Mohon tunggu...
Intan Nurcahya
Intan Nurcahya Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP N Sukaresmi Cianjur, berlatih menulis, menyerap dan menyebar virus literasi.

Guru SMP N Sukaresmi Cianjur, berlatih menulis, menyerap dan menyebar virus literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertemuan

1 Mei 2017   11:02 Diperbarui: 1 Mei 2017   11:27 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kulirik jam di pergelangan tanganku, ah kepagian rupanya. Tapi apalah artinya kalau cuma beberapa jam lagi. Ini saat spesial, setelah ribuan jam aku menunggu, meskipun memang seperti inilah, ketika hampir tiba pada saat akhir penantian rasanya waktu berhenti berdetak. Kualihkan perhatian pada keindahan yang tak pernah bosan untuk ku sapa, hamparan rumput hijau menantang siapa saja untuk menjamahnya, taman Rodhodendron di area yang curam dibuat menjadi agak mendatar dan hasilnya memang lebih indah, menghadap sungai dangkal yang ramah untuk dilewati, airnya yang jernih, dingin dan segar mengundang untuk dinikmati walau hanya sekedar berbasah-basahan kaki.

Beranjak siang rombongan demi rombongan mulai berdatangan, keheningan kebun raya mulai terusik oleh celotehan riang para pengunjung. Aku tak khawatir tak kebagian tempat, luasnya area ini memungkinkan semua bisa menikmatinya. Masih ada satu jam sampai waktu yang kau janjikan, aku memilih berjalan di antara teduhnya pohon-pohon pinus, aromanya selalu membuat aku suka. Tak bosan aku sengaja memetik dan mencium daun-daun pinus segar ini.

“Suka harumnya daun pinus ya De?”, itu pertanyaanmu setahun yang lalu. Percakapan pertama di awal pertemuan. Sedikit terkejut ketika baru kusadari ada seorang pria tiba-tiba telah berdiri tak jauh dariku. Aku yang sedang mencium-cium daun pinus itu mengangguk, dan pria berwajah ramah itu mengulurkan tangannya. Dia mengenalkan namanya.

“Saya Reno, dari tadi memperhatikan Ade, sepertinya sangat suka aroma pinus itu”

“Liana, iya kak, wanginya harum segar, seperti pewangi lantai”

Kau tertawa renyah sekali, entah kenapa aku suka mendengarnya.

“Itu aroma terpentin, dan memang wangi, makanya bisa digunakan untuk bahan pewangi lantai”, aku cuma ber-Ooo.

“Namamu lucu, tau artinya dalam biologi?”, lagi-lagi dia tersenyum

“Tumbuhan merambat” sambarku

“Pinter...sepertinya orang tuamu suka pelajaran biologi ya, hhihi?”

“hmm...nggak, mereka suka aja kali nama itu” atau mungkin ibuku yang di syurga menyukainya desisku dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun