Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Provinsi Kalimantan Utara Membuyarkan ‘Mimpi’ Bung Karno

2 Desember 2013   08:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:26 12944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13859778781729031820

Ketika Indoesia memproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanggal 17 Agustus 1945, maka secara de jure dan de facto semua daerah bekas jajahan Belanda menjadi bagian dari NKRI.

Tapi, secara de facto ternyata ada daerah jajajah Belanda yang tidak masuk ke pangkuan NKRI yaitu Irian bagian Barat dan Kalimantan bagian Utara.

Bung Karo pun mulai menggelorakan upaya untuk merebut Irian (bagian) Barat dan Kalimantan (bagian) Utara.

Irian (bagian) Barat tetap dikuasai oleh Belanda, sedangkan Kalimantan (bagian) Utara dikuasi oleh Inggris.

Melalui aksi Trikora Bung Karno mengusir Belanda dari Papua (bagian) Barat yang kemudian dikenal sebagai Irian Barat yang di masa reformasi diganti menjadi Papua.

Agaknya, Inggris melihat gelagat yang tak elok, maka diberikanlah kemerdekaan kepada Malaysia pada tanggal 31 Agustus 1957 Kalimantan (bagian) Utara digabungkan Inggris ke Semenanjung Malaysia.

Kalimantan (bagian) Utara terdiri atas Sabah, Serawak dan Brune.

Biar pun Kalimantan (bagian) Utara sudah menjadi bagian yang integral dengan Malaysia, tapi Inggris tetap khawatir karena Bung Karno terus memompa semangat bangsa untuk merebut Kalimantan (bagian) Utara yang disebut Bung Karno sebagai Kalimantan Utara.

Akhirnya tanggal 1 Januari 1984 Inggris memberikan kemerdekaan kepada keseultanan Brunei yang berada di Kalimantan (bagian) Utara. Berdirilah negara Brunei Darussalam dengan ibukota Bandar Sri Bengawan.

‘Mimpi’ Bung Karno untuk menyatukan Nusantara, yang juga sudah dikenal sejak ‘Sumpah Palapa’ Patih Gadjah Mada, secara utuh yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa Bagi, NTB dan NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua buyar sudah ketika Pemerintah Pusat dan DPR mensyahkan provinsi baru di P. Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan Utara yang disebut sebaga Kaltara.

Kaltara yang ada sekarang adalah pecahan dari wilayah Prov Kalimantan Timur, sedangkan yang dimaksud Bung Karno Kalimantan Utara adalah Serawak, Sabah dan Brunei.

Bahkan, di akhir tahun 1960-an Anna Mathovani mendendangkan lagi Dikeheningan Malam yang liriknya ada tentang Kalimantan Utara. Lagu ini direkam RAMACO.

Kehadiran Kaltra menambah satu ‘kerajaan’ lagi di negeri ini karenadaerah-daerah sudah otonom dengan gubernur, bupati dan walikota sebagai penguasa yang tidak bisa disentuh pusat, bahkan presiden.

‘Raja-raja kecil’ itu hanya bisa disentuh oleh hukum jika terkait dengan tindak pidana dan etika.

Kalau saja ada wartawan yang bersua dengan Bung Karno di alam sana, tentulah wawancara (imajiner) akan seru karena Bung Karno akan menjawab setiap pertanyaan wartawan dengan gaya khas yang berapi-api.

“Kalian tidak lebih daripada ‘bangsa tempe’,” kata Bung Karno membalas salam wartawan.

Ini petikan singkat wawancara wartawan dan Bung Karno:

Wartawan: Bagaimana sikap Bung Karno ketika pemerintah mendirikan Provinsi Kalimantan Utara di Pulau Kalimantan?

Bung Karno: Itu kesalahan besar karena mengangkangi ‘Sumpah Palapa’.

Wartawan: Mengapa dulu langkah Bung Karno terhenti hanya pada Irian Barat?

Bung Karno: Saya terus mengobarkan semangat untuk merebut Kalimantan Utara. Saya dilengserkan. Pengganti saya bukan berjuang merebut Kalimantan Utara yang menjadi bagian dari ‘Sumpah Palapa’, tapi menganeksasi Timor Timur yang bukan bagian dari jajahan Belanda.

Wartawan: Kalimantan Utara sudah menjadi bagian dari Malaysia dan Kesultanan Brunei sudah jadi negara merdeka.

Bung Karno: Itu terjadi karena semangat juang kita loyo. Kita memilih jadi sontoloyo.

Setelah wawancara selesai wartawan menepuk dahi: Astaga, mengapa tidak saya minta tanggapan Bung Karno perihal Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang terbang ke Malaysia?

Wartawan hanya bisa menggerutu karena waktu wawancara sudah habis.

Timor Timur yang dianeksasi pemerintah setelah era Bung Karno dengan pengorbanan yang besar juga sudah duluan lepas dari tangan Indonesia.

Kalau saja pemerintah, DPR dan pengusul provinsi baru di bagian Utara P Kalimantan mengingat semangat Bung Karno untuk merebu Kalimantan Utara, tentulah akan lebih arif kalau provinsi baru itu tidak bernama Kalimantan Utara.***[Syaiful W. Harahap]***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun