduli.

[caption id="attachment_253197" align="aligncenter" width="434" caption="Istri-istri Eyang Subur (entertainment.kompas.com)"]

1368170516959196953
1368170516959196953
[/caption]

Apa yang terjadi pada wanita-wanita itu mungkin hanyalah puncak gunung es. Dalam skala yang lebih kecil, di daerah-daerah ada banyak lelaki-lelaki lelananging jagad yang bisa menaklukkan dan menguasai banyak perempuan sekaligus. Kuncinya : materi! Kebaikan hati telah diterjemahkan secara sempit menjadi “suka memberi”. Perhatian telah ditafsirkan menjadi “membelikan apa yang diinginkan” tanpa diminta. Lebih menyedihkan lagi, para orang tua ikut bangga kalau anak mereka kecantol lelaki yang royal menghujani anaknya dengan aneka barang mahal.

Karena itu kaum wanita, tak perlu menyalahkan Ahmad Fathonah, Jendral Djoko atau Eyang Subur. Kalau tak ada wanita yang silau dengan gemerlap perhiasan dan barang mewah, mereka juga tak bisa berbuat banyak. Materialisme telah menyeret orang pada permissivisme. Ketika tuntutan gaya hidup serba materi, maka dari mana asalnya tak lagi dipertanyakan, semuanya sah-sah saja dengan alasan “saya dikasih, gak minta”. Padahal, sebuah pemberian tak harus diterima jika yang diberi cukup kritis. Jangan lupa, there is no free lunch, kecuali anda mau makan siang di KPK.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun