Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanti Hasil Uji Materi UU Pemilu

25 Juli 2017   10:07 Diperbarui: 28 Juli 2017   06:33 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: nasional.kompas.com

Sebagaimana kita ketahui bahwa meskipun diwarnai aksi keluar sidang atau walk out dari empat fraksi di DPR yakni PAN, Gerindra, Demokrat dan PKS RUU Pemilu telah disahkan menjadi UU Pemilu oleh DPR bersama dengan Pemerintah pada Jumat dini hari, 21 Juli 2017 lalu.
Lima isu krusial yang menjadi perdebatan selama ini akhirnya diputuskan.
Kelima isu krusial yang masuk dalam opsi paket A tersebut adalah:

  1. Presidential threshold: 20%-25%
  2. Parliamentary threshold: 4%
  3. Sistem Pemilu: terbuka
  4. Dapil magnitude DPR: 3-10
  5. Metode konversi suara: sainte-lague murni

Sebenarnya perbedaan dengan opsi paket B hanyalah pada poin 1 dan 5 saja, tiga isu lainnya sudah tidak masalah.
Namun dari poin 1 dan 5, isu yang paling dipertentangkan adalah isu Presidential Threshold atau ambang batas presidensial.
Fraksi pendukung Pemerintah selain PAN yakni PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura menghendaki presidential threshold 20%-25%, sedangkan fraksi Gerindra, Demokrat dan PKS menginginkan presidential threshold 0%.
Namun apa pun dinamika yang terjadi di DPR saat itu, RUU Pemilu kini telah disahkan menjadi UU Pemilu dan akan segera dimuat pada lembaran negara.

Warga negara yang tidak setuju dengan UU Pemilu ini bisa mengajukan judicial review atau permohonan PUU (Pengujian Undang-Undang) atau sering disebut uji materi UU ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hingga kini tercatat Ketua Umum PBB (Partai Bulan Bintang) - partai peserta pemilu tahun 2014 namun tidak memiliki kursi di DPR - Prof. Yusril Ihza Mahendra berencana mengajukan uji materi ke MK segera setelah UU Pemilu ditandatangani oleh Presiden dan dimuat dalam lembaran negara.
Karena terbentur oleh putusan MK No. 20/PUU-V/2007, anggota DPR baik yang setuju maupun yang tidak setuju dengan UU Pemilu ini tidak dapat mengajukan uji materi UU ini ke MK. Hal ini karena anggota DPR bersama-sama Pemerintah adalah bagian dari pembuat UU sehingga mereka tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi UU ke MK. Sungguh aneh jika DPR sebagai pembuat UU meminta UU yang dibahas dan dibuatnya bersama Pemerintah minta dibatalkan oleh MK. Maka sikap DPR yang tidak setuju dengan UU ini hanya mendukung jika ada pihak-pihak lain yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar oleh UU ini mengajukan uji materi ke MK.

Menarik untuk dinanti bagaimanakah nanti putusan MK terkait uji materi UU Pemilu ini.
Tanpa bermaksud mendahului dan mempengaruhi putusan MK, berikut adalah kemungkinan-kemungkinan putusan MK terkait uji materi UU Pemilu ini.

1. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan yang diajukan oleh pemohon. Artinya UU Pemilu sah dan konstitusional serta berlaku seperti yang disahkan oleh DPR bersama-sama dengan Pemerintah.
Argumentasinya adalah:
Besaran angka parliamentary threshold, presidential threshold adalah wewenang pembuat UU yang sifatnya open legal policy (kebijakan hukum terbuka). DPR bersama-sama Pemerintah diberikan wewenang seluas-luasnya untuk menentukan dan mengatur kisaran angka dimaksud sepanjang angka tersebut telah menjadi kesepakatan bersama antara DPR dengan Pemerintah.

Kelemahan putusan ini adalah syarat minimal 20% kursi DPR untuk pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu tahun 2019 sudah pernah digunakan pada pemilu tahun 2014. Syarat presentase kursi DPR yang sudah pernah digunakan seharusnya tidak digunakan kembali untuk pemilu berikutnya karena bisa saja hasil pemilu legislatif tahun 2019 akan bebeda dengan pemilu legislatif tahun 2014. Sebuah partai yang memiliki kursi di DPR hasil pemilu legislatif tahun 2014 bisa saja pada pemilu legislatif tahun 2019 suaranya kurang dari parliamentary threshold sehingga  tidak memiliki kursi lagi di DPR. Meskipun calon presidennya menang, tetap saja partai politik tersebut tidak dapat mendukung Pemerintah  melalui anggotanya di DPR. Bahkan ekstremnya, jika ada partai politik yang jelas-jelas melanggar atau bertentangan dengan UUD 1945 sehingga dibubarkan oleh MK padahal pemilu legislatif sebelumnya memiliki kursi di DPR, apakah persentase kursi partai tersebut masih bisa dijadikan syarat pelengkap oleh partai politik lainnya untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mengingat syarat pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah jumlah kursi DPR pada pemilu lima tahun sebelumnya? Sebuah UU haruslah bersifat antisipatif terhadap seluruh kemungkinan yang bisa saja terjadi di waktu-waktu mendatang.

2. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan yang diajukan oleh pemohon. Artinya UU Pemilu dianggap bertentangan atau melanggar UUD 1945 sehingga harus direvisi oleh DPR dan Pemerintah.
Argumentasinya adalah:
Karena pemilu presiden dan pemilu anggota lembaga perwakilan (termasuk pemilu legislatif/anggota DPR) berlangsung secara serentak maka seluruh partai politik peserta pemilu dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya tanpa ada ambang batas presidensial. Bagaimana mungkin menentukan syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dari jumlah kursi DPR sedangkan pemilihan anggota DPR dilakukan serentak dengan pilpres.

Kelemahan putusan ini adalah meskipun pemerintahan kita menganut sistem presidensial namun posisi DPR masih sangat kuat. Artinya, dukungan dari DPR sangat diperlukan untuk menjamin efektivitas jalannya roda pemerintahan.  Jika karena popularitasnya presiden terpilih tidak dari partai yang memiliki kursi mayoritas di DPR atau bahkan bisa jadi dari partai non  parlemen, maka presiden terpilih akan kesulitan dalam menjalankan pemerintahannya meskipun didukung oleh suara mayoritas rakyat/pemilih. Disamping itu dengan banyaknya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tentu akan lebih banyak cost (tidak hanya uang) yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemilu ini dan ini tidak sejalan dengan konsep penyederhanaan partai politik dan sistem pemilu.

3. Mahkamah Konstitusi tidak menerima permohonan yang diajukan oleh pemohon. Artinya UU Pemilu tatap sah dan konstitusional sampai ada permohonan uji materi berikutnya.
Argumentasinya adalah:
Pemohon tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU untuk mengajukan permohonan PUU (Pengujian Undang-Undang), misalnya pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum, pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas dan rinci kerugian konstitusionalnya akibat berlakunya UU Pemilu ini, dll.

Putusan MK tidak menerima permohonan dari pemohon ini lebih bersifat formil dan administratif maka seharusnya jika pemohon memiliki kedudukan hukum dan dapat mempersiapkan alasan-alasan argumentatif mengajukan uji materi dan dapat menguraikan kerugian konstitusionalnya secara jelas dan rinci seharusnya MK dapat menerima permohonan dari pemohon. 

Mempertimbangkan beberapa hal di atas, penulis memiliki pendapat khusus terkait masalah ini.
Menurut penulis, penggunaan syarat presidential threshold 20% kursi DPR tahun 2014 sebagai dasar atau basis untuk pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada pilpres tahun 2019 tidak saja menimbulkan ketidakjelasan atau ambigu politik tapi juga pengingkaran atas realitas kondisi pemilih terkini akibat inkonsistensi pemilih dan jumlah pemilih yang berubah. Pelaksanaan pilpres dan pileg secara serentak mengandung konsekuensi logis bahwa penggunaan ambang batas presidensial untuk pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden menjadi tidak relevan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun